Musim Semi Di Batalyon

Tidak sengaja Bang Angger mengintip Bang Arma memberikan cinta pada adik perempuan satu-satunya miliknya.

Sedikit rasa kesal membayang, apalagi saat Bang Arma mendekatkan wajahnya dan mendekap erat tubuh Nadia.

'B******n, aku nggak bisa berbuat apa-apa sekalipun Nadia minta tolong.'

Bang Angger semakin kesal apalagi wajah Bang Arma seakan begitu bernafsu pada Nadia namun Nadia tidak menghindar dan semakin erat memeluk Bang Arma.

"Kita hanya pelukan saja?" Tanya Nadia dengan wajah polos berkedip-kedip.

"Abang salurkan tenaga dalam ya..!!" Bang Arma mengecup sekilas bibir Nadia, namun sepertinya Bang Arma terjebak dengan ulahnya sendiri hingga dirinya semakin memperdalam paguttan.

"Baaang.." Ingin Nadia mengungkapkan sesuatu tapi dirinya tidak paham dengan apa yang di rasakannya.

"Dalem, sayang..!!"

Nadia semakin tidak berkutik mendengar sapa lembut penuh rasa cinta dari Bang Arma. Bibirnya terkunci hingga sama sekali tidak menyadari bahwa Bang Arma sudah lebih 'mendekatkan diri', tangannya pun menyentuh sesuatu yang memang selama tidak ini tidak pernah di sentuhnya dan hatinya kemudian meyakini sesuatu.

'Ya ampun, sosok gaib benar-benar mengikuti ku. Ada benda seperti tongkat kayu yang sangat keras dan besar. Untung saja semua kejadian ini terjadi saat ada Bang Arma yang bisa mengatasi semua. Abangku belum tentu bisa melakukan hal berbahaya seperti ini.'

Entah sejak kapan kedua bibir mereka saling beradu. Deru nafas keduanya juga saling bertukar. Rintih desah kecil lolos sempurna di bibir Nadia.

Mendengar suara desah kecil itu, Bang Arma yang memang sudah terbentuk menjadi pria dewasa dan matang tentu semakin kehilangan pertahanan diri. Ia mengarahkan sebelah tangan Nadia untuk masuk ke dalam kaos oblong nya lalu melingkar di pinggang nya.

Semakin lama Bang Arma bisa merasakan Nadia yang mulai terbuai, secara alami dirinya membalas perlakuan Bang Arma. Saat angan Nadia terasa melambung tinggi, Bang Arma sengaja menyudahi namun jelas sekali Nadia merasa kecewa.

"Masih sanggup? Atau sudah?" Tanya Bang Arma.

Nadia tidak menjawabnya namun gadis itu berjinjit dan menyambar bibir Bang Arma, gesture tubuhnya mulai gelisah.

Sebagai seorang laki-laki dan seorang suami jelas Bang Arma harus memulainya lebih dulu dan tidak ingin mengecewakan sang istri. Ia pun mengangkat tubuh Nadia naik ke atas tempat tidur.

Bang Angger yang sedari tadi mengintip akhirnya perlahan menutup pintu kamar sang adik dengan rasa tak karuan namun dirinya tidak bisa berbuat apapun dan memilih untuk menghindar.

...

Nadia sama sekali tak memahami apa yang dirasakannya saat ini. Ada desiran membuat perutnya terasa geli naik turun tapi sekaligus ada rasa tak terlukiskan apalagi saat melihat ekspresi wajah Bang Arma yang tiba-tiba menjadi ratusan kali lebih tampan dan gagah di bawah satu selimut bersamanya.

Tak berapa lama ia seperti tidak bisa menahan diri bersamaan dengan erangan panjang Bang Arma yang ikut mengejang sembari memeluknya hingga rasa hangat dan basah menyiram tubuhnya.

Bang Arma mengecup sayang kening Nadia. Ia menatap lekat wajah sang istri. "Jangan pernah sedekat ini atau melakukan hal seperti ini dengan laki-laki lain..!! Hanya Abang yang boleh seperti ini..!!!" Peringatan Bang Arma di sela pengaturan nafasnya yang masih belum normal.

Nadia mengangguk pelan, ia sedikit meringis berusaha bergeser namun tubuhnya yang masih berada di dalam dekapan Bang Arma begitu sulit untuk bergerak.

"Masih sakit?" Tanya Bang Arma.

"Tidak terlalu." Jawab Nadia lirih dan nyaris tidak terdengar.

"Cepat pakai pakaianmu, takut Abangmu pulang..!!" Kata Bang Arma kemudian bergeser dari tubuh Nadia.

Baru saja akan beranjak, tangan Nadia kembali menarik lengan Bang Arma. " Di obatin lagi nggak apa-apa deh, Bang. Enak..!!"

Bang Arma terkejut namun tidak bisa menyembunyikan tawa gemasnya melihat ekspresi wajah Nadia. "Nanti lagi, dek."

"Lagiiiiii.." rengek Nadia.

"Hahaha.. Ayo dah. Kamu ini..!!!!" Bang Arma menggigit kecil hidung Nadia saking gemasnya.

Berhubung Bang Arma masih dalam posisi siap tempur, ia pun kembali menekan tubuh.

"Slow or fast?"

"Ngebut, Bang..!!" Pinta Nadia.

"Jangan laah.. nubruk portal donk..!!" Kata Bang Arma.

Nadia terlihat cemberut dan memalingkan wajahnya. Bang Arma menjadi semakin tidak karuan.

"Okeeee.. kamu yang minta ya, Neng..!!"

"Aaacghh.." Nadia sedikit terkejut karena Bang Arma tiba-tiba mengangkat kakinya ke atas bahu.

:

Bang Angger menggenggam benda kecil di tangannya kemudian mengecup kening Tria yang menitikan air mata. Ia segera memeluknya.

" Sudah tiga bulan, Bang..!! Tria harus bagaimana??"

"Kenapa baru bilang? Apapun yang terjadi kalau sudah sampai seperti ini pasti Abang akan menikahimu." Jawab Bang Angger.

"Bagaimana dengan Nadia?"

"Ini persoalan yang berbeda, dek. Abang pasti akan bertanggung jawab demi kamu dan anak kita. Maaf ya, Abang salah sudah menelantarkan kamu dan anak kita..!!" Bang Angger mengusap perut Tria yang ternyata memang sudah teraba.

...

Bang Arma mengusap puncak kepala Nadia. Di perhatikan nya paras wajah gadis kecilnya.

"Nanti ikut sama Abang ya, dek..!! Kalau sudah begini, Abang nggak kuat pisah lama sama kamu." Gumamnya. Bang Arma semakin menarik dan menutup tubuh Nadia dengan selimut. Jiwa protective nya tiba-tiba muncul. Tangannya kembali mengeratkan pelukan. "Sampai ada laki-laki lain yang mendekatimu, Abang beset betul kulitnya."

.

.

.

.