NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Romansa / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.

Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

"Aku tidak mau," kata Fiona, ekspresinya berubah menjadi datar, sama sekali tidak terpengaruh oleh tatapan tajam Vergil yang mengintimidasi. "Aku terlalu malas. Lagipula, berpikir adalah hal yang paling melelahkan, dan aku harus mengeluarkan banyak energi untuk itu."

Senyum sinis merekah di wajah Vergil, "Benar. Kau memang malas, dan kau juga lemah, Fiona. Aku tidak percaya wanita selicikmu akan selemah ini," ucapnya dengan nada mengejek. "Kau bahkan tidak berani menghadapi tantangan yang ku berikan. Apa kau takut?"

"Aku tidak lemah," balas Fiona, suaranya naik satu oktaf, menunjukkan ketidaksetujuannya. "Aku tidak takut. Aku hanya malas," ia menambahkan dengan penekanan, matanya menatap Vergil dengan berani. "Aku tidak ingin membuang-buang tenagaku untuk hal-hal yang tidak penting. Lagipula, aku tidak punya tujuan yang sama denganmu, Vergil."

"Kau tidak perlu melakukan apa-apa, Fiona," ucap Vergil, suaranya berubah lembut, tetapi masih ada nada berbahaya. "Kau hanya perlu ikut dan melihat bagaimana aku bekerja. Kau akan menemukan bahwa semua yang kau pikirkan itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang aku miliki."

Fiona mengangkat satu alis, menatap Vergil dengan tatapan yang penuh perhitungan. "Baiklah, ayo kita lihat," ia berkata, menyeringai. "Bagaimana pangeran Vergil yang terkenal sangat cerdas ini dalam menyelesaikan masalahnya."

Tanpa menunggu persetujuan, Vergil segera membopong Fiona dengan kasar. Fiona yang terkejut memberontak, memukul dada Vergil dengan tinjunya yang kecil, menendang-nendang udara, dan berteriak agar diturunkan.

"Halah..." Vergil menyeringai, tidak terganggu sedikit pun oleh berontakan Fiona. "Sebelumnya kau menikmatinya saat ku gendong."

"Bodoh!" seru Fiona, wajahnya memerah karena malu. "Sebelumnya kau menggendongku dengan lembut, bukan seperti karung beras seperti ini! Turunkan aku, sekarang juga!"

"Sudahlah, jangan banyak tingkah," balas Vergil, dan ia melanjutkan langkahnya, mengabaikan protes Fiona yang semakin keras.

Mereka tiba di halaman depan istana, tempat para prajurit sudah berbaris rapi menunggu Vergil, dengan Arthur berdiri di depan mereka, menyilangkan lengannya dan menatap dengan senyum puas. Tanpa menoleh ke arahnya, Vergil berbicara kepada salah satu prajurit, "Siapkan satu kuda lagi, untuk wanita ini."

Perjalanan yang panjang menuju wilayah barat akhirnya berakhir. Hutan lebat menyambut mereka, dan Vergil memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Dia tahu bahwa para pemberontak sudah menguasai kota, jadi dia tidak ingin mengambil risiko dengan langsung menyerang.

Seorang mata-mata datang menghadap Vergil, berlutut dengan hormat. "Pangeran Vergil," katanya dengan suara terengah-engah, "Mereka sudah menguasai kota wilayah barat."

Vergil mengangguk, sorot matanya yang tajam menatap ke arah kota yang diselimuti kabut di kejauhan. "Kalau begitu kita dirikan tenda di hutan ini, mereka pasti sudah menyiapkan jebakan," perintahnya dengan suara dingin dan tenang.

Vergil memberi isyarat kepada beberapa prajurit untuk maju. Mereka adalah tim pengintai yang terpilih, dan tugas mereka sangat penting. Vergil menjelaskan dengan nada serius, matanya yang tajam menatap satu per satu prajurit di hadapannya.

"Dengarkan baik-baik," perintah Vergil. "Aku ingin kalian menyelinap ke dalam kota, mencari tahu jumlah pasti pasukan mereka, dan mencari tahu di mana markas mereka berada." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih dalam dan penuh peringatan. "Kalian harus kembali hidup-hidup. Jika salah satu dari kalian mati atau tertangkap, aku sendiri yang akan memenggal kepala kalian."

Para pengintai segera bergerak, menyelinap dengan cepat dan lincah di antara pepohonan, memasuki kegelapan malam yang menyelimuti kota. Mereka bergerak tanpa suara, seperti bayangan, tidak terdeteksi oleh para penjaga pemberontak yang berjaga-jaga.

Di dalam tenda, Vergil, Arthur, dan Fiona menunggu dalam diam yang tegang. Jam demi jam berlalu, tetapi tidak ada tanda-tanda dari tim pengintai. Vergil berdiri tegak, tangannya terkepal, tatapannya menyapu ke arah hutan, sementara Arthur duduk dengan sabar, tidak menunjukkan emosi apa pun. Fiona, di sisi lain, duduk di sudut tenda, dengan santai menyilangkan kakinya, mengamati Vergil dan Arthur, seolah-olah dia sedang menonton drama pribadi mereka.

