NovelToon NovelToon
KARMAPHALA: SAHEN PANGERTOS

KARMAPHALA: SAHEN PANGERTOS

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: Altairael

[Cerita ini emang slow burn di ARC 1. Kalo tidak sabar baca, mending tidak usah baca daripada bacanya loncat-loncat]

Bumirang Tunggak Jagad terlahir dengan menanggung kutukan karmaphala yang turun temurun diwariskan oleh leluhurnya. Di sisi lain, dia juga dianugerahi keistimewaan untuk bisa menghapus karmaphala tersebut karena terlahir dari satu-satunya keturunan perempuan. Dia juga dianugerahi wahyu agung oleh semesta karena pengorbanan kedua orang tuanya.

Dia harus mengembara sambil menjalani berbagai macam tirakad serta melakukan banyak kebajikan sebagai upaya untuk menghapus karmaphala bawaan tersebut. Pemuda itu pun disinyalir sebagai utusan semesta yang akan meruntuhkan sang penguasa lalim.

Akan tetapi, musuh yang harus dia hadapi tidak hanya sang raja lalim beserta para pengikutnya, tetapi juga dirinya sendiri. Dirinya yang penuh amarah, Baskara Pati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PUTRI BUANA ILAM-ILAM

Bersamaan dengan air yang tercurah dari langit seperti dituang, Ki Ageng Galunggung menidurkan seluruh warga desa supaya tidak ada yang ketakutan karena menyaksikan peristiwa tak lazim ini.

Kidung Tilar mengerti kenapa ayahnya memanggil hujan. Untuk apa lagi kalau tidak untuk mencegah api dari cambuk membahayakan sekitar. Dengan begitu berarti ayahnya sudah memutuskan untuk memaksanya pulang dengan cara apa pun, termasuk bertarung.

Belum sempat Kidung Tilar memikirkan solusi dari situasi yang tidak mengguntungkan, Ki Ageng Galunggung tiba-tiba sudah menjelma menjadi pria gagah perkasa dengan cambuk bercahaya lembut kebiruan tergenggam di tangan kanan.

Nyai Ageng Lereng pun telah menjadi perempuan cantik nan anggun dalam balutan ageman kebesaran seorang maharani. Untaian kuncup bunga melati dan kantil menjuntai sampai ke mata kaki, menghiasi rambutnya yang sangat panjang.

"Tidak!" Kidung Tilar menjerit histeris, tetapi kemudian meratap, "Jangan paksa Tilar pulang, Ramanda. Tilar harus kembali pada Prabu Danur."

[Ramanda: ayah]

"Kita hanya akan bicara setelah kembali ke Buana Ilam-ilam."

Alih-alih menakutakan, nada tegas dalam suara Ki Ageng Galunggung justru menguarkan aura bijak yang membuat wibawanya meningkat. Masalah keluarga sudah selayaknya hanya dibahas oleh anggota keluarga, begitulah pikirnya.

"Patuhlah, Cah Ayu. Jangan memaksa ramandamu bertindak kasar."

"Tidak! Tilar tidak mau pulang!" Secepat kilat, gagang cambuk itu melenting ke udara, kemudian tanpa bisa dicegah melilit tubuh Bumirang. Pemuda itu tidak bereaksi terhadapnya, tetapi dengan perlahan melepaskan Kamandaka, lalu kain pengikat rambutnya pun kembali normal.

"Jangan kurang ajar, Tilar!"

"Cah Ayu, jangan lakukan itu!"

Ki Ageng Galunggung dan Nyai Ageng Lereng serempak berseru memperingatkan. Ki Ageng Galunggung bahkan sudah hendak mengayun cemetinya, tetapi urung saat bertemu tatap dengan Bumirang yang saat bersamaan juga menggeleng samar.

Bumirang tidak mengerti kenapa mereka menaruh hormat yang sangat tinggi terhadap dirinya, tetapi dia tidak ambil peduli. Yang dia pikirkan saat ini adalah, tujuannya untuk melepaskan Kamandaka dari jerat Kidung Tilar telah tercapai. Pemuda malang itu sekarang aman hanya saja pasti tidak nyaman karena berbarig di atas tanah becek dan diguyur air dari atas. Namun, sepertinya dia pasrah karena tidak berusaha bangun meski dalam keadaan sadar. Matanya sesekali terbuka dan berkedip-kedip cepat, lalu kembali terpejam dan hanya bulunya saja yang bergerak-gerak.

"Apa maumu?" Bumirang tetap tenang, berbicara santai, sepertinya sama sekali tidak merasakan tekanan pada tubuhnya.

"Ramanda tidak pernah tunduk pada siapa pun, termasuk pada Prabu Danur. Aku tidak tau setinggi apa derajatmu, hai Kisanak Penggembara Rakyat Jelata. Sampai-sampai beliau rela menundukkan kepala di hadapanmu." Kidung Tilar berbicara dengan nada merendahkan dan hanya Bumirang yang bisa mendengarnya.

Bumirang mendengkus sarkas, lalu berkata, "Kalau jadi kamu, aku tidak akan berani bertindak kurang ajar pada orang yang sudah mampu membuat ramandaku dengan suka rela menundukkan kepalanya."

"Aku tidak bermaksud kurang ajar." Suara Kidung Tilar terdengar lebih lembut bahkan terkesan memelas. "Aku hanya tidak ingin pulang dan dalam wujud ini aku butuh asupan energi dari makhluk lain. Aku tau kamu adalah tempat yang cocok untukku."

"Tapi aku tidak bisa berbagi denganmu," tegas Bumirang. "Bukan karena tidak mau, tapi karena aku memikirkan keselamatanmu."

