NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Cerai / Penyesalan Suami / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: HRN_18

Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.

Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.

Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 8 Rani Melawan Beban Ganda

Mentari pagi menyingsing, membangunkan Rani dari lelapnya. Wanita itu mengerjap pelan sebelum bangkit dari tempat tidurnya. Rutinitas yang sama akan kembali terulang hari ini - beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri.

Dengan gerakan cekatan, Rani menyiapkan sarapan sederhana untuk dirinya dan Budi. Seperti biasa, suaminya itu masih terlelap dan tampak tak terganggu sedikit pun. Rani hanya bisa menggelengkan kepala melihat pemandangan yang sudah terlalu sering ia saksikan.

Setelah sarapan, Rani segera bersiap untuk berangkat ke kantor. Sebelum pergi, ia melirik Budi yang masih pulas di atas ranjang. Biasanya Rani akan berteriak membangunkannya, tapi hari ini ia urungkan niatnya. Percuma saja, pikir Rani getir.

Di kantor, Rani kembali menjalani rutinitas sehari-harinya dengan kepala tertunduk lesu. Kedua tangannya dengan telaten mengetik laporan demi laporan di depan komputer. Sesekali ia melirik jam dinding, membayangkan apa yang sedang dilakukan Budi di rumah sekarang. Rani mendengus kecil, mencoba mengalihkan pikirannya yang mulai berkecamuk.

Meski lelah, Rani tidak punya pilihan lain selain tetap bekerja keras. Gaji yang ia terima setiap bulannya adalah satu-satunya sumber penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Terkadang Rani membayangkan bagaimana rasanya jika Budi juga turut andil dalam mencari nafkah. Tentu saja beban di pundaknya akan terasa lebih ringan.

Rani menyempatkan diri untuk mampir ke supermarket terdekat guna membeli bahan makanan. Dengan membawa tas belanjaan berat, ia pun bergegas pulang. Setibanya di rumah, Rani tidak menemukan tanda-tanda kehidupan dari Budi. Pria itu masih bermalas-malasan entah di mana.

Menghela napas panjang, Rani kemudian menyibukkan dirinya di dapur untuk menyiapkan makan malam. Memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian - ia lakukan semua itu seorang diri. Rasa lelah seolah selalu menghampiri Rani tanpa henti. Namun ia mencoba untuk bertahan demi keluarga kecilnya. Demi kebahagiaan yang mungkin masih bisa ia perjuangkan di kemudian hari.

Budi akhirnya menampakkan batang hidungnya setelah seharian menghilang entah ke mana. Lelaki itu terlihat begitu segar, tak seperti Rani yang kelelahan luar biasa. Mereka pun kembali terlibat adu mulut dan pertengkaran hebat seperti biasa. Tidak ada yang mau mengalah dan mengerti keadaan masing-masing.

Di sudut hatinya yang terdalam, Rani menjerit memohon pengertian dari Budi. Ia ingin suaminya itu membantunya menanggung beban berat yang selama ini ia pikul seorang diri. Tetapi mengharapkan hal itu rasanya terlalu sulit, bagaikan menanti hujan di tengah gurun pasir yang membentang luas.

Rani yang terus menanggung beban ganda sebagai tulang punggung keluarga. Sementara Budi tak kunjung berubah dan hanya menghabiskan waktu dengan kemalasannya. Rutinitas yang melelahkan itu seolah menggerus habis energi dan semangat hidup Rani perlahan-lahan.

Seusai pertengkaran hebat semalam, Rani terpaksa mengalah dan membiarkan Budi bermalas-malasan seperti biasa. Ia terlalu lelah untuk kembali berdebat dan berteriak melampiaskan emosinya. Apa gunanya juga? Toh Budi tidak pernah mau mendengarkan.

Alarm jam beker membangunkan Rani dari tidurnya yang kurang nyenyak. Lingkaran hitam terlihat jelas menghiasi area sekitar matanya yang sedikit bengkak karena menangis semalaman. Meski enggan, Rani tetap harus bangkit untuk kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa.

Sementara bersiap-siap untuk berangkat ke kantor, Rani mencuri pandang ke arah Budi yang masih tertidur pulas. Ada rasa sakit yang menghunjam relung hatinya melihat pemandangan itu. Betapa ia merindukan sosok suami yang mau membantunya, bukannya menambah beban dengan kemalasan nya.

"Sudahlah, Ran. Jangan terlalu dipikirkan," gumam Rani pada dirinya sendiri seraya menggelengkan kepala perlahan.

Di kantor, fokus Rani seringkali terganggu oleh pikirannya yang melayang-layang. Bayangan Budi yang bermalas-malasan di rumah serta kemelut rumah tangganya membuat konsentrasinya buyar. Ia sampai harus mengerjakan ulang beberapa bagian laporannya yang ternyata salah.

