Kucing jadi cogan?!
-
-
Memiliki kehidupan yang kelabu dan membosankan, siapa sangka suatu hari Moza malah menemukan seekor kucing di jalanan.
Tapi bagaimana jadinya jika ternyata kucing yang gadis temukan justru berubah menjadi sesosok laki-laki tampan yang manja, berisik dan rewel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jihadinraz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Bagaimana ini?! Moza tidak bisa membiarkan Hana dan Bad Boy bertemu. Jika mereka berdua bertemu, mungkin Bad Boy bisa dicabik-cabik oleh Hana karena berani menipu Moza walau belum terungkap.
Tidak. Moza tidak mau itu terjadi.
"Kamu masuk dulu ke kamar sekarang!" bisik Moza pada Bad Boy yang kini terlihat kebingungan.
"Hm? Maksudnya?"
Moza mengacak-acak rambutnya sendiri frustrasi. Gadis itu menarik lengan Bad Boy dan mengurungnya di kamar.
"EEHH?!! KOK DIKUNCI? MOZA NGAPAINNN??!!"
"Kubunuh kamu kalo berisik."
Setelahnya Bad Boy benar-benar tidak bersuara. Moza lalu menyesuaikan ekspresinya agar tak membuat Hana curiga.
"Za... Bisa gak sih kalo buka pintu itu agak cepetan dikit? Jamuran gue nunggunya, tau," protes Hana setelah Moza membuka pintu.
"Na... Bisa gak sih kalo manggil itu agak pelan dikit? Sakit telinga aku dengernya, tau," sungut Moza pedas, Hana malah tertawa tak berdosa.
"Kamu mau minta bantuan apa lagi sampe bawa banyak makanan gitu? Kalo mau minta temenin ketemu cowok lagi, aku gak mau. Trauma," culas Moza mengingat insiden si Indra itu.
Cowok sialan itu yang membuat Moza harus menahan malu akibat menenangkan Hana yang sudah emosi seperti orang kesurupan gara-gara cowok itu tiba-tiba kabur di restoran.
Dan Moza tidak bisa membayangkan jika harus mengalaminya lagi.
"Nah, kan... Buruk sangka aja terus. Gue ke sini bukan minta bantuan lo, Moza. Lagian tas ini isinya bukan makanan. Tapi alat catok yang gue pinjem kemarin, mau gue balikin."
Ah... Moza baru ingat. Hana meminjam alat itu kemarin. Tapi karena isi kepala Moza banyak sekali, ia sampai lupa.
"Padahal kalo tau lo lupa, mending gue simpen aja, ya. Lumayan, kan? Kapan lagi bisa dapet alat catok gratis," kekeh Hana.
"Sembarangan. Ya udah simpen aja di meja. Kamu pulang, gih."
"Lah? Tumben ngusir. Biasanya juga nawarin minum atau apa kek gitu."
"Bukannya biasanya tanpa ditawarin pun kamu suka ngambil sendiri?"
Hana tertawa kecil. "Ya udah, sih! Gue juga mau main bentar. Sekalian...."
"...mau ketemu sama si penipu itu."
Sudah Moza dugong. Jangan sampai Hana bertemu dengan Bad Boy. Dari tatapan Hana saja, Moza paham bahwa Hana sedang ingin membunuh seseorang.
"Dia gak ada. Tadi aku nyuruh dia ke warung," balas Moza. Ia berusaha untuk terlihat tidak gugup.
Astaga. Untuk pertama kalinya ia berbohong soal laki-laki seperti ini.
"NGAPAIN LO–Haahh... Gue tau lo berusaha bikin dia yakin kalo lo percaya... Tapi apa harus sampe gini, Za? Ada banyak cara yang lebih gampang daripada harus begini."
Seandainya Hana tahu. Sisi otak waras Moza pun mengatakan hal demikian. Jika mau, Moza dapat melaporkan Bad Boy pada polisi dengan berbagai tuntutan. Mulai dari penipuan, pembobolan tempat tinggal, dan lain-lain.