"Omong kosong." Nada bicara Kidung Tilar kembali kasar dan bernada cemoohan disertai dengkusan sarkas. Bumirang bisa merasakan kesabaran cambuk jelmaan itu tidak lebih tebal dari kulit bawang. "Kalau begitu biar aku coba," tambahnya sambil tertawa mengejek.

Dasar keras kepala dan selalu merasa bahwa makhluk lain lebih rendah darinya. Bahkan, walaupun pada kenyataan ayahnya sendiri sangat menghormati Bumiriang, Kidung Tilar tidak peduli dan tetap mencoba merasuki pemuda tersebut. Dalam bentuk gumpalan cahaya, cambuk tersebut menembus ubun-ubun Bumirang. Saking cepatnya, bahkan Ki Ageng Galunggung dan istrinya tidak sempat bersuara untuk mencegah.

Akan tetapi, segera setelahnya tiba-tiba cahaya Kidung Tilar terlontar ke luar disertai lolongan panjang kesakitan. Cambuk yang dipegang Ki Ageng Galunggung bergerak tanpa diperintah, menyambar tubuh Kidung Tilar yang telah berubah wujud menjadi sosok gadis tanpa busana. Cambuk bercahaya kebiruan terus menggulung hingga tubuh Kidung Tilar, saudara kembarnya, terbungkus seperti kepompong.

"Lepaskan aku! Jangan kurang ajar, Kahuripan!" Kidung Tilar meraung marah, tetapi tidak mampu memberontak sedikit pun dalam lilitan Cemeti Kidung Kahuripan.

"Yunda sudah keterlaluan. Yunda harus dihukum." Suara Cemeti Kidung Kahuripan sangat lembut dan meneduhkan jiwa meski esensi ucapannya adalah ancaman. Dalam sekejap suara Kidung Tilar dibungkam dan hujan pun serta-merta berhenti.

"Bawa putri kalian kembali ke Buana Ilam-ilam. Jangan sampai dia bergabung dengan para pembuat onar," ujar Bumirang yang dalam sekejap telah kembali ke wujud aslinya---pemuda pengembara berpakaian lusuh, rambut panjang dikucir ekor kuda, dan berikat kepala putih. Suaranya biasa saja ketika berbicara, tetapi tersirat kearifan yang berkarisma dalam nadanya.

Ki Ageng Galunggung menangkap Cemeti Kidung Kahuripan beserta Kidung Tilar menggunakan tangan kanan. Begitu menyentuh permukaan kulit, kedua putri kembarnya itu seketika lenyap, seperti meresap ke dalam tubuhnya.

"Terima kasih sudah menemukan Kidung Tilar kami, Bumirang Kekasih Jagat." Nyai Ageng Lereng sedikit membungkuk untuk menyatakan ketulusan.

Ki Ageng Galunggung menunduk sembari menyerahkan Cemeti Kidung Kahuripan yang telah kembali ke bentuk cambuk hitam biasa, sambil berkata, "Kidung Kahuripan akan mengabdikan diri kepada Bumirang Kekasih Jagat. Mohon diterima."

"Tapi dia putri Buana Ilam-ilam, Ki Ageng." Bumirang menatap teduh pria di hadapannya. Tidak berniat langsung menolak ataupun menerima karena dia memiliki sebuah prinsip dan pemahaman sendiri di dalam hatinya. Prinsip dan pemahaman yang dia peroleh dari proses pembelajaran panjang tentang ilmu kehidupan dan siklus sebab-akibat maupun timbal-balik.

"Kahuripan bersedia, Raden. Kahuripan akan mengabdikan diri dan patuh pada Raden."

Mmm. Bumirang sekarang menatap cemeti yang ada di tangan Ki Ageng Galunggung. Kepekaan nalurinya bisa mengendus suatu maksud, tetapi dengan sebuah pertimbangan akhirnya dia berkata, "Terima kasih sudah bersedia menjadi teman seperjalanaku, Kidung Kahuripan."

Senyum seketika itu juga menghiasi wajah Ki Ageng Galunggung dan Nyai Ageng Lereng. Cemeti Kidung Kahuripan pun dengan antusias melompat dari tangan ayahnya, lalu mengambang di hadapan Bumirang.

"Kidung Kahuripan bersumpah akan setia mengabdikan diri pada Raden Bumirang!" Suaranya sedikit bergetar dan melengking. Antusiasme berlebihan seolah mendorong paksa suaranya ke tenggorokan.

Senyum teduh menghiasi wajah Bumirang yang selalu tampak ramah, seolah dia juga merasakan antusiasme yang sama dengan Cemeti Kidung Kahuripan. Namun ketika berbicara, bisa dirasakan bahwa dia hanya berkompromi dan tetap ingin menjaga batas.

1
Adian
Good job Kahuripan 😅
Adian
Soal nyembur gue 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Adian
Kapok hahahaha
Adian
Tidak peka lu😒
Adian
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Adian
lama-lama jago akting semua🤣🤣🤣🤣
Adian
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Adian
Kerja woe kerja hahahahahahahahaha
Adian
Ide bagus
Adian
Duh 🤦 ni bocah gede diimingi makanan gampang banget diculik 😒😒😒😒😒

Tapi yang mau culik pasti ogah, makanya banyak soalnya🤣🤣🤣🤣
Adian
Makhluk dari pluto 🤣🤣
Adian
Astaga ngakak gue🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Adian
Yuhui dia kembali🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Adian
👏👏👏👏👏👏👏👏🥳🥳🥳🥳🥳
Adian
Derita lu 😒😒😒😒
Adian
Tepat sekale 😌
Adian
Gue jijik banget sama ni orang 😕😕😕
Adian
👏👏👏👏👏👏👏🥳🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Adian
Hahahahaha modyar beneran ajalah😡
Adian
Tereak sampe modyar juga gak bakal disahutin🤜🤛
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!