Setelah beberapa jam penantian yang melelahkan, keheningan dipecah oleh suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Vergil mengangkat kepalanya, matanya menyipit saat dia melihat bayangan yang melompat keluar dari kegelapan hutan. "Mereka kembali," bisiknya, suaranya dipenuhi kelegaan.

Para pengintai itu, meskipun lelah, tampak utuh tanpa cedera. Mereka segera berlutut di hadapan Vergil. "Lapor, Pangeran Vergil," kata pemimpin tim, napasnya tersengal-sengal. "Kota ini kosong. Tidak ada satu pun pemberontak yang kami temukan. Mereka semua menghilang."

"Apa?" Arthur yang tadinya diam kini berdiri, wajahnya menunjukkan kebingungan yang jelas. "Itu tidak mungkin. Mata-mata mengatakan mereka sudah menguasai kota."

"Itu benar, Pangeran," jawab pemimpin pengintai itu. "Kami telah memeriksa setiap sudut kota, setiap rumah, setiap gang, dan tidak ada siapa pun di sana. Kami juga menemukan tanda-tanda yang menunjukkan bahwa mereka pergi dengan tergesa-gesa, seolah-olah mereka melarikan diri."

Vergil menyilangkan lengannya, ekspresinya menjadi dingin. Dia tahu ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang tidak masuk akal. Mengapa para pemberontak itu melarikan diri padahal mereka sudah menguasai kota? Apa yang membuat mereka begitu tergesa-gesa untuk pergi?

Vergil menoleh ke arah Arthur, "Bagaimana menurutmu, Arthur? Ini terlalu aneh untuk menjadi sebuah kebetulan."

Arthur tersenyum sinis. "Jelas, Vergil. Mereka takut. Para pemberontak itu pasti mendengar kabar bahwa kita sedang dalam perjalanan ke sini. Mereka tahu bahwa jika mereka bertarung melawan pasukan kita, mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk menang."

Vergil mengangguk. "Kalau begitu, siapkan pasukan. Kita akan memasuki kota sekarang juga," perintah Vergil, dan ia melihat Arthur yang menatapnya dengan heran. "Ada apa?" tanya Vergil.

Arthur menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa," jawab Arthur, dan ia melanjutkan untuk meninggalkan tenda.

Vergil dan pasukannya mulai bergerak maju. Di pintu masuk kota, Vergil menghentikan langkahnya, tangannya memberi isyarat agar pasukannya berhenti. Dia menoleh ke Arthur, yang menatapnya dengan heran. "Arthur, dengarkan aku baik-baik," kata Vergil, suaranya serius. "Mulai sekarang, aku menyerahkan jabatanku sebagai pemimpin pasukan kepadamu. Kau akan mengambil alih, dan kau akan memimpin pasukan ini untuk merebut kembali kota ini. Aku dan Fiona akan berjalan di sampingmu, sebagai prajurit biasa."

Arthur mengerutkan keningnya, ekspresinya dipenuhi dengan kebingungan. "Apa?" ia bertanya, "Mengapa?"

"Tujuan kita adalah untuk mengambil alih kota ini, bukan untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat," kata Vergil. "Fiona, datanglah kemari," panggil Vergil, dan Fiona segera melangkahkan kakinya mendekati Vergil, "Aku tahu kau pintar, dan kau juga licik, Vergil. Aku hanya ingin memastikan, kau tidak akan bermain-main denganku, kan?" ucap Fiona.

"Aku tidak akan pernah bermain-main denganmu, Fiona. Aku sudah berjanji, dan aku akan menepati janjiku. Sekarang, bisakah kau berdiri di sampingku seperti prajurit?" kata Vergil.

Fiona mengangguk dan berdiri di samping Vergil, lalu ia melihat Arthur yang masih berdiri di depannya dengan wajah bingung. "Ada apa, Arthur? Apa kau terkejut?" tanya Fiona.

"Bukan apa-apa," jawab Arthur, dan ia tersenyum tipis. "Hanya... aku tidak menyangka kau akan melakukan hal ini, Vergil."

Vergil hanya tersenyum tipis dan tidak mengatakan apa-apa. Kemudian, Arthur mengambil alih jabatannya sebagai pemimpin, dan ia memerintahkan pasukannya untuk memasuki kota. Vergil dan Fiona berjalan di samping Arthur, seperti prajurit biasa. Mereka memasuki kota yang sunyi, dan mereka tahu bahwa pertempuran baru saja dimulai.

1
Cha Sumuk
kurang menarik krna mc ceweknya lemah,, biasa' nya klo setelah kelahiran jd kuat tp ini mlh lemah hemmm
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!