Tapi sisi otak gilanya memilih untuk tidak melakukan itu. Moza yakin seratus persen pasti ada maksud besar yang mendasari kelakuan Bad Boy. Hal yang tidak akan bisa polisi mengerti.
"Kamu gak perlu cemas, Na. Aku tau apa yang aku lakuin."
Hana menghela napas, "Gue harap begitu."
"Oke. Kalo gitu gue terima keputusan lo. Karena gimana pun, lo sendiri yang bisa beresin masalah ini. Apa pun caranya, gue yakin seorang Moza tau apa yang dia lakuin."
Senyuman Moza terbit begitu mendengarnya. Senang rasanya Hana percaya padanya. "Makasih, ya."
"Ya udah, gue balik dulu. Sekali lagi, lo harus semangat, dan jaga kesehatan. Jangan sampe gila gara-gara ini, oke? Gue punyak banyak stok cogan buat jaga mental lo." Hana mengacungkan jempolnya.
"Maaf gak minat. Cogan-cogan kamu itu seumuran sama om aku," tawa Moza. "Dih... Emangnya gue penikmat om-om apa? Ya walaupun gak apa-apa sih kalo ganteng."
Moza terkekeh, "Eh, btw itu alat catoknya kenapa dibawa lagi? Katanya mau dibalikin?" tanya Moza kemudian.
"Gak jadi, ah. Gue pinjem lagi aja. Mau ketemu cowok lagi malem ini. Rambut gue harus cetar." Hana cekikikan sebelum benar-benar pergi dari kediaman Moza.
Dan gadis itu menghela napasnya lega saat memastikan jika Hana benar-benar sudah pergi. Hah... Moza kira malam ini akan menjadi perang dunia ketiga.
Ia beranjak dari sofa, dan berjalan menuju kamar untuk membukakan pintu agar Bad Boy dapat keluar.
Dipikir-pikir, kasihan juga lelaki itu. Tiba-tiba Moza tarik ke dalam kamar, lalu dikunci dari luar tanpa tahu apa-apa.
Eh tunggu. 'Kasihan'? Ppfttt....
"Loh? Kok susah dibuka?" gumam Moza. Sepertinya ada yang mengganjal di dalam.
Dan benar saja. Mata Moza jelas menangkap Bad Boy yang sedang terlelap di lantai dengan posisi meringkuk seperti bayi dalam kandungan.
Lelaki itu sempat menggaruk kepalanya lalu kembali tidur.
Sialan. Baru kali ini Moza bertemu dengan penipu modelan seperti ini.
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
"Inget, kalo udah di sana ikutin aku terus. Jangan ke mana-mana. Ngerti?" Moza menatap wajah Bad Boy dengan erat.
Sementara yang di tatap malah memberikan ekspresi kosong sambil memandang Moza dengan alis terangkat.
"Kamu denger gak, sih?" kesal Moza merasa diabaikan.
"Moza cantik."
Eeehhhh??? Penipu sialan ini. Mau sampai kapan mulut busuknya itu akan mengeluarkan macam-macam bualan yang membuat Moza geli?
Sabar, Moza. Gak boleh emosi. Akting kamu harus tetep natural. Moza membatin.
Untungnya, hari ini adalah hari terakhir Moza akan mendengar omong kosong dari mulut Bad Boy.
Ya. Moza berencana 'membuang'-nya hari ini.
"Terserah. Yang penting jangan keluyuran kalo udah di sana." Moza menjinjing tasnya dan bersiap pergi ke mall.
"OKEEEE!!!" teriak Bad Boy antusias. Ia terlihat bersemangat karena akan mendapatkan pakaian baru dari Moza.
Tapi Bad Boy tak tahu, ada hadiah yang lebih besar dari Moza untuknya.
