Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Nala Ingin Sikap Tegas Dana
Nala kecewa dengan sikap mamanya Dana. Dia tidak terima sikapnya ini hanya semata cemburu pada Devana.
"Sebentar, Ma. Mohon maaf, Nala harus luruskan. Katakan saja di sini Nala cemburu terhadap Mbak Devana, Nala sedang berperan sebagai istri sah Mas Dana yang merasa takut kalau suaminya bisa terjerat kembali dengan cinta mantan istri yang dulu pernah meninggalkan Mas Dana demi cinta yang lain. Nala juga tidak ingin kedekatan mereka justru disalah artikan oleh orang-orang, sehingga orang-orang akan menuduh yang enggak-enggak terhadap mereka."
"Sekali lagi Nala tekankan, Nala hanya tidak suka dengan sikap Mbak Devana yang seenaknya terhadap Mas Dana. Dia mendekati Mas Dana dan berbicara dengan Mas Dana seolah dia istrinya, padahal Nala ada di depannya. Apakah itu bukan bukti kalau Mbak Devana sedang berusaha meraih hati Mas Dana?"
"Dan mengenai sikap Nala yang kata Raina judes, Nala tekankan lagi, itu tidak benar. Perlu Mama dan Papa tahu, sejak kedatangan Raina untuk pertama kali ke rumah ini, Raina sudah bersikap tidak ramah terhadap Nala. Padahal Nala sudah berusaha meraih hatinya."
"Nala justru curiga, sikap Raina seperti itu karena dipengaruhi Mbak Devana. Nala sempat bilang sama Mas Dana supaya Raina tidak dipengaruhi hal yang tidak baik," tutur Nala panjang lebar dengan nafas yang putus-putus.
"Okelah kalau begitu, mama ngerti. Tapi, harusnya kamu jangan berlebihan seperti itu terhadap Dana. Toh Dana tidak mungkin tergila-gila lagi sama mantan istrinya. Dana hanya jaga perasaan Raina saja. Pahami itu Nala."
"Kamu juga, harusnya tidak perlu kekanak-kanakan seperti ini, mudah ngambek dan curigaan. Semua yang Dana lakukan, mama yakin hanya demi Raina, dia juga terpaksa dekat-dekat dengan Devana. Lagian kamu itu belum punya anak, jadi wajar Dana saat ini lebih memanjakan Raina, karena ia anak satu-satunya," tegas Bu Diana masih terdengar menyalahkan Nala, dan kali ini ucapan mertuanya bikin nyelekit di hatinya.
Nala menghela nafas dalam. Lagi-lagi kekanak-kanakan. Selalu itu yang dikatakan ibu mertuanya. Masalah ngambek sedikit dibilang kekanak-kanakan.
"Ya, kalau Mas Dana sampai tergila-gila sama mantannya. Bodoh saja, masa iya mau masuk lubang yang sama. Kalaupun Mas Dana mau kembali ke lubang yang sama, silahkan saja kalau dia memang tidak mau berkaca pada masa lalu. Asal, lepaskan dulu Nala," tegasnya dengan suara bergetar.
Mendengar ucapan Nala barusan Bu Diana dan Pak Damar nampak terkejut. Pada saat yang sama, tanpa mereka sadari, Dana sudah berada di samping pintu rumahnya dan mendengar semua perdebatan antara Nala dan mamanya.
Setelah perdebatan itu, Nala berdiri, dia memutuskan pergi ke kamar melanjutkan tangisnya tadi yang hanya terisak. Namun baru saja bangkit, tiba-tiba tubuh Nala ambruk.
Dana dan kedua orang tuanya terkejut. Dana menghampiri Nala dan meraih tubuh Nala secepatnya.
"Mama, harusnya Mama jangan terlalu menyalahkan Nala tadi. Lihat, dia sampai pingsan." Pak Damar menyalahkan istrinya yang dinilai terlalu keras kepada Nala.
"Nala, Nala, kamu kenapa, Sayang?" Dana panik, ia merangkul tubuh Nala, lalu diangkatnya dan dibawa menuju kamarnya di atas.
Pak Damar dan Bu Diana berdiri saling tatap, Bu Diana terlihat merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Nala barusan.
"Ya ampun, Mama, lihat menantu kita sampai pingsan. Bagaimana kalau ada apa-apa sama menantu kita? Apalagi dia saat ini sedang sakit. Kenapa Mama tadi terus menyudutkannya. Papa tidak sepenuhnya menyalahkannya, dan sepertinya Devana itu memang sengaja mempengaruhi Raina."
"Harusnya Mama dengarkan dulu ucapannya, jangan langsung percaya sama Raina. Lebih bagus Mama tanyakan sama Marni, apa yang sebenarnya terjadi," ujar Pak Damar terlihat was-was.
