Kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Amelia berhasil memikat hati seorang pria. Asmara yang menggelora mengantar Amelia pada titik keseriusan sang kekasih. Apakah hubungan mereka berjalan lancar sampai ke jenjang pernikahan? Apalagi setelah pria tersebut mengetahui jika Amelia ternyata seorang wanita panggilan.
Lantas, bagaimana Amelia melewati segala lika-liku kehidupannya? Apakah dia mampu meninggalkan dunia yang sudah membantunya mengobati luka di masa lalu atau justru semakin terjerumus di agensi yang menaunginya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bandara
Jalinan asmara sesaat bersama pengusaha asal Bali sebentar lagi berakhir. Selama satu bulan, Jovana mengikuti kemanapun Yanuar pergi. Dia tak hanya menemani Yanuar di atas ranjang saja, tetapi menemani beberapa aktivitas yang dilakukan oleh duda dua anak itu. Seperti golf, meeting, jalan-jalan dan beberapa aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
"Kamu sudah berkemas, Sayang?" tanya Yanuar tatkala masuk ke dalam kamar.
"Iya, Mas. Siang ini kita akan berpisah dan kembali ke kehidupan masing-masing. Terima kasih atas semua kebaikan, Mas Yan," ucap Jovana dengan diiringi senyum tipis.
"Justru aku yang seharusnya berterima kasih. Kamu sangat memahami keinginanku. Terima kasih atas kehangatan serta perhatian yang kamu berikan selama satu bulan ini." Yanuar meraih tangan Jovana untuk digenggam.
Kebersamaan yang kurang beberapa jam lagi dimanfaatkan Yanuar dengan berbincang santai bersama Jovana. Pengusaha asal Bali itu sangat kagum dengan kepribadian yang ditunjukkan Jovana. Ketertarikan itu muncul sejak pertama kali Yanuar bertemu dengan Jovana enam bulan yang lalu. Dia tidak peduli meski Jovana seorang wanita panggilan.
"Kamu bisa membuatkan aku kopi, Jo?" tanya Yanuar seraya menatap Jovana.
"Tentu. Mari kita ke pantry. Aku akan membuatkan Mas kopi spesial," jawab Jovana seraya beranjak dari tempatnya.
Yanuar mengikuti langkah Jovana menuju pantry. Duda dua anak itu terus menatap tubuh indah Jovana. Tatapan kagum terlihat jelas dari sorot matanya. Yanuar duduk di kursi yang ada di sana tanpa mengalihkan pandangan dari sosok yang sedang sibuk meracik kopi.
"Ini, Mas. Silahkan," ucap Jovana setelah kopi racikannya jadi. Dia duduk di kursi yang ada di sebelah Yanuar.
"Terima kasih." Yanuar mengembangkan senyum yang sangat manis.
Pujian akan cita rasa kopi racikan Jovana terus terdengar di sana. Yanuar pun melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda sambil menikmati kopi di sana. Beberapa kali dia menatap Jovana penuh arti.
"Jo, sebenarnya ada perihal serius yang ingin aku bicarakan," ucap Yanuar setelah terdiam beberapa detik.
"Kalau boleh tahu apa ya, Mas?" Jovana sangat penasaran dengan perihal serius yang dimaksud kliennya itu.
"Aku tertarik denganmu sejak pertemuan kita yang pertama. Aku pikir itu hanya ilusi, tetapi sampai enam bulan ini aku belum bisa melupakanmu. Inilah salah satu alasan kenapa aku memanggilmu kembali untuk menemaniku. Aku ingin memantapkan hati jika memang perasaanku bukan ilusi. Jika memang kamu bersedia, aku ingin kita menikah."
Jovana tercengang mendengar pengakuan Yanuar. Dia tidak pernah menyangka saja jika Yanuar akan mengajaknya menikah. Tatapan mata Jovana tak lepas dari paras tampan yang ada di hadapannya saat ini.
"Maaf, Mas. Aku tidak bisa," jawab Jovana dengan kepala tertunduk. Dia takut jika penolakannya membuat Yanuar marah.
"Apa alasannya?" Ada rasa kecewa yang hadir dalam hati Yanuar setelah mendengar penolakan Jovana.
"Aku tidak pantas mendampingi pria hebat seperti Mas Yan. Aku ini wanita panggilan, Mas. Di luar sana masih banyak perempuan yang lebih baik dan tentunya lebih cocok menjadi pendamping pengusaha sukses seperti Mas Yan," jelas Jovana dengan diiringi senyum manis.
"Tapi aku memilihmu, Jo. Aku sudah bicara dengan orang tuaku dan anak pertamaku. Mereka tidak mempermasalahkan masa lalumu. Mereka menerima bagaimana pun keadaanmu." Yanuar masih berusaha meyakinkan Jovana akan niat seriusnya.
