NovelToon NovelToon
Menuju Sukses Bersama Ayahku

Menuju Sukses Bersama Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:976
Nilai: 5
Nama Author: Monica Wulan

seorang anak perempuan bercita-cita untuk sukses bersama sang ayah menuju kehidupan yang lebih baik. banyak badai yang dilalui sebelum menuju sukses, apa saja badai itu?

Yok baca sekarang untuk tau kisah selanjutnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica Wulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

julid

    Sepulang sekolah, Aisyah dipanggil ke ruang guru oleh Pak Andi, wali kelasnya. Di dalam ruangan yang cukup luas itu, Pak Andi tersenyum ramah, namun tatapannya menunjukkan keseriusan. Di atas meja, berkas-berkas tertata rapi.

"Aisyah, silakan duduk," ujar Pak Andi, menunjuk kursi di hadapannya. Aisyah duduk dengan sedikit gugup, jantungnya berdebar-debar. Ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan Pak Andi.

"Aisyah, saya ingin membahas tentang beasiswa kuliah di kota," kata Pak Andi, memulai pembicaraan. "Saya sudah menerima konfirmasi dari pihak universitas. Mereka sangat tertarik dengan prestasi akademikmu."

     Aisyah mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. Ia sudah membicarakan hal ini dengan ayahnya, dan ayahnya sangat mendukung keputusannya.

"Apakah kamu sudah memikirkan keputusanmu?" tanya Pak Andi, menatap Aisyah dengan penuh harap.

"Sudah, Pak," jawab Aisyah, suaranya sedikit bergetar. "Saya menerima tawaran beasiswa tersebut. Saya sudah izin kepada Ayah saya."

Senyum Pak Andi merekah lebar. "Alhamdulillah! Saya sangat senang mendengarnya, Aisyah. Ini akan menjadi kebanggaan bagi sekolah kita. Kamu adalah siswa yang berprestasi dan berpotensi besar. Kami yakin kamu akan sukses di sana."

     Pak Andi menjelaskan detail beasiswa tersebut. "Beasiswa ini akan menanggung sebagian besar biaya kuliahmu, Aisyah. Namun, ada beberapa syarat yang harus kamu penuhi. Selama nilai akademikmu tetap baik dan kamu tidak melanggar peraturan kampus, beasiswa ini akan terus berjalan. Jika nilai akademismu menurun atau kamu melakukan pelanggaran, maka beasiswa akan dicabut."

Aisyah mendengarkan dengan saksama, mengangguk mengerti. Ia siap untuk menghadapi tantangan tersebut.

"Selain itu," lanjut Pak Andi, "saya akan berusaha mengusahakan bantuan tambahan untukmu, berupa uang tunjangan kuliah. Meskipun tidak sebesar beasiswa, setidaknya dapat meringankan bebanmu."

      Mata Aisyah berkaca-kaca. Ia sangat terharu dengan perhatian dan dukungan yang diberikan Pak Andi. "Terima kasih banyak, Pak Andi," ucapnya, suaranya bergetar karena haru. "Saya sangat berterima kasih atas bantuan dan dukungan Bapak. Saya tidak akan mengecewakan Bapak dan sekolah."

Pak Andi tersenyum, menepuk pundak Aisyah. "Sama-sama, Aisyah. Kami percaya padamu. Kerja kerasmu selama ini tidak sia-sia. Semoga kamu sukses meraih cita-citamu. Jangan ragu untuk menghubungi saya jika kamu mengalami kesulitan."

Aisyah keluar dari ruang guru dengan perasaan lega dan penuh harapan. Ia merasa sangat beruntung mendapatkan kesempatan berharga ini. Ia bertekad untuk belajar lebih giat lagi dan tidak akan mengecewakan orang-orang yang telah mendukungnya.

      Beasiswa ini bukan hanya kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, tetapi juga bukti bahwa kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil. Ia akan selalu mengingat kebaikan Pak Andi dan sekolahnya.

...----------------...

    Aisyah pulang dengan langkah ringan, hatinya dipenuhi kebahagiaan. Ia langsung menuju warung Bude Rita, tempatnya bekerja sambilan. Sementara itu, Pak Ramlan, ayahnya, sedang sibuk membantu warga desa mengumpulkan padi hasil panen. Suasana sore itu ramai dengan aktivitas warga yang bergotong royong. Pak Ramlan, dengan pengalamannya yang bertahun-tahun, memilah-milah padi, memisahkan bulir-bulir yang baik dari yang rusak atau masih menempel batang.

Saat Pak Ramlan sedang fokus memilah padi, Arkan, adiknya yang masih remaja, datang dengan wajah sombong. Ia langsung mengkritik cara Pak Ramlan bekerja.

"Heh Mas, cara kamu itu salah! Harusnya begini…," kata Arkan, dengan nada tinggi dan gestur yang sok tahu. Ia menunjuk-nunjuk padi yang sedang dikerjakan Pak Ramlan, seolah-olah ia lebih paham.

     Pak Ramlan menghentikan pekerjaannya sejenak, menatap Arkan dengan sabar. Ia tahu Arkan memang belajar teori pertanian dari sekolah, tapi dia belum memiliki pengalaman lapangan.

