NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:267
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

"Sudah kak, ikut kami saja!" ajak Aisha lagi. Belum sempat aku menjawab tangan ini di tarik paksa. Sampai pada akhirnya aku tidak bisa menolak.

Kini mobil pajero putih berjalan membelah jalanan yang masih tampak sepi, aku menatap ke arah luar jendela. Menghalau rasa sesak di dada. Hanya suara canda tawa Azam juga Aisha yang menjadi melodi perjalanan ini. Aku meringis menyaksikan pemandangan itu, mencoba abai pada rasa sakit yang datang tiba-tiba.

"Mas, gantian dong nyetirnya, aku capek ini!"

"Kalau capek ini Mas suapin coklat biar jadi amunisi kamu."

"Nggak lucu, gantian ya! Udah pegal ini tanganku!"

"Baiklah tuan putri, sini biar pangeranmu yang gantian menyetir!"

Sekilas kenangan waktu kami study tour ke Yogyakarta hadir di benakku. Aku dan Azam memilih menyewa mobil, lantaran aku yang akan mabuk darat jika naik bus.

Masa lalu memang indah untuk di kenang. Namun, tidak untuk di ulang. Status Azam adik iparku dan akan begitu untuk selamanya. Air mata tanpa aba-aba mulai menetes, buru-buru aku menghapusnya agar tidak di ketahui Aisha juga Azam.

Rasa ini ingin aku jadikan seperti debu saja, yang sekejap hilang di terpa angin. Menguap di udara dan tidak tersisa sedikitpun.

Aku terhenyak saat tiba-tiba mobil berhenti di depan rumah sakit. Ingin aku bertanya, tapi Aisha terlebih dahulu bicara.

"Mas anterin Kak Alisha dulu ya! Nanti balik lagi ke sini." ucap Aisha pada Azam.

"Kakak turun di sini, Aisha! Bisa sambung taksi online saja,"tolakku.

Nggak mungkin aku hanya berdua di mobil. Saat aku akan bersiap turun dari mobil, Aisha kembali berucap.

"Udah Kak, biar di antar Mas Azam saja! Biar kalian akrab seperti patung. Toko buku juga tidak jauh lagi kok! Mas Azam juga bukan orang asing adik kakak juga!" tutur Aisha.

Bagaimana aku menjelaskan pada Aisha jika aku menghindari suaminya? Tak perlu untuk akrab kembali, biarlah seperti patung yang diam tanpa pergerakan juga ekspresi. Namun, menyimpan banyak rahasia.

Mobil kembi melaju, pandanganku tetap terarah ke luar jendela. Matahari telah sempurna menampilkan senyumannya. Hanya ada kebisuan di antara aku juga Azam, sama-sama larut dalam pikiran masing-masing.

Lima belas menit yang terasa satu tahun. Andai tidak ada dinding pembatas yang terbangun megah dan kokoh tentunya akan terasa cepat perjalanan ini. Aku lekas beristighfar tidak ingin terjebak dengan kata 'andai' yang membuatku akan semakin terluka.

"Neng.."

Suara bariton Azam menyadarkan aku dari lamunan. Ternyata kami telah sampai di toko buku.

"Makasih Gus, aku turun sekarang!" ujarku. Ingin aku segera berlari menjauh dari sini, tidak ingin isi hatiku di tebaknya. Aku berkali-kali mencoba membuka pintu namun susah karena kuncinya masih belum terbuka.

"Gus, pintunya tolong di bu-"

"Aku minta waktu lima menit saja, Neng! Apa bisa?" tanya Azam menyela ucapanku. Lidahku mendadak kelu, tidak bisa berkata iya atau tidak. Allah, hentikan waktu detik ini juga. Kemudian aku ke masa lima tahun lalu, saat pertama kali bertemu dengannya. Namun, semua itu tak mungkin terjadi karena waktu adalah hal yang tak bisa di beli dan di ulang kembali.

"Aisha sudah menunggumu, Gus! Jangan buat dia berpikir yang tidak-tidak!" ucapku setelah beberapa saat terdiam.