"Rani, kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat lelah sekali," tanya Sari, rekan sekantornya cemas.

Rani hanya memaksakan senyum tipis. "Aku baik-baik saja, Sar. Hanya sedikit kurang tidur tadi malam."

Tentu saja Rani enggan berterus terang tentang masalah rumah tangganya yang kacau. Semua beban itu ia tanggung seorang diri di pundaknya yang kian membengkak.

Rani masih berkutat dengan tumpukan pekerjaannya yang terasa tak kunjung usai. Kepalanya berdenyut nyeri karena tidak henti-hentinya berpikir dan merasa tertekan. Namun apa dayanya, ia harus tetap bekerja untuk membiayai kehidupan keluarganya juga membayar semua tagihan yang tak pernah terpikirkan oleh Budi.

Sepanjang perjalanan pulang, Rani mencoba mengusir segala kerisauan yang membelitnya. Tetapi begitu tiba di rumah dan mendapati Budi tengah bersantai di ruang keluarga seperti biasa, semua emosi itu pun kembali membuncah. Rani ingin sekali berteriak dan menumpahkan segala unek-uneknya. Tetapi untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa menelan bulat-bulat kekecewaannya.

Dengan menyimpan beban seberat itu seorang diri, jelas akan ada batasannya suatu saat nanti. Entah sampai kapan Rani sanggup bertahan melawan beban ganda yang menghimpitnya tanpa terpikul oleh suaminya sama sekali.

Beban ganda yang dia tanggung semakin terasa memberat seiring waktu terus bergulir. Sementara sikap Budi masih saja sama - acuh tak acuh terhadap kondisi istrinya yang terpaksa menanggung beban itu seorang diri.

Pagi, siang, sore, malam - Rani selalu disibukkan dengan rutinitas yang tak pernah sepi. Bekerja di kantor, menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, bahkan sampai mengurus kebutuhan sehari-hari di rumah seorang diri. Sementara Budi hanya menghabiskan waktu dengan menonton TV atau bersantai dengan teman-temannya seperti tak memiliki tanggung jawab sama sekali.

Lelah fisik dan batin mulai menyerang Rani. Wajahnya yang dulu segar kini tampak pucat dan lesu. Lingkaran hitam menghiasi area sekitar matanya yang sering sembab karena kerap menangis di malam hari. Rasa frustrasi dan emosi yang tertahan membuatnya seperti berjalan di ambang batas kesabarannya.

"Istriku memang hebat bisa mengerjakan semua itu seorang diri. Aku bangga padanya," gumam Budi suatu hari saat melihat Rani dengan sigap membersihkan rumah, memasak, dan mengurus keperluan lainnya.

Rani mendelik tak percaya mendengar pujian itu. Amarahnya tersulut, merasa ucapan Budi benar-benar menyakitkan dan merendahkan dirinya.

"Bangga katamu? Kalau kau memang bangga, harusnya kau membantuku, Bud! Bukannya hanya duduk diam seperti ini sambil mengagumimu!" sembur Rani membentak Budi dengan emosi memuncak.

Budi terdiam. Pancaran matanya kosong, seolah tak mampu memahami apa yang dirasakan istrinya.

"Kau pikir aku tidak lelah melakukan ini semua seorang diri? Hah? Aku juga manusia biasa yang mudah jenuh, Bud! Aku butuh bantuanmu untuk meringankan beban ini!" Rani menghempaskan lap pel di tangannya ke lantai.

Amarah, kekecewaan, rasa frustasi bercampur aduk dalam benaknya. Emosi itu sudah lama tertahan dan kini meledak dengan hebatnya. Rani meraung-raung dengan air mata berderai, meluapkan segala perasaannya yang selama ini terpendam.

Sementara Budi hanya bisa mematung tanpa punya keberanian untuk menjawab atau sekedar memeluk istrinya. Baginya, sikap Rani mungkin terlalu berlebihan. Namun bagi Rani sendiri, inilah cara terakhirnya membuka hati suaminya yang seperti terkunci rapat selama ini.

Pertengkaran sengit itu pun berlanjut untuk waktu yang lama. Entah kapan beban ganda yang menghimpit Rani akan benar-benar terangkat dan dibagi bersama Budi. Keadaan rumah tangga mereka kian memprihatinkan.

1
HRN_18
🔥🔥🔥🔥
Diamond
Jalan ceritanya keren abis.
Oralie
Author, kapan mau update lagi nih?
HRN_18: sabar ,😩
total 1 replies
SugaredLamp 007
Menghanyutkan banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!