bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Pagi-pagi sekali Ayu sudah bangun sebelum didahului ayam. Tubuhnya menggeliat, merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Matanya melirik ke samping dan mendapati tuannya yang sangat tampan masih tertidur pulas. Jangan lupa mata nakalnya terus saja tertuju pada dada bidang yang tidak terbungkus sehelai benang pun.
Satu tangannya meraba dada bidang tuannya yang sangat hemm … menggoda. Rasanya dia sudah tidak bisa menahan tangan jahil itu untuk tidak memegangnya. Tangan kecil itu bergerak abstrak menyusuri setiap sisi dada.
“Putih,” cicitnya tanpa sadar.
“Masih belum puas mainnya.”
Gadis kecil itu terkesiap mendengar suara bariton yang membuatnya terkejut bukan main. Rasanya dia seperti kepergok sedang mencuri barang yang sangat berharga. Dia tarik tangannya tetapi di tahan oleh sang majikan.
Dengan perlakuan lembut, William menuntun tangan Ayu mengusap perutnya, dadanya, dan yang terakhir ke arah benda kenyal berwarna merah merona.
“Apa sekarang sudah puas merabanya?” Cicit William.
Betapa malunya gadis itu sampai tidak bisa berkata-kata. Kenapa juga tangannya lancang memegang benda sakral milik orang lain. Padahal dia hanya seorang pelayan rendahan.
“Apa masih kurang, hem?” tanya William lagi. Kalaupun masih kurang, dengan senang hati dia akan memberikan lebih dari ini. Namun, melihat wajah merah Ayu, rasanya dia ingin sekali tertawa sampai puas.
Gadis itu langsung menarik tangannya dengan gugup. “Ma-maaf, Tuan. Maafkan saya sudah lancang dan bertindak tidak sopan,” lirih Ayu dengan tubuh sedikit gemetar.
“Tidak masalah, dengan senang hati aku akan memberikan lebih dari sekedar memegangnya jika kamu mau. Atau … kamu mau memegang yang lainnya?” tawar William.
“Yang- yang lainnya? Maksud Tuan …” Mata Ayu langsung tertuju ke bawah di ikuti mata William. Mereka saling memandang tanpa bersuara.
“Aaa … dasar orang mesum!” tangan gadis itu langsung melayang tepat di dada bidang tuannya tanpa permisi. Pukulan bertubi-tubi menghujani tubuh William tanpa ampun.
“Ssttt … jangan teriak-teriak, semua orang akan dengar nanti.” Tangan kekar itu membekap mulut Ayu.
Gadis itu langsung berdiri tegak dan pamit untuk kembali ke kamarnya. “Saya permisi dulu, Tuan.”
Wiliam pun membiarkannya untuk pergi mumpung hari masih gelap. Dia masih butuh istirahat beberapa menit sebelum nanti pergi bekerja.
Setelah menutup pintu kamar tuannya, dia berjalan mengendap agar tidak terdengar yang lain. Beruntung keadaan rumah masih sepi, meski ada beberapa yang sudah bangun tetapi tidak di sekitar kamarnya.
“Untung masih sepi,” ucapnya pelan sambil mengusap dadanya.
“Memangnya kenapa kalau banyak orang?”
Gadis cantik itu terkejut bukan main begitu akan membuka pintu kamarnya.
Suara laki-laki itu membuatnya terkejut, takut kalau dia tahu semalam dirinya tidak tidur di kamarnya.
“Ke-kenapa di sini?” tanya Ayu sinis.
“Memangnya kenapa? Ini rumahku, terserah mau ke mana saja bukan urusan kamu,” balas Juan tak kalah sinis.
“Iya juga, ya. Kenapa malah aku tanya, ini kan rumah dia. Mau ke mana saja juga bukan urusanku. Ayu, bodohmu kenapa gak hilang-hilang, sih,” batinnya.
Laki-laki itu mendekati pelayan rumahnya yang baru saja kembali. “Dari mana kamu? Aku panggil sejak tadi tidak ada jawaban.”
“Hhmm … sejak tadi? Tadi, tadi masih ada urusan yang tidak bisa ditunda,” bohongnya.
Juan semakin maju menekan mundur gadis cantik di depannya. “Memangnya urusan apa pagi-pagi begini? Atau kamu sedang bermain api dengan salah satu pelayan di sini?” tuduh Juan sengaja memancing Ayu.
“Enak saja! Jangan asal kalau ngomong! Aku tadi ke kamar mandi lainnya, kamar mandiku tidak bisa di gunakan sejak kemarin.”
Juan mengerutkan keningnya. “Tidak bisa? Kenapa tidak bilang Mama biar di panggilkan tukang reparasi.” Juan terlihat khawatir.
“Tidak usah. Nanti aku perbaiki sendiri. Tadi terpaksa karena sudah tidak tahan.” Ayu langsung membuka pintu dan menutupnya keras.
“Hei, kalau ada orang ngomong jangan main tinggal aja. Nggak sopan!” teriak Juan di depan kamar Ayu.
Sejak semalam dia menunggu gadis itu membuka pintu untuknya. Setelah dia kembali dari kamar Ayu, dirinya tidak bisa tidur. Semakin dia dekat dengannya, semakin besar rasa bersalahnya. Apalagi yang dia dengar di rumah ini hanya cerita baik saja tentangnya. Tidak seperti yang digosipkan di sekolah dulu.
Tetapi sayang, beberapa kali dirinya memanggil gadis itu tetap tidak membuka pintu kamarnya. Sampai akhirnya dia menyerah dan kembali ke kamar pribadinya. Saat hampir menjelang subuh, dirinya pun kembali mengetuk pintu berharap gadis cantik yang mengusik hatinya mau membuka pintunya. Namun sayang, hasilnya masih sama seperti semalam.