NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3.1

********

Pagi selanjutnya, aku sekolah. Ketika jam istirahat, duduk seperti biasa melihat pemandangan di sekolah.

Ada taman rumput hijau di depan ruangan kelas, memanjang ke utara. Beberapa pohon-pohon Kamboja tumbuh di sana. Tidak berbunga. Lalu berbelok mengikuti bentuk bangunan. Di taman itu ada bunga kembang sepatu, warnanya putih dengan garis-garis keras. Serangga seperti lebah mendekati sarinya.

Murid-murid seperti biasa akan bercanda riang di dalam atau pun di luar ruangan kelas. Mereka juga ada di kantin untuk makan. Ibu guru pernah menasehati para murid yang bermain di kelas ketika jam istirahat agar tidak melakukannya lagi, tapi murid-murid itu tetap saja melakukannya. Aku tidak tahu apa ibu guru kesal melihatnya atau tidak.

Suara kebisingan sekolah memang terdengar sedikit aneh, tapi akan lebih aneh jika tidak ada suara kebisingan ketika jam istirahat.

“Diah, kamu dengar kabar itu?”

“Kabar apa?”

Indah duduk di sampingku. Dia memandang jenis orang seperti ini.

“Ratna hamil.”

“Hamil? Apa siswi SMP bisa hamil?”

“Tentu saja! Kamu benar-benar tidak tahu?”

“Tidak.”

Ratna hamil karena pergaulan bebas. Sekarang semua orang membicarakannya. Aku tidak tahu apa itu benar atau tidak. Aku benar-benar tidak peduli dengan kabar-kabar seperti itu. Ratna tidak bersekolah mulai tiga hari sebelumnya. Semua mengatakan jika dia akan putus sekolah. Waktu itu aku tidak peduli sama sekali dan aku benar-benar tidak tahu jika aku hampir mengalaminya.

Dua hari selanjutnya ketika waktu istirahat, Ratna datang bersama ayah dan ibunya. Rambut Ratna menutupi dahinya. Dia menunduk berjalan. kedua orang tuanya berjalan di belakangnya dengan ekspresi lesu dan sedikit kemarahan. Murid-murid memandang mereka dan berbisik-bisik.

Setelah masuk selama tiga puluh menit di ruangan guru, mereka keluar. Ratna berjalan paling depan. Aku bisa melihat dia menahan tangisnya.

Ketika dia melewatiku, dia sedikit terdiam, ingin memandangku, mengurungkannya dan berjalan pergi.

Ratna putus sekolah. Dia akhirnya menikah dan akan mempunyai anak. Karena ini tidak pernah terjadi sebelumnya, para siswa membicarakannya hingga beberapa hari lalu mulai memudar dan tidak terdengar lagi.

Dua tahun selanjutnya, aku benar-tidak menduga adanya peristiwa seperti itu.

Setelah aku pentas, aku berjalan di lorong sepi. Ini bukan keinginanku, tapi motorku mati dan Mbok Ayu sudah pergi lebih dulu. Dengan membawa tas dan rasa takut aku mendorong motorku. Aku takut hantu, anjing galak dan perampok. Dengan keringat dingin, aku mendorong motorku.

Malam itu seperti malam petaka. Beberapa pria menghampiriku. Berusaha menggodaku. Aku melawannya dan ingin berlari, tapi mereka terlalu kuat. Dan kejadian itu terjadi. Aku sadar ketika di pagi hari dan diam-diam pergi. Untungnya ada ojek sehingga aku bisa pergi.

Malam itu aku tidak bisa melupakannya.

*******

Pagi yang cerah. Langit biru bagaikan cat kental menghiasi langit. Aku kadang-kadang berpikir bagaimana jadinya jika itu hanya warna putih atau tanpa warna sekalian. Di pegunungan yang tidak jauh dari rumahku, ada bentangan awan tipis sepanjang pegunungan itu dan berada tepat di tengah-tengahnya, sehingga akan terlihat gunung itu di belah oleh awan-awan itu. Ini keindahan pagi yang sering menyambutku dari kamar.

Aku bangun pagi-pagi, menyapu halaman rumah, menanak nasi dan duduk sebentar di banjah.

Burung-burung hitam berkumpul melintasi langit dengan semangat, mengeluarkan suara terindah mereka. Aku tidak mempunyai ayam, tapi ayam-ayam tetangga akan berkokok. Keramaian pagi itu akan di hiasi beberapa binatang dan awan-awan.

Nenek tidak akan bangun pagi. Ketika jam delapan, Nenek akan bangun lalu sarapan. Aku tidak merasa kemalasan Nenek perlu di bicarakan, karena orang tua itu sudah berjasa memberiku tempat tinggal. Nenek juga akan merasa senang jika aku datang membantunya. Nenek tinggal sendiri, kedatanganku merupakan sesuatu yang di nantikannya. Aku tidak tahu seberapa kesepian nenek sejak Kakek meninggal.

Kematian kakek membuat nenek sedih. Ketika mendengar kematiannya, nenek berusaha menjaga air matanya. Dia beranjak pergi, menutup pintu lalu terdengar hening. Aku tahu Nenek menangis di dalam. Nenek mungkin menggunakan handuk atau tangannya agar suara tangisannya tidak terdengar, atau mungkin Nenek menangis tidak bersuara.

Kakek mati sesaat tiba di rumah sakit. Ayah dan ibu panik memanggil dokter, tapi semua orang sibuk dan kakek mendapatkan penanganan yang lambat. Ayah ingin marah tapi kami keluarga tidak mampu, kami tidak akan di dengar oleh mereka.

Pada saat itu, aku hanya bisa memandangnya. Kakek sudah tidak bisa berbicara. Ingin berbicara, tapi tak satu pun kata-kata keluar darinya. Mengangkat tangannya untuk memegang tanganku. Aku berusaha menebak-nebak apa yang di katakannya. Aku menduga kakek ingin aku menjaga nenek. Aku mengangguk tanpa mengerti apa yang di katakannya. Kakek semakin lama semakin parah. Nafasnya tidak beraturan, kedua kelopak matanya menutup dan kesadarannya menghilang. Aku membenci melihat ini semua. Ketika itu, aku teringat bagaimana perjuangan seseorang yang bersusah payah untuk hidup tapi semuanya sia-sia dalam sekejap. Semuanya menghilang begitu saja. Beberapa jam kemudian suara nafas Kakek semakin melemah dan terus melemah. Sanak keluarga tidak dapat menjenguk kakek, semua ini terjadi tiba-tiba. Ayah dan ibu yang sibuk tidak ada di sisiku. Aku hanya terdiam menatap kakek yang sekarat. Aku bertanya-tanya kapan kakek akan mati, kapan dia akan pergi meninggalkan kami semua. Aku ingin membantu, tapi aku tidak tahu apa pun. Pada akhirnya kakek menghembuskan nafas terakhirnya dan matanya setengah terbuka. Aku membantunya dan mulai menangis. Kita menyambut kelahiran seorang bayi, mengapa kita harus bersedih karena kepergian seseorang? Bukankah itu semua memang sudah seharusnya? Aku berusaha menahan tangis lalu berjalan keluar. Ayah dan ibu datang menanyakan bagaimana keadaan kakek.

“Kakek ada di dalam.”

Mereka bergegas pergi dan suara tangisan mereka keluar. Lalu tidak lama kemudian saudara-saudara Kakek dan kerabat datang menjenguk. Mereka menyesal karena tidak dapat melihat saat-saat terakhir.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!