NovelToon NovelToon
1000 Hari Bersamamu

1000 Hari Bersamamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Romantis / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Romansa
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mardonii

Doni, seorang koki berbakat yang kehilangan segalanya dalam kebakaran lima tahun lalu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena sebuah undian aneh: menjadi personal chef bagi Naira Adani aktris terkenal yang tengah terpuruk setelah perceraian dan skandal besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardonii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10. RASA YANG MENYEMBUHKAN

..."Di dapur yang sunyi, dua jiwa saling menyentuh tanpa kata, lewat aroma kaldu, lewat rasa yang pelan-pelan mengajarkan arti hidup kembali."...

...---•---...

Doni tidak tahu apakah ini melanggar aturan atau tidak. Tapi ia melihat sesuatu di mata Naira: rasa ingin tahu. Percikan minat yang terlalu berharga untuk dibiarkan padam.

"Tentu. Silakan duduk," katanya sambil menunjuk kursi di meja dapur. "Saya sedang masak sop iga sapi, menu makan siang hari ini."

Naira duduk, tangannya terlipat di atas meja. Matanya mengikuti setiap gerakan Doni dengan fokus.

Doni melanjutkan pekerjaannya, berusaha tidak terlalu sadar akan tatapan itu. Ia mengambil iga sapi yang sudah direbus empat jam sampai empuk, dengan kaldu bening yang harum dan kaya rasa. Sayuran sudah siap: wortel, kentang, tomat, daun bawang, seledri.

"Kenapa kaldunya bening?" tanya Naira tiba-tiba. "Biasanya sop iga agak keruh."

"Karena saya rebus dengan api kecil dan terus buang busanya selama empat jam pertama," jawab Doni sambil menumis bawang putih dan bawang bombai. "Kaldu bening tandanya tidak banyak lemak atau kotoran. Rasanya jadi lebih bersih, lebih jelas tiap lapisannya."

"Empat jam?" Naira mengerutkan kening. "Lama sekali."

"Masakan terbaik butuh waktu. Tidak ada jalan pintas untuk rasa yang dalam," kata Doni sambil memasukkan sayuran ke dalam kaldu yang mendidih perlahan. "Seperti penyembuhan, tidak bisa instan. Harus sabar."

Naira terdiam, mencerna kata-katanya. "Anda selalu bicara tentang makanan, tapi rasanya seperti bicara tentang hal lain."

"Karena makanan tidak pernah cuma soal makanan," ucap Doni, menambahkan garam, merica, dan sedikit pala. "Makanan itu komunikasi. Cara kita bilang 'aku peduli' tanpa perlu kata-kata."

"Itu sebabnya sambal terasi kemarin rasanya persis seperti punya Mama?" Naira tersenyum tipis. "Anda bilang 'aku tahu kamu kangen rumah' lewat sambal?"

"Mungkin." Doni ikut tersenyum. "Atau mungkin saya cuma beruntung dengan resepnya."

"Bukan kebetulan," balas Naira serius. "Anda tanya-tanya ke Bu Tuti. Saya tahu. Anda seperti riset tentang saya."

Doni tidak menyangkal. "Tugas saya bukan cuma masak. Tugas saya bikin Anda mau makan. Untuk itu, saya harus tahu apa yang Anda butuh."

"Tapi Anda tidak tanya langsung ke saya."

"Karena saya tidak yakin Anda mau jawab. Saya tidak mau maksa."

Naira mengangguk perlahan. "Anda benar. Kalau Anda tanya langsung di minggu pertama, saya pasti usir Anda dari dapur."

"Sekarang?"

"Sekarang…" Naira menatap panci yang beruap pelan, aroma iga dan sayuran memenuhi ruangan. "Sekarang saya penasaran. Anda mau tahu tentang saya lewat makanan. Saya mau tahu tentang Anda lewat cara Anda masak."

Doni tidak menyangka percakapan akan mengarah ke sana. "Tidak banyak yang perlu diketahui. Saya cuma koki biasa."

"Koki biasa tidak akan menang undian lalu habiskan empat jam rebus kaldu untuk orang asing," ujar Naira santai. "Anda punya restoran, kata Bu Tuti. Kenapa Anda ambil tawaran ini? Tiga tahun jauh dari bisnis sendiri itu risiko besar."

Doni mengaduk sop perlahan, membiarkan rasa menyatu. "Restoran saya hampir bangkrut. Ada utang bank, dan koki-koki yang bergantung pada gaji. Uang dari kontrak ini bisa menyelamatkan semuanya."

"Jadi ini soal uang?"

"Awalnya, ya." Doni mencicipi kuahnya dengan sendok kayu, menambahkan sedikit garam. "Tapi sekarang… saya tidak tahu. Ada hal lain."

"Apa?"

Doni menatap Naira. Untuk pertama kalinya, matanya tidak kosong. Ada keingintahuan, ada kehangatan, ada koneksi.

