NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 8.Ketemu lagi.

Clara mendorong troli kecil di minimarket rumah sakit, matanya fokus pada rak buah-buahan. Ia memilih apel merah satu per satu dengan teliti, lalu beralih ke rak biskuit dan susu kotak.

“Buah untuk mama, snack untuk ayah… hmm, apa aku perlu beli cokelat juga? Kayaknya aku yang butuh,” gumamnya pelan sambil tersenyum sendiri.

Ia meraih sekotak cokelat batangan dan meletakkannya di troli, lalu berjalan ke rak minuman.

Tepat saat ia jongkok untuk mengambil jus jeruk, suara santai terdengar di belakangnya.

“Wah… ternyata nenek cerewet suka dengan coklat. Tidak takut gigimu ompong, ya?”

Clara terlonjak, hampir menjatuhkan botol jus di tangannya. Ia menoleh cepat.

“Dasar anak muda tengil kamu lagi! Ngapain disini ngikuti nenekmu ini atau minta dipukul?!” serunya dengan nada setengah berbisik karena ingat mereka ada di tempat umum.

Finn berdiri santai dengan tangan di saku celana, senyum miring terpasang di wajahnya. “Kebetulan, aku juga belanja. Kamu pikir aku nggak punya hak masuk minimarket, gitu?”

Clara mendengus, meletakkan jus ke troli dengan kasar. “Ya sudah, jangan ganggu aku. Kalau mau belanja,belanja saja sana jangan urusi aku.”

Namun Finn malah melangkah pelan ke arahnya, pura-pura serius melihat isi troli. “Hmmm… apel, susu, biskuit, buah segar… semua sehat banget. Tapi kok ada cokelat, ya? Itu buat siapa? Buat cowok kamu? Atau… buat aku?”

Clara spontan mendorong troli hingga hampir menabrak Finn. “Mimpi! semua yang ada di keranjang ini untuk ku. Memangnya siapa kamu?kita juga tidak saling kenal, tapi kamu terus mengangguku,”Clara lalu melihat tajam kearah Finn, ia melihat Finn dengan seksama. “.. atau kamu.. jangan-jangan suka padaku?. gawat! maaf aku tidak suka cowok ingusan seperti mu, lihat gayamu tengil, rambut dicat warna-warni seperti pelangi, pria beranting memangnya kamu gadis!. ”ucap Clara dengan sinis.

Ucapan Clara itu membuat Finn kesal, serasa diremehkan oleh Clara.

Clara yang tidak mau meladeni Finn segera berjalan mendahului Finn, sambil mendorong troli belanjanya. “Minggir gadis manis!. ”ucap lirih Clara sambil tersenyum tipis.

“Siapa yang kamu sebut manis?,Hah!.”

Tapi Clara tidak memperdulikan ucapan Finn, dan terus berjalan menjauh dari nya.

Saat berada di kasir, Finn tidak tinggal diam. Dia berjalan mendekati Clara tepat dibelakangnya, tapi Clara tidak menggubris nya.

Finn terkekeh, tapi tidak mundur. Ia justru mengambil sebungkus keripik dari rak dekat kasir lalu menjatuhkannya ke dalam troli Clara. “Tuh, sekalian belikan untuk ku,aku inikan cucumu yang manis. Bener kan, Nek?”

Semua orang disana melihat mereka berdua, dan Clara hanya menatapnya dengan tajam. ia menahan rasa kesalnya, Nih anak datang dari mana? ingin sekali ku getok kepalanya. suara hatinya.

Tapi Clara berusaha sabar, dan meminta kasir untuk memasukkan ke daftar belanjanya. “Kak, masukan dengan belanja ku yang lain dan berikan padanya.”

Begitu keluar dari minimarket, udara rumah sakit yang dingin langsung menyapa wajah Clara. Ia berjalan cepat sambil membawa kantong belanjaan, berusaha menjauh dari bocah tengil yang terus mengikutinya sejak tadi.

Namun, suara krek-krek terdengar jelas di belakangnya. Clara menoleh sekilas dan benar saja, Finn berdiri santai di dekat dinding, membuka bungkus keripik, lalu mengunyah dengan ekspresi puas seakan dunia ini miliknya.

“Enak banget, Nek. Makasih ya, udah dibeliin,” ucapnya santai, melambaikan keripik ke arah Clara seolah-olah itu hadiah mahal.

Clara menghentikan langkahnya, menarik napas panjang. Matanya menyipit penuh kesal. “Dasar bocah nyebelin…” gumamnya lirih.

Tanpa pikir panjang, ia melangkah cepat ke arah Finn, lalu—plak!—mengetok kepala Finn dengan keras menggunakan buku jarinya.

