NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella-nya

Bukan Cinderella-nya

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua / Pembantu
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nitzz

Nathaniel Alvaro, pewaris muda salah satu perusahaan terbesar di negeri ini, hidup dalam bayang-bayang ekspektasi sang ibu yang keras: menikah sebelum usia 30, atau kehilangan posisinya. Saat tekanan datang dari segala arah, ia justru menemukan ketenangan di tempat yang tak terduga, seorang gadis pendiam yang bekerja di rumahnya, Clarissa.
Clarissa tampak sederhana, pemalu, dan penuh syukur. Diam-diam, Nathan membiayai kuliahnya, dan perlahan tumbuh perasaan yang tak bisa ia pungkiri. Tapi hidup Nathan tak pernah semudah itu. Ibunya memiliki rencana sendiri: menjodohkannya dengan Celestine Aurellia, anak dari sahabat lamanya sekaligus putri orang terkaya di Asia.
Celeste, seorang wanita muda yang berisik dan suka ikut campur tinggal bersama mereka. Kepribadiannya yang suka ikut campur membuat Nathan merasa muak... hingga Celeste justru menjadi alasan Clarissa dan Nathan bisa bersama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nitzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Campur Tangan Seorang Tamu

"Eh, kenapa sih piring-piring makan malam ini warnanya beda-beda gitu? Harusnya matching dong. Masa ada yang putih, biru, sama motif ayam?"

Celeste berdiri di dapur, tangan bertolak pinggang, menatap kabinet seperti sedang mengaudit rumah dinas presiden. Clarissa yang sedang mengelap sendok hanya tersenyum sopan.

“Memang begitu dari dulu, Mbak. Piringnya campur,” jawabnya pelan.

"Ya ampun, itu dia masalahnya. Harus dibenerin! Tante Madeline tuh seleranya bagus, masa biarin dapur kayak warung tepi jalan?" Celeste menengadah seperti mengadu ke langit-langit dapur.

Clarissa tetap diam, tak tersinggung sedikit pun. Ia bahkan menyodorkan lap tangan bersih ke Celeste. “Kalau mau bantu, ini lap yang bersih.”

Celeste mengambilnya sambil terkekeh. “Aku bantuin ya, sekalian bikin dapur ini glow up.”

Di ruang keluarga, Nathan menceloskan tubuhnya ke sofa seperti baru saja melewati perang dunia keempat. Baru juga seminggu Celeste tinggal, suasana rumahnya sudah seperti ikut program renovasi rumah dadakan.

“Masalah piring aja bisa bikin seminar,” gumamnya sambil menyalakan TV. Tapi bahkan suara iklan sabun pun tak bisa menutupi suara Celeste yang mengomel ringan dari dapur.

Besoknya, Celeste ikut mengatur menu sarapan. Menu pagi yang biasanya roti dan telur, mendadak berubah jadi bubur quinoa dengan topping alpukat dan seledri Jepang.

Madeline: “Wah, sehat sekali!”

Nathan: “Ini... bubur bayi?”

Celeste nyengir. “Ini tren breakfast di Korea, tahu. Coba aja dulu, Nath.”

Nathan menatap bubur hijau pucat itu seolah sedang diancam racun. Tapi karena ibunya menatap penuh harap, ia akhirnya menyendok satu suap. Dan... tidak enak.

“Rasanya kayak makan rumput yang sudah disapu,” desisnya sambil minum air putih tiga gelas berturut-turut.

Clarissa hanya tertawa kecil dari dapur, melihat ekspresi Nathan. Ia tidak ikut sarapan karena sudah tahu gaya lidah Celeste terlalu high maintenance untuk rumah Alvaro.

*

Hari-hari berikutnya, Celeste makin aktif.

Ia mengganti gorden ruang tamu (“Yang lama warnanya bikin depresi”), menata ulang rak buku (“Kenapa ada novel detektif sebelah majalah resep kue?”), bahkan mengusulkan penggantian pel lantai yang katanya “kurang estetik di foto”.

Setiap kali Celeste muncul dengan ide barunya, Nathan merasa seperti rumahnya sedang dikudeta.

"Ini rumah siapa, sih?" gerutunya saat mendapati sepatu kerjanya dipindah ke rak warna pastel yang “lebih kekinian.”

Namun, meskipun Celeste sering sok tahu, kadang-kadang... dia juga benar.

Seperti waktu ia menegur tukang taman yang salah memangkas bunga ibunya.

“Aturannya bukan dipotong miring, Mas. Ini mau dibonsai atau dibantai?” katanya sambil merebut gunting tanaman dari tangan si tukang.

Dan benar saja, setelah Celeste turun tangan, taman yang biasanya biasa-biasa aja, jadi terlihat seperti halaman rumah dalam majalah dekorasi.

Nathan kesal, tapi terpaksa mengakui dalam hati: Oke, yang ini dia bener... tapi cuma yang ini doang.

*

Clarissa tetap menjadi penonton diam dari semua perubahan yang terjadi. Ia tak pernah mengeluh, tak pernah bersuara, hanya menjalani semua tugas seperti biasa.

Bahkan saat Celeste ikut memutuskan tata letak dapur, Clarissa hanya mengangguk dan mengikuti. Tidak menentang, tidak menyinggung. Seolah tahu dirinya hanya figuran dalam drama yang belum tahu arah naskahnya.

Celeste memperhatikannya diam-diam. Kok bisa ya, anak ini tenang banget? pikirnya. Kalau aku jadi dia, udah kubikin adegan sinetron.

Tapi Clarissa bukan Celeste. Ia lebih suka diam. Diam yang panjang. Diam yang menyimpan sesuatu.

*

Suatu sore, Nathan baru pulang dari kantor, melepas jas dan menaruh laptop. Baru saja duduk, Celeste datang membawa proposal renovasi taman belakang.

“Nath, kamu sibuk?”

“Banget.”

“Yah, padahal aku mau kasih lihat rencana desain taman kecil buat spot ngopi.”

Nathan menatapnya tajam. “Celeste, kamu tamu di sini. Tamu nggak seharusnya ngatur-ngatur rumah orang.”

Celeste tidak marah. Ia malah duduk santai di ujung sofa. “Tapi aku kan bukan tamu biasa. Aku putri dari sahabat ibumu. Plus, aku niat bantu, bukan ganggu.”

“Niat bantu atau cari perhatian?”

Seketika suasana hening. Clarissa yang sedang membersihkan vas bunga di dekat pintu terdiam.

Celeste tidak membalas langsung. Ia tersenyum datar, bangkit dari sofa, dan berkata, “Oke, noted.”

Kemudian ia berjalan pergi, meninggalkan Nathan yang merasa entah kenapa... bersalah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!