Citraleka yang sedang berjuang untuk kesembuhan neneknya dikejutkan dengan sebuah penawaran dari seorang pria kaya yang memintanya untuk melahirkan seorang anak untuk pria itu dengan imbalan biaya untuk perawatan neneknya yang sedang menderita penyakit komplikasi.
"Berikan aku seorang anak, maka aku akan membiayai pengobatan nenekmu. " - Davidson fernandez.
Citra tak habis pikir bagaimana bisa seorang pria beristeri yang memiliki image baik bisa mengucapkan kata-kata itu dengan mudah dan akankah ia menerima tawaran sang pria yang memiliki istri seorang supermodel itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Kau pikir aku akan mempercayai ucapan yang keluar dari mulut kotor mu itu, hah?! " Hardik Flora, dengan wajah memerah padam menampung amarah, tangannya sudah terangkat hendak memberikan tamparan pada Citra, sehingga gadis itu spontan menghindar dan menutup mata.
Namun sampai seperkian detik kemudian, tidak ada yang terjadi hingga membuat Citra keheranan dan perlahan membuka matanya kembali. Sepasang mata coklatnya membulat ketika tahu ternyata ada tangan seorang pria yang menahan pergerakan Flora, ia sontak menoleh kepada pria itu.
"Beraninya kau bawahan rendahan, menghentikan ku! " berang Flora pada pria itu yang ternyata adalah Marlon.
Citra sendiri terkejut dengan kehadiran sekretaris David tersebut, ia tidak tahu sejak kapan pria itu di sini. Sementara Flora semakin marah karena Marlon yang enggan melepaskan tangannya.
"Lepaskan Marlon! " Flora berteriak, barulah Marlon melepaskan tangannya.
Flora menatap Marlon penuh kebencian. "Sebenarnya kau ini berpihak pada siapa hah? aku lah istri sah tuan mu, bukan dia yang hanya seorang gundik! "
"Maaf nyonya, saya tidak berpihak pada siapa- siapa, tapi tuan sudah menugaskan saya untuk menjaga nona Citra. " tutur Marlon dengan penuh kehati- hatian karena tahu bagaimana watak Flora.
"Persetan! " teriak Flora, seperti orang yang sedang kerasukan. "Kau!" tangannya terangkat, dia hendak menyerang Citra kembali namun Marlon segera menengahi, kini pria itu berdiri di tengah-tengah dua wanita tersebut. sementara Citra tertegun, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Semua yang terjadi begitu mendesak dan membingungkan untuk nya, namun dia berusaha tetap tegar.
Flora menyorot tajam ke wajah Marlon, dia kesal karena asisten suaminya itu sangat membela gundik di depannya ini, padahal ada dirinya yang jelas sebagai istri sah. Mata wanita itu lalu berpindah kepada citra, menatap dengan begitu benci.
"Ku peringatkan sekali lagi jallang, wanita seperti mu sama sekali enggak pantas berada di sisi David, jadi jangan pernah bermimpi untuk merebut nya dari ku! "
Citra menggeleng. "Apa yang Anda pikirkan sama sekali gak benar. Kami hanya menjalankan kesepakatan, dan itu semua saya lakukan demi nenek saya yang sedang terbaring sakit. "
Wanita itu melotot, lalu melangkah lebih dekat. "Demi nenek? waw alasan yang sangat mulia, sampai-sampai kau ingin di nikahi agar mendapatkan status sebagai seorang istri walaupun hanya sirih. Apa itu bisa di sebut demi nenek? " Sentak Flora dengan tangannya mencengkram kuat lengan citra, Marlon yang ingin memisahkan juga tidak luput dari bentakan wanita itu.
"Dan lagi, orang seperti mu tidak akan pernah mendapatkan tempat di hidup David. Dia sudah punya semuanya-- kekayaan, status, dan terutama aku, sebagai istri sahnya! jadi jangan pernah berani untuk merubah apapun! " Ujarnya dengan penuh penekanan dan setelah itu ia menatap tajam kepada Marlon dan citra secara bergantian, Flora pergi dengan sendirinya setelah merasa amarahnya untuk kali ini telah terluapkan. Marlon hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan sesaat setelah kepergian sang nyonya. Sementara citra yang masih syok hanya mampu berdiam di tempat. Marlon yang menatap iba lantas menghampiri.
"Nona, apa anda baik- baik saja? " tanya Marlon yang prihatin namun citra hanya menoleh sekilas lalu mengangguk pelan.
