Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Kebijaksanaan Elf dan Janji Bantuan
Elf itu menatapku dengan mata hijaunya yang tajam, menelisik setiap inci diriku. Aku, Ahlana si Elf yang telanjang beberapa saat lalu, kini berdiri tegak dengan pakaian hutan yang nyaman, membalas tatapannya dengan senyum misterius. Aura Elf Pengembara dalam diriku membuatku ingin bersikap anggun dan bijaksana, meskipun di dalam hati Ahlana yang asli, aku sedang memikirkan cara mendapatkan makanan untuk anak-anak tanpa harus mengandalkan kebaikan hati Elf ini.
"Kau berkata kau 'lebih baru'?" tanya Elf itu, suaranya mengalun lembut seperti melodi alam. "Aku belum pernah mendengar ada Peri yang muncul tanpa jejak sihir murni. Apa kau keturunan campuran? Atau mungkin... roh hutan yang baru bereinkarnasi?"
Aku hanya tersenyum tipis, meniru ekspresi penuh teka-teki yang sering kuliat di film-film fantasi. "Itu cerita yang panjang, Pengembara. Dan tidak cocok diceritakan di tengah hutan belantara." Dorongan untuk berbicara dengan metafora dan teka-teki sangat kuat dalam wujud ini. "Yang terpenting, aku membutuhkan bantuanmu."
Elf itu melipat tangannya di dada, posturnya tetap anggun. "Bantuan apa, bocah? Kau terlihat cukup mampu menjaga dirimu sendiri." Dia melirik ke arah beruang yang masih tertidur pulas. "Dan sepertinya, kau juga cukup berani untuk mendekati Beruang Hutan yang sedang berhibernasi."
"Oh, itu?" kataku, mengayunkan tanganku santai. "Kebetulan saja. Tapi ada anak-anak lain yang bersamaku. Mereka adalah budak yang baru saja kubebaskan dari perkebunan dekat rawa. Mereka kelaparan dan kelelahan. Mereka tidak memiliki kemampuan sepertiku."
Wajah Elf itu sedikit melembut. Aura kebijaksanaan yang melekat pada ras Elf membuatnya memancarkan empati yang tulus. "Budak? Dari perkebunan Grom?" tanyanya, nada suaranya berubah menjadi keprihatinan. "Sudah lama kami mendengar desas-desus tentang kekejaman di sana. Tidak kusangka ada yang berhasil lolos."
"Aku berhasil membuat mereka kabur, tapi kami butuh bantuan. Makanan, pakaian, dan mungkin, arah menuju tempat aman," jelasku, menggunakan nada yang lebih jujur dan mendesak. Sisi Elf-ku ingin menjaga martabat, tapi Ahlana yang bertanggung jawab tahu kapan harus mengesampingkan ego.
Elf itu menutup matanya sejenak, seolah sedang berkomunikasi dengan alam di sekitarnya. Mungkin itu adalah salah satu kemampuan ras Elf. Aku menunggu dengan sabar. Setelah beberapa saat, ia membuka matanya.
"Baiklah," katanya, tatapannya kini lebih percaya. "Nama saya Elias. Aku adalah seorang Pengembara dari Hutan Tirnanog. Aku akan membantumu. Tapi, ada banyak bahaya di hutan ini. Dan para penjaga perkebunan itu, mereka tidak akan menyerah begitu saja."
"Aku tahu," jawabku, senyum miring muncul di bibirku. "Aku sudah memberi mereka peringatan."
"Peringatan?" alis Elias terangkat. "Apa yang kau lakukan?"
Aku tertawa kecil. "Hanya sedikit pertunjukan. Aku membuat mereka berlari ketakutan kembali ke Grom, dengan pesan bahwa Ahlana akan mencabik-cabik pasukan mereka jika mereka berani mengejar."
Elias menatapku aneh, matanya sedikit menyipit. "Kau... ancaman yang cukup unik untuk seorang anak kecil. Dan, sepertinya kau juga memiliki bakat untuk memprovokasi."
[Efek Ras 'Elf Pengembara' Berkurang. Durasi Tersisa: 29 Menit.] [Kecenderungan Kepribadian: Tenang, Bijaksana, Terhubung dengan Alam, Sedikit Sombong, Penilai Cepat.]
