NovelToon NovelToon
Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Valdris Academy : Rise Of The Fallen

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Teen School/College / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:995
Nilai: 5
Nama Author: Seojinni_

Akademi Valdris. Medan perang bagi calon jenderal, penasihat, dan penguasa.

Selene d’Aragon melangkah santai ke gerbang, hingga sekelompok murid menghadangnya.

"Kau pikir tempat ini untuk orang sepertimu?"

Selene tersenyum. Manis. Lalu tinjunya melayang. Satu tumbang, dua jatuh, jeritan kesakitan menggema.

Ia menepis debu, menatap gerbang Valdris dengan mata berkilat.

"Sudah lama... tempat ini belum berubah."

Lalu ia melangkah masuk. Jika Valdris masih sama, maka sekali lagi, ia akan menaklukkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#8 - Bahaya Yang Mengintai

"Gideon, lama tidak bertemu."

Cassian menyapa dengan nada santai. Hening sejenak sebelum Gideon turun dari kudanya dan memeluk temannya. Meski sudah lama tidak bertemu, mereka tetap bertukar kabar sesekali.

"Selene, ayo turun," ajak Isolde.

"Hmm..."

Mereka berdua turun dari kereta. Isolde langsung menyapa Cassian. Meskipun mereka berteman sejak lama, hubungan mereka sudah berjarak setelah Cassian menjadi seorang Duke.

"Isolde... Lama tidak bertemu, kau terlihat awet muda."

Sebelum Isolde sempat menjawab, suara cekikikan tertahan terdengar.

"Pfft..."

Cassian menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang gadis muda menahan tawanya dengan susah payah. Alisnya berkerut. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Gadis itu tampak familiar... terutama cara dia menertawakannya.

"Ah, Cassian, ini putriku. Selene," kata Gideon.

DEG!

Selene? Selene Everhart...

Ada satu orang di dunia ini yang selalu menertawakannya tanpa takut mati—dan itu adalah Selene Everhart.

"Jadi, kau menamai putrimu Selene?" Cassian bertanya, matanya menyipit.

"Ya, aku harap dia bisa tumbuh kuat dan membanggakan seperti Selene Everhart," jelas Gideon.

Selene tersenyum kecil. Itu pemikiran yang bagus. Setidaknya, itu yang dia ingin percayai.

Tapi Cassian hanya mendengus. "Gideon, aku kira kau tidak khawatir putrimu akan sedikit... liar seperti Selene?"

Senyum Selene langsung memudar. Dia mengertakkan giginya. Liar? Beraninya dia berbicara seperti itu di hadapannya? Apa dia lupa berapa kali dulu dia dipermalukan olehnya?

Di sisi lain, Isolde justru tertawa, melihat perubahan ekspresi putrinya.

"Ayah..."

Selene akhirnya buka suara, suaranya terdengar penuh keluhan. "Siapa pria tua ini?"

"Pfft—ahahaha!"

Isolde kali ini tertawa terbahak-bahak. "Putriku, apa kau tahu? Duke Cassian Rosenthal adalah pria tertampan dan idaman para gadis."

Selene menaikkan satu alis. "Setelah Regis Vermillion?" tanyanya dengan polos.

Tawa Isolde semakin keras.

Gideon hanya menggelengkan kepala. "Ayo masuk ke dalam."

Mereka akhirnya melangkah masuk. Isolde sempat menyarankan Selene untuk beristirahat, tapi gadis itu bersikeras ingin tetap bersama ayahnya.

Gideon bangga melihat betapa putrinya menyayanginya.

Setelah sedikit basa-basi, Cassian akhirnya menyampaikan tujuan utamanya. Dengan nada serius, dia berkata,

"Kaisar Magnus memerintahkanku secara pribadi untuk membawamu kembali. Lima belas tahun sudah cukup lama, Gideon."

Isolde menatap suaminya, yang hanya diam. Gideon merasakan tatapan itu dan menggenggam tangan istrinya erat.

"Awalnya, aku tidak ingin kembali," katanya pelan. "Aku ingin menjauhkan keluargaku dari pertempuran yang tidak perlu."

"Tapi kejadian kemarin membuatku sadar... di mana pun kami berada, jika ada orang yang berniat buruk, kami tetap akan terlibat."

Cassian menatapnya lekat. "Jadi, apa keputusanmu?"

Gideon menarik napas dalam. "Aku akan kembali... jika Kaisar bisa memberitahu siapa bajingan yang mencoba mencelakai keluargaku."

Cassian menghela napas. Sebelum datang ke sini, dia sudah mendengar tentang percobaan pembunuhan terhadap Gideon. Dan seperti yang Gideon sadari, serangan itu pasti berkaitan dengan Istana.

"Baiklah," Cassian mengangguk. "Aku akan memastikan Kaisar memenuhi janjinya."

Di sudut ruangan, Selene menguping pembicaraan mereka.

Gadis itu mengerutkan kening, menganalisis dengan cepat. Jika percobaan pembunuhan ini terkait dengan Istana, maka faksi pangeran lainlah yang mencoba membunuh keluarganya.