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
Tahu apa yang enak dilakukan saat hari Minggu pagi? Rebahan sambil bermain ponsel, jogging atau sekadar membaca novel dengan ditemani secangkir kopi hangat? Sepertinya semua itu menyenangkan untuk dicoba.
Tapi sayangnya hal-hal yang harusnya Moza miliki di Minggu pagi ini justru dirampas oleh cowok yang bahkan tidak Moza kenal.
Ya... Minggu paginya dihabiskan untuk menemani Bad Boy berbelanja pakaian, walau sebetulnya Moza juga yang akan membayarnya.
Minggu pagi paling mengerikan dalam sejarah.
"Perasaan dari tadi orang-orang ngeliatin aku terus. Di muka aku ada yang aneh, ya?" gumam Moza karena merasa diperhatikan saat berjalan di area mall.
Gadis itu tak tahu kalau ia menjadi pusat perhatian seisi mall gara-gara Bad Boy yang berjalan mengikuti di belakangnya sambil terus menatapnya dengan senyum yang mengembang.
Terdengar creepy, bukan? Seorang laki-laki mengikuti gadis dengan tatapan mata intens apalagi disertai senyuman.
Tapi berhubung Bad Boy itu tampan, dan aturan sosial yang mengatakan, 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking', jadi tak masalah.
"Lama banget jalannya astaga." Moza berusaha mengabaikan orang-orang yang memperhatikannya.
Sekarang gadis itu malah sibuk geram melihat langkah Bad Boy seperti anak dua tahun yang baru belajar berjalan.
"Bisa agak cepet gak, sih? Udah hampir satu jam kita di sini dan belum dapet apa-apa buat kamu gara-gara kamu jalannya lama," protes Moza.
Lagi-lagi Bad Boy hanya menatapnya dengan kedua alis yang terangkat.
Moza mendengkus dan membalikan badannya. "Untung ini terakhir kalinya aku akan ketemu makhluk ini."
Sampai di toko baju, Moza melihat-lihat koleksi pakaian yang dimiliki toko ini. Tapi Moza tidak menemukan yang cocok dengan (dompetnya) Bad Boy.
"Wuidiih ada pelanggan setia, nih," kekeh gadis dengan seragam putih hitam menghampiri Moza.
Ia adalah Intan alias teman Moza saat SMA.
Moza tertawa, "Pelanggan setia apaan. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali ke sini."
Intan pun ikut tertawa. Sampai akhirnya pandangannya beralih pada sosok laki-laki dengan rambut terbelah dua memakai sweater toska dengan motif hati berdiri di belakang Moza.
"Za... Gue gak punya indra keenam. Tapi kok bisa liat setan, ya?" bisik Intan pada Moza. Dan Moza mengernyit, "Maksudnya?"
"Itu di belakang lo ada setan. Tapi cakep." Intan menunjuk Bad Boy dengan menggunakan dagunya.
Moza menghela napas mendengarnya. Tanpa menoleh saja, Moza paham siapa yang dimaksud Intan.
"Itu orang, Tan. Bukan setan."
"Ya habisnya putih banget! Jadi pengin kenalan." Intan tertawa kecil. "Jangan sampe aku kasih tau tunanganmu soal ini, ya." Moza menatapnya datar.
"Ancaman lo serem juga. Iya-iya, deh. Jangan bilang-bilang si Rezza, ya?"
"Makanya gak usah ngomong aneh-aneh!" kata Moza.
Eh, tunggu. Mengapa Moza seakan melarang Bad Boy dan Intan berkenalan? Memangnya apa yang salah dari itu?
"Daripada mulut kamu ngomong aneh-aneh lagi, mending cariin aku baju yang bagus, deh," ucap Moza kemudian.
"Definisi 'bagus' menurut lo itu yang gimana, cantiqueee?" tanya Intan.
Moza terdiam. Untuk sesaat ia melihat ke arah Bad Boy lalu mengerutkan keningnya. "Bebas aja, lah. Yang penting cocok dipake cowok modelan begini."