"Hanya sedikit bumbu agar hidup tidak membosankan," sahutku, sisi jahil Ahlana mulai merembes kembali. Elias hanya menggelengkan kepalanya pelan, sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Baiklah, tunjukkan jalan ke tempat teman-temanmu. Aku bisa memandu kalian menuju pemukiman tersembunyi para pengembara di sisi lain hutan. Di sana, kalian akan aman untuk sementara."
Kami kembali ke gua tempat anak-anak bersembunyi. Saat Elias, seorang Elf yang tinggi dan anggun, muncul di depan mereka, wajah-wajah kecil itu dipenuhi campuran kekaguman dan ketakutan. Mereka belum pernah melihat Elf secara langsung.
"Jangan takut," kataku, suaraku masih bernada Elf, menenangkan. "Dia teman. Dia akan membantu kita."
Elias mengangguk dengan senyum ramah. "Salam, anak-anak. Aku adalah Elias. Aku datang untuk membantu kalian."
Kael, Lyra, dan yang lainnya perlahan mendekat, rasa lapar dan harapan mengalahkan rasa takut. Elias mengeluarkan sekantong buah kering dan beberapa potong daging asap dari tasnya, membagikannya kepada mereka. Mata anak-anak itu berbinar saat mereka melahap makanan yang jauh lebih baik daripada apa pun yang pernah mereka dapatkan di rawa.
Aku melihat Elias berinteraksi dengan anak-anak. Dia tidak memancarkan aura arogansi seperti beberapa Peri dalam cerita yang pernah kubaca. Dia sabar, menjelaskan tentang hutan, dan bahkan bercanda sedikit. Aku menyadari bahwa di balik semua kekejaman dunia fantasi ini, masih ada kebaikan yang bisa ditemukan. Dan mungkin, ini adalah takdir Ahlana, si bocah yang berubah-ubah: menjadi jembatan antara ras-ras berbeda, sembari mencari tahu siapa sebenarnya dia.
"Terima kasih, Elias," kataku tulus. "Kami berhutang padamu."
Elias hanya tersenyum. "Setiap makhluk hidup berhak atas kebebasan dan kehidupan yang damai. Aku hanya melakukan apa yang benar."
[Efek Ras 'Elf Pengembara' Berakhir. Cooldown: 4 Jam] [Atribut Fisik Kembali ke Normal. Kecenderungan Kepribadian Kembali ke Normal.]
Tiba-tiba, tubuhku menyusut lagi. Pakaian Elfku menghilang, digantikan oleh kulit telanjang Ahlana yang kecil dan kotor. Aku segera berjongkok, menutupi diriku dengan tangan.
"Sialan!" umpatku, kini kembali ke suara cemprengku yang biasa. "Kenapa selalu seperti ini?!"
Elias menatapku dengan mata terbelalak, kali ini ekspresinya benar-benar terkejut. Anak-anak yang tadinya menikmati makanan mereka, kini menahan tawa, beberapa bahkan tersedak. Mereka sudah tahu aku sering berubah, tapi Elias jelas tidak menyangka.
"Kau... kau sungguh..." Elias tak bisa melanjutkan kalimatnya, matanya membelalak tak percaya.
Aku hanya menyeringai kecut. "Selamat datang di duniaku, Elias. Dunia yang penuh kejutan dan... ketelanjangan yang tidak diinginkan."
Elias menghela napas panjang, lalu tertawa kecil. Tawa renyah yang jarang kudengar dari seorang Elf. "Aku rasa," katanya, "perjalanan kita akan menjadi lebih menarik dari yang kuduga." Dia kemudian melemparkan jubah cadangannya padaku. "Pakailah itu, bocah. Kita punya jalan panjang di depan."
Aku meraih jubah itu, memakainya dengan terburu-buru. Meski kebesaran, setidaknya aku tidak telanjang lagi. Petualangan Ahlana, bocah yang terus berubah, dengan rombongan anak-anak budak yang baru bebas, kini akan dipandu oleh seorang Elf pengembara. Perjalanan ini pasti akan penuh komedi, aksi, dan tentu saja, penemuan jati diri.
To be continue......