"Mohon maaf, Mas. Aku tidak bisa. Ada banyak alasan yang membuatku menolak pinangan dari Mas Yan. Jujur saja aku tidak memiliki rencana untuk menikah. Ya, aku harap Mas Yan berbesar hati menerima keputusanku. Kita masih bisa menjadi teman baik, Mas," jelas Jovana dengan tutur kata yang sopan.
"Apa karena kamu sudah memiliki pasangan, Jo?" tebak Yanuar setelah mendengar penjelasan Jovana.
"Tidak, Mas. Aku sampai saat ini single. Aku masih trauma. Aku ... aku ... ak—"
"Sudah. Jangan dilanjutkan, Jo. Kita tidak perlu membahas alasanmu lagi." Yanuar menginterupsi tatkala melihat keraguan serta ketakutan di wajah Jovana.
Keheningan tiba-tiba menguasai kedua insan yang sedang tertunduk itu. Suasana menyenangkan hilang begitu saja setelah Yanuar mengungkapkan isi hatinya. Jovana tidak berani menegakkan kepala karena situasi yang berbeda. Sementara Yanuar, masih termenung di tempatnya.
"Ya sudah kalau begitu. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk kita membahas masalah perasaan. Kita masih bisa membahasnya di lain waktu. Aku harap kamu bersedia menjadi temanku, Jo," ucap duda empat puluh tahun itu. "Oh ya, sebagai gantinya, aku ingin kamu mengantarku pulang sampai bandara. Bagaimana?" tanya Yanuar seraya menatap wajah Jovana penuh harap.
****
Jovana melambaikan tangan sambil tersenyum manis tatkala Yanuar check in di Bandara. Pada akhirnya kontrak kerja selama satu bulan bersama pengusaha asal Bali itu selesai. Tatapan Jovana tak lepas dari punggung Yanuar yang perlahan hilang dari pandangan.
"Aku suka dengan sikapmu yang lembut tapi itu bukan berarti aku harus menerima lamaranmu. Terima kasih Mas, sudah memperlakukan aku dengan baik meski aku hanya seorang wanita kotor," batin Jovana setelah Yanuar benar-benar hilang dari pandangan.
Gadis cantik itu membalikkan badan. Dia mengayun langkah menuju pintu keluar bandara. Pikirannya masih tertuju pada momen yang terjadi beberapa jam yang lalu dengan Yanuar. Dia tidak menyangka saja jika Yanuar menaruh perasaan kepadanya.
"Amel,"
Jovana terkesiap tatkala nama aslinya disebut. Dia membalikkan badan karena penasaran siapa yang mengenalinya di sini. "Andra," gumam Jovana setelah tahu siapa yang ada di belakangnya. "Mau kemana?" tanya Jovana.
"Oh. Aku baru saja kembali. Hampir satu bulan aku pulang kampung ke Kalimantan," jelas Andra. "Kamu sendiri kenapa di sini?" tanya Andra.
"Aku ... Aku ... Emm, tadi mengantar temanku pulang," jawab Amel ragu.
Sementara Andra hanya mengernyitkan kening melihat ekspresi tak biasa Jovana. Namun, semua pikirannya segera teralihkan tatkala melihat sopir pribadinya berjalan ke arahnya. Dia segera memberikan kode lewat kedipan mata agar sang sopir tidak mendekat.
"Lalu sekarang mau kemana?" tanya Andra.
"Pulang lah. Kamu sendiri bagaimana?" Jovana bertanya balik.
"Sama aku juga mau pulang ke kontrakan. Bagaimana kalau kita pulang bersama saja? Kita naik taksi," usul Andra.
"Boleh. Tapi aku mau nelfon sopirku dulu ya. Soalnya tadi sudah dalam perjalanan menjemputku ke sini," ucap Jovana sebelum menjauh dari Andra.
Jovana segera menghubungi Boby agar pulang terlebih dahulu. Dia menjelaskan kepada Boby agar membawa barang-barangnya ke rumah Sari. Tak lupa dia membuat alasan jika ada urusan bersama teman.
"Bob, simpan barang-barangku di kamar saja. Jangan sampai ada yang melihat semua pemberian pak Yanuar. Aku tidak mau Sinta dan yang lain semakin iri karena loyalitas klien. Tolong ya, Bob," ucap Jovana saat panggilan terhubung bersama Boby.
...🌹TBC🌹...
Takutnya kliennya ternyata bapaknya Andra atau malah Andra sendiri
Bonyok
Pasti mereka bakal suka rela membantu Amel buat kasih pelajaran..
Semoga Andra bisa membuat Amel terus bahagia dan berharga..
Amel untungnya punya prinsip kuat..
Kyk sudah rahasia umum kalau sudah berhubungan dengan bapak atau tiri..walau pun ada yg baik juga