    "Arkan, kamu memang sudah belajar teori di sekolah, tapi ini berbeda. Pengalaman di lapangan itu penting," kata Pak Ramlan, suaranya tenang namun tegas. "Kamu hanya tahu teori, belum pernah merasakan bagaimana tekstur padi yang baik atau yang buruk. Lihat ini," Pak Ramlan menunjukkan beberapa bulir padi yang tampak baik, namun sebenarnya masih menempel batang dan akan mengurangi kualitas beras nantinya.

     "Ini terlihat baik, tapi sebenarnya masih harus dipisahkan. Pengalaman mengajarkan hal-hal detail seperti ini, yang tidak bisa kamu pelajari hanya dari buku."

Pak Ramlan menjelaskan dengan detail, menunjukkan perbedaan padi yang berkualitas baik dan yang kurang baik. Ia menjelaskan tentang teknik memilah yang efisien dan efektif, berdasarkan pengalaman bertahun-tahunnya. Beberapa warga yang ada di sekitar juga mengangguk setuju, mendengarkan penjelasan Pak Ramlan dengan seksama.

     Arkan terdiam, mendengarkan penjelasan detail kakaknya. Ia menyadari bahwa pengalaman lapangan memang berbeda dengan teori yang ia pelajari di sekolah. Wajahnya yang tadinya sombong, kini terlihat sedikit malu. Arkan hanya bisa terdiam, memperhatikan kakaknya yang dengan cekatan dan terampil menyelesaikan pekerjaannya.

     Setelah Pak Ramlan menyelesaikan penjelasannya, seorang warga tua bernama Pak Usman mendekati Arkan. Pak Usman menatap Arkan dengan pandangan yang tajam namun ramah.

     "Pak Arkan, sepertinya kamu iri ya melihat pak Ramlan mendapatkan tugas penting ini dari Pak Kades?" tanya Pak Usman, suaranya lembut namun menusuk. Ia mengamati raut wajah Arkan yang masih terlihat sedikit kesal.

Arkan tersentak, berusaha menyembunyikan rasa tidak nyamannya. "Tidak, Pak! Saya tidak iri. Saya hanya merasa saya yang paling pantas melakukan ini, secara saya kan sekolah tinggi " jawabnya, berusaha terdengar percaya diri, namun suaranya sedikit gemetar.

     Seorang warga lain, Bu Aminah, menyela. "Kalau kamu merasa paling pantas dan pintar, kenapa ladang milik keluargamu sering gagal panen? Banyak yang gagal tumbuh, bahkan yang sudah mau panen pun banyak yang terserang hama," kata Bu Aminah, suaranya datar namun penuh makna. Ia menatap Arkan dengan pandangan yang menilai.

     Pertanyaan Bu Aminah langsung membuat Arkan terdiam. Ia tidak bisa membantah. Ia memang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam bertani, dan ladang keluarganya sering mengalami gagal panen. Teori yang dipelajarinya di sekolah belum cukup untuk mengatasi masalah di lapangan.

Arkan merasa terpojok. Ia tidak bisa lagi beralasan. Wajahnya memerah menahan malu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu, meninggalkan Pak Ramlan dan para warga yang sedang sibuk memilah padi.

     Setelah Arkan pergi, suasana kembali cair. Para warga kembali sibuk dengan pekerjaannya, namun sesekali mereka bertukar canda dan lelucon. Pak Usman menepuk pundak Pak Ramlan.

"Sabar, ya pak Ramlan, menghadapi adikmu yang satu itu. Masih belum berpengalaman tapi sok tahu pula," kata Pak Usman, sambil tertawa kecil. "Kayak paling pintar saja"

    Bu Aminah menambahkan, "Betul pak usman. Mungkin dia lagi belajar jadi 'pakar' pertanian versi Instagram. Teori doang, prakteknya masih belepotan cuakkkss !" Ia tertawa lepas, diikuti tawa warga lainnya.

     Pak Ramlan tersenyum mendengar lelucon para warga. Ia menggelengkan kepala, "Ya sudahlah, Pak buk. Masih baru masih belajar. Semoga dia cepat turun tangan dan mengerti," katanya, sambil kembali memilah padi.

    "Iyalah, nanti kalau udah punya sawah sendiri baru tahu rasanya susah payah bertani, nggak cuma teori doang," sahut Bu Ani, sambil tertawa. "Nanti kalau panennya gagal, baru deh dia minta tolong sama kamu lagi pak !"

    Pak Jono, seorang pemuda yang terkenal jahil, menambahkan , "Mungkin Arkan lagi latihan jadi konsultan pertanian online. Bayarannya mahal, tapi hasil panennya zonk !" Ia menirukan gaya orang yang sedang berbicara di depan kamera, membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.

    Jangan Lupa Like Dan Ikuti ya Readers, biar makin semangat🔥

1
caca
cocok deh adik kakak nggak beres thor
caca
astagah ampunn bik otak mu
caca
bik zulaika sumpah ngeselin /Panic/
Proposal
Bagus Kaka🌟💫, jangan lupa mampir karyaku juga yaa🥰🙂‍↔️
Titus
Karakternya juara banget. 🏆
Monica Wulan: makasih kak udah mampir di cerita baruku
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!