"Aku baik- baik saja, " katanya lalu berjalan dengan cepat pergi masuk ke dalam rumah. Marlon hanya mampu menatap kepergian citra dengan sorot sendu, menggeleng pelan lalu ia pun menyusul pergi untuk melaporkan pada sang tuan. Tadinya dia kesini untuk menanyakan apakah citra ingin makan malam atau tidak di luar, karena David berkata akan pulang dan meminta nya untuk menjemput citra, namun karena kedatangan Flora yang tidak terduga semuanya jadi berantakan.
Sementara citra berjalan cepat menuju ke dalam kamarnya, lalu setelah masuk ia menutup rapat- rapat pintu kamar.
Tubuh citra seketika merosot ke bawah, membelakangi pintu, ia menekuk kedua lututnya, melipat tangan sebagai tumpuan dan menangis sejadi-jadinya di sana. Bukan karena ia lemah tapi citra ingin menumpahkan segala keluh kesah yang selama ini ia tahan dalam tangisan.
"Pellakor! "
"Jalaang! "
"Gundikk! "
Kata-kata itu seolah terngiang di kepalanya, seperti lebah yang tak ingin pergi, Citra menutup telinganya rapat- rapat, enggan untuk mendengar kata- kata hinaan itu lebih lama lagi.
Andaikan saja waktu itu dia tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, mungkin saja semua ini tidak akan terjadi.
Dia kembali teringat satu bulan yang lalu saat dokter memintanya untuk melunasi biaya administrasi perawatan neneknya namun saat itu Citra sama sekali tak ada tabungan, dan biayanya juga tidak sedikit. Dan ia ingat kembali bagaimana pihak rumah sakit meminta nya untuk melunasi administrasi segera agar neneknya dapat di operasi.
"Ibu Citra, rumah sakit ini bukan panti jompo apalagi badan amal, jika anda tidak segera melunasi biaya administrasi, mohon maaf rencana operasi nenek anda tidak bisa dilanjutkan. "
"Saya mohon dok, beri saya waktu satu bulan untuk mencari uangnya, beri saya keringanan. "
"Baiklah kami akan memberikan waktu sampai bulan depan, tapi jika anda tidak juga melunasi administrasi maka mohon maaf nenek anda harus mengosongkan ruangan. "
Di situlah titik paling terendah dalam hidup Citra, dan di saat itu juga dia bertemu dengan Davidson, yang seolah sudah sangat tahu tentang keadaan neneknya dan memberikan kesepakatan yang tak pernah Citra duga. Harus ada harga yang di bayar untuk kesembuhan nenek nya dan keadaan citra yang saat itu sangat genting seolah tak bisa berkutik di hadapan David, dan tanpa pikir panjang menerimanya tanpa memikirkan konsekuensinya.
Sekarang, setelah tahu dia di bohongi dan ternyata istri pria itu sangat murka dengan kehadiran nya, Citra merasa sangat bersalah. Menjadi orang ketiga bukanlah keinginannya meski tanpa sengaja tapi tetap saja ada hati yang tersakiti.
Sekarang Citra merasa dilema, haruskah ia menyudahi kesepakatan ini dengan konsekuensi yang akan di terimanya dari David juga mempertaruhkan keselamatan neneknya ataukah dia tetap bertahan dengan segala kesakitan ini.
Citra menarik napas panjang, menangkup wajahnya dengan kedua tangan. "Ayah, ibu andai kalian masih ada, aku tidak akan merasa sendiri dan menderita seperti ini, " jerit hatinya penuh nelangsa.
Di luar Marlon masih berjaga di sekitar rumah, setelah melaporkan kejadian hari ini pada tuannya dan David bilang akan datang, Marlon masih tetap di sini untuk menjaga citra meski wanita itu enggan untuk keluar dari kamarnya.
Di luar langit sudah menghitam, pertanda malam sudah tiba. Marlon yang merasa khawatir mencoba untuk mengetuk kamar Citra.
Tok!
Tok!
"Nona, saya harap anda baik- baik saja. "
Tidak ada jawaban, hening.
"Nona, jika anda lapar saya bisa menyiapkan makanan. "
Namun sama sekali tidak ada sahutan, Akhirnya Marlon hanya bisa pasrah sampai menunggu tuannya datang.
******
di tunggu up nya
🙏🙏🙏
di ceraikan oleh David
dan Citra hamil...
lanjut thor ceritanya
suka sama Flo...
dilema
akankah Citra
langsung Hamidun
dengan sekali tendang...
lanjut thor ceritanya
si tunggu up nya