Ayahnya dikenal sebagai Tangan Besi, tangan kanan Selene Everhart yang terkuat dan dikagumi rakyat. Dengan Selene Everhart sudah tiada, ayahnya adalah kandidat terbaik untuk mendukung putra mahkota, Lucian.

Dan Magnus Ignis... kau cukup pintar sekarang.

Tapi—tunggu. Jika begitu... aku punya ide yang lebih baik.

"Ayah..."

Selene kini berbicara lebih manis. "Apakah Paman ini orang yang Ayah ceritakan sebelumnya?"

"Benar. Dulu kami disebut Lima Pilar," jelas Gideon.

"Jadi, kalian dulu berasal dari akademi yang sama?"

"Ya. Cassian dan Magnus ada di kelas senior. Aku dan Selene ada di kelas awal, bersama Regis."

Cassian menatap Selene. Rasa tidak nyaman kembali menghantuinya. Gadis ini... dia mirip Selene Everhart. Bahkan cara bicara dan tatapannya...

"Isolde, berapa umur putrimu?"

"Dia lima belas tahun."

Cassian menyipitkan mata. "Apa dia sudah masuk akademi?"

"Aku berencana memasukkannya ke Akademi Eden, dekat sini," jawab Isolde.

Cassian mengernyit. "Kenapa tidak ke Valdris?"

"Valdris tidak sama seperti dulu," jawab Isolde tegas. "Aku tidak ingin putriku terjebak dalam permainan kotor para bangsawan."

Gideon memeluk tangan istrinya. Dia setuju. Valdris mungkin terlihat megah dari luar, tetapi hanya mereka yang pernah bersekolah di sana yang tahu kebusukan yang tersembunyi di baliknya.

Dulu, Selene Everhart menghancurkan kebusukan itu. Tapi setelah kematiannya, semuanya kembali seperti semula.

"Aku suka itu."

Selene menyilangkan tangan, senyumnya penuh arti. Bukan karena ingin mengenang masa lalu. Tapi karena dia butuh kebebasan.

Dia harus mencari tahu siapa yang mengkhianatinya. Dia juga masih sangat membenci sistem bangsawan yang busuk.

"Selene, pikirkan baik-baik," suara Gideon terdengar lebih serius. "Ibukota, terutama Valdris, sangat berbeda dari dunia yang selama ini kau lihat. Mereka kejam."

"Ayah, percayalah padaku."

Tatapan Selene berkilat penuh keyakinan. "Lagipula... bukankah ada Pilar Kelima di sana?"

Cassian memicingkan mata, tapi Selene hanya tersenyum manis.

Si gila Regis ada di sana... tapi sistem hierarki masih busuk? Apa saja yang dia lakukan selama ini?!

"Baiklah, kita pikirkan itu nanti," kata Gideon akhirnya.

Cassian menghela napas dan bersiap pergi. Tapi sebelum masuk ke dalam keretanya, dia menoleh ke Gideon.

"Gideon, aku tahu penyesalanmu," katanya pelan. "Tapi Selene tidak akan menyukainya. Kau tahu itu, kan?"

Gideon terdiam, menatap kosong.

"Kurasa aku sudah bebas dari rasa bersalah," katanya akhirnya. "Tapi nyatanya, itu masih membekas."

Cassian menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas.

"... Jujur saja, kenapa kau menamai putrimu Selene?"

Gideon tersenyum kecil. "Bukankah alasannya sudah aku katakan? Aku ingin putriku sekuat Selene."

Cassian mendengus. "Yah, tapi kurasa... putrimu benar-benar mirip Selene."

"Hahaha, kurasa kau benar," jawab Gideon ringan.

Cassian akhirnya naik ke keretanya.

"Baiklah, aku pergi."

"Ya, hati-hati di jalan. Sampaikan salamku pada Kaisar."

***

Setelah Cassian pergi, keheningan menyelimuti rumah keluarga Gideon. Isolde melirik suaminya yang masih termenung di depan pintu, sementara Selene menatap punggung ayahnya dengan ekspresi sulit ditebak.

Gideon menghela napas panjang. "Cassian benar, aku tidak bisa terus terjebak dalam masa lalu..."

Selene menatapnya, mata keemasan gadis itu berkilat tajam. "Ayah, jika kau benar-benar ingin kembali, jangan ragu. Aku akan memastikan tidak ada yang berani menyentuh keluargaku."

Gideon tersenyum kecil, lalu mengusap kepala putrinya. "Kau semakin mirip dengannya..."

Namun, tak seorang pun menyadari bahwa di kejauhan, di sudut hutan dekat kediaman Gideon, sesosok berjubah hitam berdiri diam. Sosok itu mengamati rumah mereka dalam senyap, seolah memastikan sesuatu.

Sejenak, angin berembus pelan, menerbangkan daun-daun kering di sekelilingnya.

Lalu, dalam sekejap mata—sosok itu menghilang.

1
Maria Lina
yg lama aj blm tamat thor buat cerita baru lgi hadeh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!