"Setiap orang yang masak untuk orang lain sedang berusaha menyembuhkan sesuatu," ucap Doni pelan. "Kadang orang yang dimasakkan, kadang diri sendiri."

"Kalau Anda?"

"Rasa bersalah." Kata itu keluar sebelum Doni bisa menahannya. "Tunangan saya meninggal lima tahun lalu dalam kebakaran. Saya selamat, dia tidak. Sejak itu, setiap kali saya masak, rasanya seperti saya menebus kesalahan yang tidak bisa ditebus."

Keheningan turun seperti kabut tebal. Naira tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya dengan lembut.

"Maaf," ucap Doni cepat. "Saya tidak seharusnya cerita. Pasal dua belas, tidak boleh terlalu personal."

"Lupakan pasal itu," kata Naira, suaranya tegas tapi hangat. "Anda sudah dengar cerita saya tentang Mama. Adil kalau saya dengar cerita Anda."

Doni mematikan kompor. Sop sudah matang. Ia menuang ke mangkuk, menata dengan rapi: iga di tengah, sayuran mengelilingi, daun bawang dan seledri di atas, emping di samping.

"Sudah siap," katanya, mendorong mangkuk ke depan Naira. "Dimakan selagi hangat."

Naira menatap sop itu, lalu menatap Doni. "Makan bareng saya?"

"Saya tidak seharusnya…"

"Pasal berapa yang bilang Anda tidak boleh makan bareng klien?" Naira menaikkan alis. "Saya klien, saya yang minta. Jadi boleh."

Doni tidak bisa menahan senyum. "Logika yang menarik."

"Saya aktris, kami terlatih mencari celah di naskah." Naira tersenyum. Kali ini senyum itu sampai ke matanya.

Doni menuang sop untuk dirinya sendiri, duduk di seberang Naira. Mereka makan dalam keheningan yang nyaman, hanya terdengar suara sendok menyentuh mangkuk dan gumaman puas dari Naira.

"Ini enak," katanya setelah beberapa suap. "Kaldunya bersih, tapi rasa dagingnya kuat. Dagingnya empuk, sayurnya pas."

"Terima kasih."

"Sari pasti bangga pada Anda." Naira menyebut nama tunangannya dengan lembut, penuh hormat.

Doni berhenti mengunyah. Tidak ada yang menyebut nama itu dengan nada seperti itu sejak lama. Biasanya orang canggung atau cepat ganti topik.

"Ia pasti ingin Anda bahagia lagi," lanjut Naira. "Bukan terus merasa bersalah. Orang yang mencintai kita tidak ingin kita menderita selamanya untuk mengenang mereka."

"Bicara dari pengalaman?"

"Mama. Sebelum meninggal, beliau bilang, 'Naira sayang, kalau Mama sudah pergi, jangan berhenti hidup. Mama ingin kamu tertawa, jatuh cinta lagi, makan enak, jalan-jalan. Hidup untuk dua orang, untuk Mama juga.' Tapi saya malah hampir mati ikut Mama. Bukan secara fisik, tapi secara emosional."

Doni hampir mengulurkan tangan untuk menyentuhnya, tapi ia urungkan. Pasal dua belas. Tidak ada kontak fisik.

Namun Naira yang lebih dulu mengulurkan tangan, menyentuh tangannya sekilas. Sentuhan singkat, hangat, dan penuh makna.

"Terima kasih," ucapnya. "Untuk sop ini. Untuk semua makanan yang sudah Anda masak. Untuk peduli, meski itu bukan bagian dari kontrak."

"Itu selalu bagian dari masakan saya. Kontrak atau tidak."

Mereka menghabiskan makan siang sambil berbincang ringan. Naira bercerita tentang film-filmnya yang paling ia suka, yang paling berat. Doni bercerita tentang Dapur Sari, pelanggan setia, dan koki-koki muda yang ia latih.

Untuk pertama kalinya sejak Doni datang, rumah besar itu tidak terasa seperti penjara. Rasanya seperti rumah.

Setelah Naira kembali ke kamarnya, Doni duduk sendirian di dapur. Ia membuka laptop dan menatap spreadsheet.

Di kolom "Hari 11" ia menulis:

Sop iga sapi. Habis semua. Makan bersama untuk pertama kali. Naira mulai terbuka. Kemajuan signifikan.

Lalu di bawahnya, ia menambahkan catatan pribadi yang tidak akan ia tunjukkan pada siapa pun:

Hari ini aku sadar, aku tidak hanya masak untuk menyelamatkan restoran. aku masak untuk menyelamatkan seseorang yang butuh diselamatkan. Dan mungkin, dalam prosesnya, aku menyelamatkan diri sendiri.

Di luar jendela, matahari sore mulai miring. Cahaya keemasan menembus celah daun pohon di taman. Burung-burung berkicau lebih riang.

Dan di lantai dua, Naira Adani duduk di balkon kamarnya dengan perut kenyang untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan. Ia menatap langit yang mulai berwarna oranye, dan untuk pertama kali sejak perceraiannya, ia tidak berpikir tentang mati.