"Aduhhh, kenapa jadi seperti ini? Marni, tolong jelaskan pada saya, apa yang terjadi di rumah ini selama Raina ada di sini?"
"Maaf, Bu. Sepertinya Non Nala memang tidak sepenuhnya salah. Non Nala akhir-akhir ini memang sering uring-uringan gara-gara kedatangan mantan istri Den Dana. Mbak Devana memang suka bersikap layaknya istri terhadao Den Dana, dia tidak segan datang ke rumah ini, layaknya tuan rumah, tanpa peduli dengan perasaan Non Nala."
Bi Marni menjeda ucapannya sejenak.
"Menurut saya, Non Nala maunya Mbak Devana itu jaga sikap, dan kalau jalan-jalan inginnya Non Nala ikut juga, bukan hanya mereka bertiga. Begitu Bu yang saya tangkap," tutur Bi Marni.
"Tunggu dulu Marni." Bu Diana menahan langkah Bi Marni yang tadinya bermaksud pamitan ke dapur.
"Ya, Bu?"
"Kalau sikapnya Nala sama cucu saya seperti apa? Apa dia memang judes seperti apa yang Raina katakan?" telisik Bu Diana masih belum yakin dengan pengakuan Nala tadi.
"Tidak, Bu. Saya melihat sendiri, Non Nala itu baik dan berusaha merangkul Non Raina. Tapi, sejak awal Non Raina memang seperti kurang suka sama Non Nala. Mungkin karena masih baru, sih. Hanya itu yang bisa saya sampaikan tidak dikurangi atau dilebihkan. Kalau begitu, saya permisi."
Setelah mengatakan itu, Bi Marni berpamitan ke dapur. Lagipula dia hanya diminta menyampaikan apa yang dia tahu dan lihat, tanpa bermaksud menyudutkan salah satu pihak.
Pengakuan Bi Marni barusan, cukup membuat Bu Diana tertegun.
"Tuh, kan Ma. Bi Marni bilang apa? Kita jangan gampang percaya sama Raina. Bisa jadi sikap Nala biasa-biasa saja, tapi karena Raina baru bertemu Nala, kesan pertama mungkin terlihat judes. Sekarang menantu kita pingsan, Mama mau tanggung jawab?"
Pak Damar balik menyalahkan Bu Diana. Karena perdebatan tadi, sampai memuat Nala jatuh pingsan. Bu Diana terlihat was-was. Dia takut juga kalau pingsannya Nala gara-gara ucapannya tadi.
Sementara itu, di dalam kamar, Dana sudah membaringkan Nala. Tubuhnya lemas dan masih panas. Dana keluar kamar lalu berteriak pada Bi Marni untuk membuat teh manis hangat.
Beberapa menit kemudian Bi Marni datang ke kamar membawakan air teh manis yang diminta Dana.
"Simpan saja di meja, Bi," ucap Dana.
"Den, apa tidak sebaiknya Non Nala dibawa ke dokter, dari kemarin Non Nala demam dan mual-mual. Bibi khawatir kalau Non Nala ...."
"Bi Marni, saya pengen minum, Bi." Ucapan Bi Marni terpotong oleh permintaan Nala yang ingin minum.
Dana yang berada didekatnya sigap, mengangkat tubuh Nala dan mendudukkannya di atas ranjang dengan kepala bersandar, lalu memberikan air teh hangat yang tadi dibikinkan Bi Marni.
Sayangnya, Nala diam saja saat Dana memberikan gelas itu. Sepertinya Nala kesal dengan Dana, yang dianggapnya tidak perhatian padanya, terlebih setelah kehadiran Raina dan Devana.
"Minumlah, tadi kamu minta minum," bujuk Dana sembari mendekatkan gelas itu di bibir Nala. Nala menutup mulutnya rapat, tapi ia meraih gelas itu dan ia letak kembali di meja.
"Pergilah, Mas. Aku sudah tidak butuh lagi bantuan Mas Dana. Biarkan aku begini."
"Sudahlah jangan marah seperti ini, kamu terlalu berpikir yang tidak-tidak. Kamu lagi sakit," bujuk Dana.
"Aku bilang pergi, urus saja Mbak Devana. Dan kalau Mas Dana mau kembali juga tidak apa-apa, asal lepaskan aku, mumpung aku belum hamil. Dan benar kata mama Mas Dana, aku ini terlalu kekanak-kanakan, jadi Mas Dana tidak pantas aku dampingi yang kenak-kanakan," cetusnya semakin emosi diiringi tangis yang menyayat hati.
Nala langsung menjauh dan membaringkan diri serta membalut tubuhnya dengan selimut. Dana geleng-geleng kepala, dia dibuat stress oleh sikap Nala. Ia sadar ini semua karena sikapnya yang tidak tegas terhadap Devana.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.