Impian setiap wanita adalah menikah dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Namun takdir berkata lain untuk Azura, gadis cantik yang terpaksa menikah dengan pria pengidap gangguan jiwa demi kepentingan keluarga tirinya.
Meski sang ayah masih hidup, hidup Azura sepenuhnya digenggam oleh ibu tiri yang licik dan kejam. Akankah Azura mampu bertahan dalam pernikahan yang tak diinginkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 14 - Kilas Balik
Azura masih berdiri di sudut ruang lukis sambil mengamati Rangga yang tengah larut dalam sapuan kuas.
Ada sesuatu yang begitu menyedihkan dalam cara Rangga melukis. Bukan hanya karena lukisannya, tapi karena raut wajahnya yang kosong, seperti menggali sesuatu yang pernah hilang.
Lalu, pandangan Azura terhenti pada salah satu lukisan yang diletakkan terbalik dan ditutupi kain lusuh.
Entah dorongan dari mana, Azura pun memberanikan diri melangkah pelan untuk mendekati lukisan yang tertutup itu.
Namun sebelum membuka kain lusuh tersebut, Azura sempat melirik ke arah Rangga yang tampaknya tidak memperhatikan.
Dengan hati-hati, ia menarik kain penutup itu dan tertegun saat melihat isi dari lukisan itu, yaitu wajah seorang wanita.
Wanita dalam lukisan itu, cantik, lembut, dengan sorot mata yang sendu. Gambar itu terlukis sangat nyata seolah hidup.
Namun, bagian wajah wanita itu tampak belum selesai, matanya buram, seperti dilap atau sengaja dihapus. Tidak hanya itu, di balik keindahannya, lukisan itu terasa... hampa.
“Siapa dia…?,” gumam Azura.
Tiba-tiba...
\=\=\=\=\=\=\=\=
Kilas balik
Hujan deras telah mengguyur halaman sebuah rumah megah di masa lalu. Seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar 7 tahun sedang bersembunyi di balik sofa sambil menutupi telinganya.
Bukan karena tanpa sebab anak itu melakukannya. Ia merasa tidak tahan mendengar suara teriak-teriak dari arah dapur. Suara seorang wanita yang tak lain adalah ibunya, yang tengah menangis dengan histeris.
“Kamu pikir aku bisa hidup denganmu begini terus?! Kau gila! GILA!,” teriak ibu sang anak.
“Jaga mulutmu, Maya! Jangan buat anak kita jadi saksi atas kegilaanmu!," teriak sang ayah.
“Lihat dirimu! Obatmu itu, doktermu itu, kamu pikir semua bisa menutupi siapa kamu sebenarnya?!,” teriak sang ibu lagi.
PRANGG!!
GUBRAKKK!!
Suara pecahan kaca. Suara kursi terguling menggema di ruangan yang besar itu. Lalu seketika hening.
Anak laki-laki itu, yang merupakan Rangga kecil, kini menatap ke arah ruang tengah dengan mata yang ketakutan dan tubuh yang gemetar. Lalu tiba-tiba...
BRAKK!!
Ibunya terjatuh dengan mulut yang berdarah. Sedangkan ayah Rangga berdiri dengan napas yang memburu dan tinjunya yang terkepal.
Ketika sadar ada sepasang mata kecil yang menyaksikan, ayah Rangga hanya bisa diam terpaku lalu berkata, “Rangga jangan lihat… jangan—”
Tapi sudah terlambat.
Wajah kecil Rangga nampak dipenuhi teror. Dan hari itu, hatinya retak untuk pertama kali.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Kembali ke masa sekarang...
“Dia ibunya…” gumam Azura seraya menatap lukisan wanita yang belum selesai itu. “Rangga melukis wajah ibunya…”
Tiba-tiba Azura mendengar suara langkah yang mendekat. Azura pun menoleh dan melihat Rangga yang sudah berdiri di belakangnya.
"Rang- Rangga, maaf... Aku hanya...."
Namun Rangga tidak merespon. Matanya hanya lurus ke arah lukisan yang tadi ditutupi kain lusuh. Untuk sesaat, wajahnya tampak lembut lalu berubah menjadi serius.
Rangga lalu mendekatkan wajahnya ke lukisan itu, dan dengan suara sangat pelan, ia berkata, “Dia hilang… karena aku.”
"Rangga, itu bukan salahmu...," bujuk Azura.
Tapi Rangga tidak menjawab. Lalu dengan tangan yang gemetar ia memegang sisi kanvas dan menariknya kasar hingga lukisan itu jatuh.
