Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Heroine
Part 1.
Hari Jum'at, adalah hari yang paling dinanti oleh Rea. Karena apa? Karena kantornya libur pada hari Sabtu dan Minggu. Itu menyenangkan! Bekerja sebagai asisten manajer keuangan membuat kepalanya terasa penat. Apalagi pas penghujung bulan seperti sekarang. Layar komputernya masih menyala di desk, menampilkan deretan angka di software Excel yang membuat matanya sering berkunang-kunang.
Dilirik jam ruangan Departemen Finance telah menunjukkan pukul empat sore. Masih sejam lagi. Tatapannya pun beralih menuju meja atasannya, yang sibuk berkutat dengan komputer. Rea yakin kalau Pak Rudi bermata sipit itu sedang asik bermain Card Master. Memangnya tidak bekerja? Mana ada manager yang kerja? Nanti mereka malah balik bertanya, buat apa ada asisten? Tanpa sadar Rea mendesah keras.
"Kenapa, Re? Kayaknya lagi mikirin masalah berat nih," tegur Pak Rudi.
Rea mendengus. "Iya, Bos. Berat! Seberat kerjaan saya yang gak seringan amplop gaji," celetuknya bete yang hanya ditanggapi tawa cekikikan Pak Rudi dan staf lain.
"Ya udah, sana kalo mau pulang."
"Bapak ngeledek, ya? Mana berani saya turun gedung waktu jam kantor terus gak balik lagi. Bisa dikasih SP1 sama HRD." Lagi-lagi mereka tertawa.
"Kerjaan dah selesai belom?" tanya manager itu.
"Belumlah. Tinggal setengah lagi cek laporan kelar."
"Oooh, sampai selesai, ya. Senin dah harus naik ke GM."
"Astagaaaa, lembur doooong. Dapat lemburan ya, Pak!"
"Enggaaak doooong. Kan kamu yang kerjanya lelet," canda Pak Rudi walau sebenarnya tahu kalau Rea kerjanya sangat baik.
"Hiks, pelit."
Pukul sebelas malam akhirnya Rea sampai di kostnya. Lelah, penat dan lapar. Karenanya, tubuhnya langsung terbaring di ranjang sebelum mengganti pakaian. Kasur busa murahan terasa seperti ranjang sultan Brunei saat ini. Lembut, empuk dan luar biasa nyaman. Ada sekitar sepuluh menit ia hanya termangu, bengong menatap langit-langit. Lalu tetiba ponsel dalam saku blazernya bergetar. Dirogohnya benda tersebut lantas melihat notifikasi yang muncul.
"Waaks! Di attack dong sarang guee! Nasib jadi player gratisan."
Ya, itu adalah notifikasi dari salah satu game yang dimainkan Rea. Sejak dulu ia memang senang bermain game. Impian absurdnya saja adalah bisa isekai ke game favoritnya. Di mana hidup rasanya akan jadi lebih mudah dan menyenangkan di sana. Contohnya seperti game yang sedang dipertimbangkan untuk dimainkan sekarang.
“Hm, game Dragon Realm ini bagus banget desainnya. Coba bisa isekai ke sana. Bisa cuci mata tiap hari lihat NPC ganteng-ganteng. Nih, Astralis Saga juga bagus. Berpetualang di dunia ajaib. Terus ada juga game ini … yang ini juga. Huuuuhuuu, suka semua! Mau main yang mana dulu ya?”
Matanya tetiba mengerling pada icon game bergambar lumayan menyeramkan. Apocalypse. Game yang terpaksa ia mainkan karena ikut aplikasi penghasil uang yang memberi misi memainkan game yang direkomendasikan. Sudah setahun ia memainkannya, dan semua misi aplikasi itu sebenarnya juga sudah kelar dituntaskan. Tadinya ia berniat pensiun dan meng-uninstall game tersebut jika misi selesai, tetapi entah mengapa ia malah terpesona oleh para player yang berkutat dalam game survival tersebut.
Di game manapun yang jenisnya berkumpul dan berkompetisi, sudah pasti ada fitur chat global. Tempat para pemain berinteraksi. Fasilitas itu kadang kala tidak digunakan secara positif, malahan lebih sering dipakai untuk ribut, memaki, menghina, rasisme dan drama. Itu adalah hal yang biasa dalam dunia game. Bagi Rea justru disitulah menariknya. Gue suka drama dan keributan! Hahaha! Karena itulah Rea masih melanjutkan game bertemakan hal yang kurang disukainya.