Ia berpikir tentang apa yang akan dimasak Doni untuk makan malam nanti.

Dan itu, sekecil apa pun, adalah alasan untuk tetap hidup satu hari lagi.

...---•---...

...Bersambung...

1
Rezqhi Amalia
😂😂😂 jdi tahu kan😂
MARDONI: Hahaha, langsung mati kutu si Doni! 😂 Niat hati mau diem-diem perhatian, eh langsung di-spill sama orangnya.
total 1 replies
Rezqhi Amalia
fokus ya, awas salah resep😂
MARDONI: Tolong bantu pegangin tangan Doni, Kak! Takut gemeter pas masukin garem saking groginya dilihatin bidadari wkwkwk 🧂👋
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
hehehe tanda² Naira mulai nyaman sama kamu Don 😌
MARDONI: Hihihi... lampu hijau sudah menyala nih, Kak! 🚦💚
total 1 replies
Rezqhi Amalia
kata katanya bgus bngt thor🥹
MARDONI: terima kasih banyak Kak Rezqhi! 🥺❤️ Senang banget kalau kalimatnya bisa 'nyampe' ke hati
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
Luka di hati gak bisa sembuh cuma karena kita pengen cepat move on. Ada prosesnya, coba menerima, coba memahami, melepaskan, lalu pelan-pelan akhirnya pulih 🤧🤧
MARDONI: Dalem banget... 💯 Setuju Kak! Persis kayak masak sop iga, kalau dipaksa api besar malah rusak. Harus sabar dan pelan-pelan ya ❤️
total 1 replies
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
takut grogi ya Don 🤭 masak sambil diliatin cewek canteekk
MARDONI: Jelas dong Kak! Siapa sih yang nggak deg-degan ditatap seintens itu sama Naira? 🤭 Jantung aman, Don?
total 1 replies
ginevra
apa itu? bikin penasaran
MARDONI: Ssttt... rahasia dapur! 🤫 Yang pasti sesuatu yang bikin Doni kaget. Tunggu bab selanjutnya ya Kak, jangan sampai ketinggalan
total 1 replies
ginevra
koki spesial buat kamu yang spesial
MARDONI: Awww, sweet banget komennya!
total 1 replies
Nofiindah
Topenggg rendraaa🤬
MARDONI: Asli, Kak! 😤 Topengnya tebal banget, setebal tembok beton. Paling bahaya emang tipe yang luarnya perfect tapi dalemnya... hiii. Gedeg banget kan?
total 1 replies
Nofiindah
Doni doni sudah mulai terbawa perasaan dengan naira🤣
MARDONI: Yahhh ketahuan deh... 🫣 Padahal udah coba professional, tapi hati emang nggak bisa dibohongi ya Kak? Wkwkwk
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Teh Jeruk Nipis Hangat Ama Madu ...👍🏻👍🏻👍🏻
MARDONI: nanti kalau Naira lagi bad mood, dia nggak salah kasih menu. Langsung sat-set seduh teh! 🤭
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Save Catatan Memo Hehehe...🤭🤭🤭
MARDONI: Hahaha, bener banget Kak! Auto masuk folder 'Penting' di otak Doni tuh 🧠📁.
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
🥲🥲🥲🥀🥀🥀
MARDONI: Walaupun orangnya sudah pergi (seperti mawar layu), tapi warisan ilmunya 'masak pakai hati' tetap hidup di tangan Doni
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Alhamdulillah... Akhirnya Naira Mau Makan Sampai Gak Abis Bersisa...🥺🥺
MARDONI: Plong banget rasanya ya, Kak? 😭 Akhirnya piring bersih yang kita tunggu-tunggu kejadian juga! Alhamdulillah...
total 1 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Chef Doni Keren Bgttt...👍🏻👍🏻
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*: Hehehe...🤭🤭🤭
Makasih Thor
total 2 replies
*•.⁴♡🅰ᵞ🅤♡⁴.•*
Aduuuh... Sabaaarr Iya Chef Doni ...😩😩
MARDONI: Iya Kak... emang berat banget ujiannya Chef Doni di awal-awal ini. Untung mentalnya sekuat baja 💪🥺
total 1 replies
Iyikadin
Itu adalah aku saat ini😭
MARDONI: Semangat! ❤️"😄
total 1 replies
Iyikadin
Tapi kalau cantik tuh pengennya di pajang terus😭
MARDONI: Hahaha, dilema banget emang ya Kak!
total 1 replies
Iyikadin
Pengen punya seseorang ituuuu, ada ga ya
MARDONI: Aamiin paling kenceng! 🤲 Semoga segera dipertemukan dengan 'Doni' versi dunia nyata ya Kak.
total 1 replies
Muffin🧁
Waaahh nairaaa mulai tertarik kah ? Atauu dia mulai penasaran gimana biaa doni buat masakan persis ibunya,?
MARDONI: Hmm... penasaran sama resepnya, atau penasaran sama kokinya nih? 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!