“Awww!” Finn meringis sambil mengusap kepalanya. “Hei! Nenek cerewet, kamu kira kepalaku drum?!”

Clara langsung terbahak pendek, wajahnya puas. “Hah! Biar kapok! Rasain itu, bocah nyebelin! Jangan berani-berani sok akrab sama aku lagi!” serunya, lalu berlari kencang meninggalkan Finn di lorong rumah sakit.

Finn ternganga, masih mengusap kepalanya yang sakit, sementara beberapa orang yang melihat adegan itu menahan tawa. Ia berteriak ke arah Clara yang semakin menjauh.

“Dasar nenek galak! Ingat ya, dendam ini akan kubalas! Kamu bakal nyesel udah getok kepala cucu gantengmu ini!”

Clara hanya melambaikan tangan tanpa menoleh, suaranya terdengar menggema di lorong. “Balas aja sana! Kalau berani, bocah ingusan!”

Finn mendengus, tapi sudut bibirnya justru terangkat. Entah kenapa, rasa kesal itu bercampur dengan sesuatu yang hangat seperti ia baru saja menemukan lawan seimbang untuk keusilannya.

Di tempat lain.

Di kamar sederhana yang penuh poster band dan buku pelajaran SMA, Arman terbaring terlentang di atas ranjang. Lampu meja menyala redup, menciptakan bayangan lembut di dinding. Ia baru saja pulang mengantar Loly, kekasihnya, pulang ke rumah, dan kini masih bisa merasakan degup jantungnya yang cepat setiap kali mengingat senyum Loly di bawah cahaya lampu jalan.

“Gila… rasanya kayak mimpi,” gumam Arman sambil menatap langit-langit kamarnya.

Ia menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Semua terasa begitu nyata, seolah ia benar-benar kembali ke masa SMA. Meja belajarnya penuh coretan catatan, bola basket tergeletak di pojok, jaket sekolah tergantung di kursi. Tak ada satu pun barang Clara di sana, tak ada jejak kehidupan masa depannya. Semua seperti ditarik mundur ke masa lalu.

Arman menghela napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya. “Apa aku… beneran hidup lagi di masa lalu? Kalau gini… berarti aku bisa… memperbaiki segalanya?”sambil menghela nafas panjang, “.. tanpa Clara dalam hidup ku, dan aku sekarang sudah jadian dengan Loly. hubungan kami akan baik-baik saja, tanpa harus membawa Clara dalam hubungan kami. ”

Tiba-tiba, suara berat yang sangat dikenalnya terdengar dari ruang tamu.

“Anak-anak, Ayah pulang!”

Arman sontak terlonjak duduk. Napasnya tercekat. Suara itu… suara yang sudah tiga tahun tak pernah ia dengar lagi, sejak sosok itu pergi untuk selamanya.

Tangannya bergetar saat ia bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamar. Dengan langkah ragu, ia keluar ke lorong rumah.

Dan di sana tepat di depan ruang tamu,ia melihat sosok pria paruh baya dengan senyum hangat. Rambutnya sedikit beruban, tubuhnya tegap, dan sorot matanya penuh kasih.

“Arman… kenapa bengong begitu?” ucapnya.

Arman berdiri terpaku. Tubuhnya kaku, matanya panas menahan air mata.

“Ayah…?” suaranya nyaris berbisik, pecah.

Sosok itu adalah Ferdinand, ayahnya yang tersenyum lebar sambil merentangkan tangan. “Ya, ini Ayahmu, bodoh! Masa lupa sama wajah ayah sendiri?”

Arman tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia langsung berlari, memeluk ayahnya dengan erat. Air matanya tumpah, membasahi bahu sang ayah.

“Ya Tuhan… ini nyata? Aku… aku bisa lihat Ayah lagi… Ayah nggak pergi, Ayah masih ada!”

Ferdinand tertawa kecil, mengusap kepala anaknya. “Kamu kenapa sih, baru ditinggal sebentar kerja sudah kayak tidak bertemu ayah berhari-hari. Ada-ada aja.”

Arman semakin terisak. Hatinya bergejolak antara bahagia, rindu, dan ketakutan kalau semua ini hanya mimpi yang akan hilang saat ia membuka mata.

Namun pelukan ayahnya hangat. Terlalu nyata untuk disebut ilusi.

Lalu Vina yang masih sd dan Rosi ibunya, mereka keluar dari belakang rumah.

Terkejut melihat Arman memeluk ayahnya seperti itu, sambil menangis.

“Kakak, kenapa menangis ma?. ”

“Mama juga tidak tahu, ada apa dengan kakakmu hari ini?. ”

Ferdinand masih berusaha menenangkan putranya, ibu dan adik Arman hanya melihat kejadian langkah itu.

1
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!