Bicara soal game ini, tentunya ada yang namanya perkumpulan untuk para pemain agar bisa berkompetisi secara berkelompok. Setiap game menyebut kelompok dengan sebutan khasnya masing-masing. Ada yang menggunakan kata Clan, Klub, Aliansi, dan sebagainya. Untuk game ini kata Clan menjadi pilihan. Tentu saja ia tergabung dalam sebuah Clan yang cukup besar dan kuat. Meski begitu ia memang kurang aktif berinteraksi dengan sesama anggota Clan yang lain yang notabene kebanyakan player pria. Jelas-jelas itu makin membuatnya enggan mengobrol sebab dirasa pembicaraannya nanti takut tidak nyambung. Apalagi sejak kejadian insiden menyedihkan itu, ia agaknya sedikit sakit hati. Yang membuatnya bertahan di Clan tersebut adalah leader clannya yang agak beda dari tipikal player yang lain. Gayanya tengil, sok, menyebalkan, tukang modusin player cewek, tapi di satu sisi sebenarnya ia baik dan bisa diandalkan. Walau bicaranya ceplas-ceplos, tapi isi kalimatnya memang benar adanya begitu. Sebenarnya ia kagum pada sosok karakternya yang berani hingga dikatakan player lain sebagai orang yang berjiwa bar-bar.
Namun dari semua pemain, sebenarnya ada satu sosok player yang sangat diidolakan hampir semua pemain yang berasal dari Indonesia. Termasuk dirinya. Drama player ini yang paling terkenal seserver. Kisahnya hampir mirip karakter antihero dari manga populer. Dituduh pengkhianat oleh clannya sendiri yang merupakan clan terkuat di server. Clan itu beranggotakan para spender, pemain yang tidak segan menggelontorkan uang demi menaikkan power hero miliknya. Memikirkan betapa mudahnya orang kaya membuang uang untuk membeli perintilan game hingga ratusan juta sungguh membuat Rea iri. Jangankan untuk game, buat makan saja ia sudah bekerja layaknya budak korporat.
Tetiba terdengar suara keroncongan dari perut Rea. "Astaga! Lupa makan! Udah jam segini aja sih!"
Gadis itu pun bangkit sambil meletakkan ponselnya di nakas lalu merapikan rambut hitamnya yang panjang sepinggang. Tanpa mengganti pakaian ia bergegas menuju warteg langganan yang buka 24 jam. Gang kecil menuju jalan besar tampak sepi dan remang, hanya diterangi sebuah lampu dari tiang listrik yang berdiri sendirian. Jalan landai ini diapit deretan rumah dan kost-kostan. Tak biasanya jam segini sudah tidak ada orang. Di pos ronda ujung gang biasanya masih ada beberapa anak muda yang berkumpul sambil mabar game Hero Legend.
Rea merapatkan blazernya sebab entah mengapa tetiba lampu tiang berkedip menambah keseraman jalan kecil ini. “Aneh banget gak sih?” gumamnya yang menghibur diri agar tidak terasa terlalu sunyi.
Semakin langkah bertambah, terasa kian berat napasnya. Terutama pandangannya yang jadi agak buram ketika melihat ujung gang yang sedikit lagi sampai. Firasatnya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah di sana. Jalan besar di ujung gang tampak gelap. Padahal seharusnya terang benderang sebab ada gerai Indomax yang buka seharian penuh. Sudah pasti lampu toko akan menerangi jalan. Rea mengusap mata beberapa kali. “Apa ini efek belum makan?”
Tanpa memedulikan firasat buruknya, ia terus melangkah maju agak terhuyung. Kepalanya sedikit sakit kala terdengar suara berdenging yang menyengat telinga. Tanpa disadari, kini tepat dihadapannya ada lembar tipis hologram yang sesekali berkedip antara gelap dan terang. Mengaburkan pemandangan asli dimana per-sekian detik kemudian berganti sebuah ruangan gelap yang aneh.
Hal di luar nalar pun terjadi ketika Rea menembus hologram tersebut, yaitu melewati batas antara ujung gang dan jalan besar. Seketika seluruh tubuhnya bergetar seperti tersengat listrik. Penglihatannya sebelum gelap memperlihatkan pemandangan yang janggal, sebuah ruangan remang di mana terdapat ranjang dorong khas milik rumah sakit. Alisnya sedikit berkedut merasakan sebuah benda yang tetiba terselip dalam genggamannya. Yang terpikirkan olehnya kala itu adalah betapa lapar dirinya sampai harus kehilangan kesadaran. Sedetik kemudian pandangannya gelap total, dan tubuhnya jatuh ke lantai yang dingin.