Intan mengernyit, "Lo mau beliin pacar lo baju? Gak kebalik?"
Moza memutar bola matanya malas. Sudah ia duga. Pasti Intan akan mengatakan itu. "Pacar matamu! Dia... sepupu aku."
Dalam hati Moza, Tuhan... Aku lebih baik mati daripada harus punya sepupu macam dia.
Intan tertawa geli. "Kalo gue jadi lo, udah gue pacarin dia. Persetan dengan sepupu atau bukan."
"Halo, Rezza? Nih si Intan nakal." Moza menaruh ponsel di telinganya seolah sedang menelepon.
"Iya-iya, deh! Habisnya enak banget jailin lo," kata Intan masih dengan tawanya. Moza mendengkus, "Jangan sampe aku laporin juga kamu ke atasan kamu karena gak mau melayani pelanggan," ancam Moza lagi.
"Waduh auto nganggur dong gue."
"Makanya! Cepetan cariin aku baju buat makhluk ini! Ya... Asal harganya jangan keterlaluan aja, sih."
"Oh, tenang. Pasti ada, kok. Bentar." Intan pergi sejenak, lalu kembali dengan membawa atasan berwarna hitam.
Moza mengernyitkan dahinya bingung, "Tan? Aku gak inget nyuruh kamu nyari baju buat anak SD."
Intan berdecak, "Dasar. Makanya jangan gaul sama novel mulu. Justru sepupu lo ini cocok pake baju yang kecil kayak gini... Kan biar badannya agak keliatan gitu."
"Gak waras."
...(ฅ^•ﻌ•^ฅ)...
Di tengah-tengah ramainya orang yang berjalan berdesakan di mall, Moza masih dapat melihat Bad Boy dengan jelas.
Karena mungkin lelaki itu memakai baju putih yang baru saja ia beli di salah satu toko. Karena di toko milik Intan, gadis stres itu malah menawarkan baju-baju tak layak pakai pada Bad Boy.
Yang pertama baju mini-size, dan yang terakhir celana hotpants. Masa iya Bad Boy memakai celana seperti itu?
Sinting memang.
"Moza... Ini ke arah mana?" tanya Bad Boy sambil menolehkan kepalanya ke kanan-kiri seakan sedang kebingungan.
TERSERAH KAMU! LEBIH BAGUS KALO KAMU PERGI JAUH DAN NYASAR BIAR AKU BEBAS DARI PENIPU GILA MODELAN KAMU!!
"Kita duduk dulu, yuk. Aku haus."
Lagi-lagi... Moza hanya dapat marah dalam hatinya.
Tapi tunggu sebentar. Setelah bertanya arah padanya, tiba-tiba Bad Boy terlihat diam sembari memfokuskan pandangannya pada satu titik.
Moza kebingungan lalu menghampirinya, "Kamu ngapain? Ayo beli minum dulu. Haus juga, kan?"
"Liat apaan, sih?" gumam Moza penasaran sembari melihat titik yang Bad Boy lihat.
Tampak sebuah kios-kios tutup dengan lampu yang padam terletak di sudut sebelah kanan. Sepertinya belum ada pedagang yang mau menyewa kios di titik itu. Makanya tempat itu seperti....
"...Gelap."
Moza menoleh pada Bad Boy, "Maksud kamu?"
"Mogi... gak suka gelap."
...-TBC-...
masih tetap penasaran dengan Flashback Mogi
berharap sekali🤭
aku tambah penasaran dengan POV Mogi
pengen Mogi berubah menjadi pribadi yang mempunyai karakter dewasa sebelas duabelas dengan Billi pria dewasa, meskipun masih penasaran dengan asal usul Mogi tapi tetap sabar menunggu kebenaran nya
Aku menunggu POV atau flashback Mogi
jadi semakin penasaran tentang jati diri Mogi