"Tolong buka kuncinya, Gus!" pintaku kedua kalinya. Gemuruh di dada mulai melanda Azam tetap menatap lurus ke depan. Meski dia mengajak aku berbicara tapi dia tidak menoleh padaku. Cukup kami tahu, mata adalah panah terdahsyat setan.

Cairan panas mulai berdesakan ingin keluar dari bola mataku.

"Aku tahu permintaan maafku tidak akan merubah keadaan. Semua telah menjadi takdir kita, terasa lucu kita bagai orang asing yang tak pernah bertemu. Andai aku memiliki mesin waktu dan merubah takdirku, akan aku lakukan sejak dulu."

Tenggorokanku tercekat, tak bisa ku pungkiri jika Azam juga terpuruk. Dia lelaki yang luar biasa. Mampu berdamai dengan hati dengan menerima Aisha sepenuh hati tidak melukai hatinya atau mencampakannya.

"Telah satu tahun berlalu, aku hanya ingin meminta maaf secara langsung padamu hari ini. Bukan ingin aku menabur garam diatas luka yang menganga, hanya mencari kelegaan hati dengan bicara langsung denganmu, Neng!" ucap Azam lagi.

Air mata telah berada di ujung pelupuk, sekali aku kedip dia akan mengalir deras. Ini hanya tentang hati yang di uji agar tetap tabah. Apa aku menciptakan rasa sesal di hati Azam? Aku gamang menimbang segala rasa, aku yang menghindar dari dia juga Aisha bukan tanpa alasan. Agar dia bisa melupakan setiap jengkal kenangan bersamaku. Meski harapan kita untuk hidup bersama bagai putik yang gugur sebelum berkembang. Namun, harapan itu selalu aku munajatkan pada Allah hingga detik ini. Dengan kata-kata yang tak sama karena dia hanya bisa aku miliki dalam doa.

"Matahari tetap bersinar di siang hari, dan bulan di malam hari. Itu fakta tentang dua cahaya yang menyinari bumi. Dan faktamu adalah adik iparku. Yang harus aku jaga marwahnya! Maaf jika aku menghindar dari semua itu untuk kebahagiaan banyak orang. Tolong buka pintunya, Gus! Aisha telah lama menunggu."

Klik, suara pintu mobil telah dibuka. Dengan cepat aku keluar. Air mata pun luruh tanpa aku minta.

Alisha Alfatunnisa, wanita kuat yang tidak akan pernah menyerah dengan kelemahannya. Ini hanya hal kecil yang harus kamu taklukan.

Aku menghapus jejak air mata, ingat kamu hanya kehilangan Azam bukan Allah yang memberimu kehidupan. Batinku menguatkan hati jika lemah.

"Alisha.."

Aku mengangkat kepala yang tertunduk karena habis menangis. Untuk melihat sosok yang berdiri di hadapanku. Sepatu hitamnya, yang pertama kali tertangkap di mataku. Senyumku mengembang seketikaz kala mengetahui siapa sosok yang memanggilku. Dia pun ikut tersenyum, ingin aku teriak saat ini karena saking bahagianya. Tidak mengira akan bertemu di sini setelah lima tahun berlalu.

Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat di depan mataku. Lelaki bermata sipit itu, masih setia menyunggingkan senyuman. Tidak ada yang berubah banyak darinya, tetap menawan meski sudah memasuki angka 35 tahun.

"Hai.. Apa kabar? Kenapa tampak terkejut sekali Alisha?" lembut suara itu membuat aku tergagap.

"Baik... Kak, lama nggak ketemu kapan balik ke Indonesia kak Adam? Dia kak Adam, senior sewaktu di kampus. Kami pernah terlibat novel kolaborasi kami 'The Secret Of Love' launching, seminggu kemudian dia terbang ke Amerika dan menetap di sana. Kabar terakhir yang aku dengar dia menikah dengan gadis Amerika. Lima tahun yang lalu, dan kini tiba-tiba ada di Cirebon.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!