“Dia bilang aku monster… mereka semua pergi… semua…!!!” teriak Rangga.
Azura menatap wajah Rangga yang kini berubah dan menakutkan. Lalu perlahan ia mendekat dan memegang lengan Rangga dengan lembut.
Azura tahu ini berisiko… tapi untuk pertama kalinya ia ingin mencoba menyembuhkan, bukan hanya sebagai istri terpaksa… tapi sebagai seseorang yang mulai peduli.
“Kamu tidak sendiri, Rangga… Sekarang tidak lagi," ucap Azura.
Untuk sesaat, Rangga hanya diam. Namun… air matanya tiba tiba jatuh. Satu tetes dan tanpa suara.
**
Azura masih berdiri dekat Rangga dengan harapan bahwa ia bisa memenangkan pria yang labil itu. Ia menatap wajah Rangga dengan hati yang pilu. Tapi harapan itu hanya bertahan sebentar.
"Argh!!."
Tiba-tiba, Rangga menggeram. Tangannya lalu memegangi kepalanya seakan kesakitan. Nafasnya mulai memburu. Mata tenangnya menjadi liar seperti binatang yang terluka.
"Berisik… Berisik!! Mereka berteriak lagi… JANGAN BICARA!!."
Melihat Rangga yang mulai tak terkendali, Azura pun mundur satu langkah, tapi tetap mencoba bersikap tenang. Lalu, ia berusaha mendekati Rangga kembali dan meraih lengannya.
"Rangga… Tidak ada siapa-siapa. Aku di sini… Tenang…"
Namun, suara-suara di kepala Rangga seolah semakin membuatnya kacau sehingga memukul-mukul kepalanya sendiri.
Matanya kini merah, wajahnya pucat dengan urat-urat yang menegang di sisi pelipisnya.
"Diam!!! Jangan menatapku begitu!! Aku bukan MONSTER!!!," teriak Rangga.
Azura nyaris berkata sesuatu lagi, tapi belum sempat kata itu keluar dari bibirnya, tiba-tiba...
BRUKK!!
Dengan kekuatan yang mengejutkan, Rangga mendorong tubuh Azura dengan sangat keras ke arah rak lukisan di samping mereka.
Azura pun terhuyung dan menghantam sudut rak logam yang tajam. "AAHHK!!" jerit Azura.
Tubuhnya terjatuh ke lantai dengan tangan tertekuk dalam posisi yang salah. Luka di lengan kanannya menganga dengan darah yang mengucur deras.
Dahinya pun membentur lantai dan langsung berdarah. Rasa nyeri yang luar biasa membuat Azura tidak mampu berkata apa pun hingga matanya mulai mengabur.
"Ra… ngga…"
Namun Rangga tidak melihat ke arahnya. Ia tetap berdiri di tengah ruangan sambil menggeram dan mencakar-cakar udara seolah melihat sesuatu yang tak kasat mata.
"Kalian semua BOHONG!! Pergi dari kepalaku!!! PERGI!!!," teriak Rangga.
Sedangkan Azura, ia kini tergeletak di lantai dengan napas yang lemah. Darah dari dahinya pun mulai membentuk genangan yang kecil hingga matanya pun perlahan menutup dan tidak sadarkan diri.
Beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki beberapa orang yang berlari dari arah lorong dan segera memburu Azura.
"Nona Azura?! Nona—ASTAGA!!"
"Panggil dokter! Cepat!!"
Seketika suasana menjadi panik. Dua penjaga langsung menarik Rangga yang masih menjerit dan menggila, sementara dua lainnya mengangkat tubuh Azura dengan sangat hati-hati.
"Hati-hati! Lengan kanannya sepertinya retak!," seru salah satunya.
"Dahinya juga sobek, darahnya pun tidak berhenti!," sahut yang lain.
Saat tubuh Azura diangkat dan dibawa keluar ruangan, tetesan darahnya jatuh satu per satu di lantai ruang lukis.
Sementara Rangga, yang masih ditahan dua penjaga tiba-tiba berhenti berteriak. Ia melihat sekilas jejak darah itu dan seketika diam.
"Kenapa… dia berdarah?," gumam Rangga.
Namun sebelum ada kesadaran penuh muncul, suntikan dari salah satu perawat membuat tubuh Rangga melemah dan ia pun ambruk dalam pelukan penjaga.
~ Waduh!! Bagaimana dengan keadaan Azura ya?? ~
BERSAMBUNG...
tambah lagi doooooooong