Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 08 - Tidak Akan Pernah Bisa
Keributan seperti ini bukan hal asing sebenarnya, hanya saja Alexander menganggap itu pertengkaran biasa. Proses pendewasaan seorang anak berbeda, dan mungkin saja itu cara Azoya menuntut haknya sebagai anak.
Brak
Wanita itu keluar dari kamar Azoya dengan amarah yang mengguncang jiwanya. Tanpa dia sadari di depan kamar sosok pria yang kini kian dewasa tengah menunggu. Zayyan menghela napas kasar seraya memijat pangkal hidungnya, dia bingung dengan cara apa agar Amora mampu berlaku adil.
"Sayang, sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya wanita itu sangat lembut bahkan rasanya mustahil dia mampu membuat berbuat kasar pada putrinya.
"Sejak tadi, sudah selesai? Aku ingin masuk," ujarnya singkat dan tidak ingin basa-basi walau sesaat, sungguh dia semarah itu sebenarnya.
"Ehm, masuklah ... kebetulan kamu datang, biasanya Azoya hanya patuh padamu," tutur Amora kemudian berlalu dengan langkah cepatnya, malam ini dia bersama sang suami harus pergi mengunjungi salah satu keluarganya, itupun sudah sangat terlambat.
Zayyan tidak akan bertanya permasalahannya, dia ingin mengetahui secara langsung dari adiknya. Pria itu mendorong pintu kamar perlahan dan menguncinya ketika sudah berhasil masuk, hatinya terhenyak kala menatap Azoya yang kini duduk di lantai sembari menangis tanpa suara.
Sama sekali tidak dia ganggu, Zayyan sengaja memberikan waktu untuk Azoya menikmati tangisnya. Pria itu memeriksa tas besar yang Azoya persiapkan untuk pergi dari rumah ini, sesaat dia tersenyum melihat beberapa barang Azoya yang dia masukkan asal-asalan.
"Keluarlah, aku sedang tidak mau diganggu, Kak."
"Aku tidak ada niat menganggu, hanya memastikan saja ... tangisanmu bahkan terdengar dari kamarku, ada masalah apa? Hm?"
Dia berbohong sebenarnya, sejak tadi memang dia sengaja ingin mendatangi sang adik. Azoya yang masih terluka dengan perkataan sang mama masih terus menangis meski kini sudah mereda.
"Berdirilah, jangan menjadi wanita lemah, Zoya."
Ucapannya begitu halus, hanya saja belum ada keinginan dalam benak wanita itu untuk bangkit segera. Zayyan yang tidak sesabar itu hanya bisa menghela napas kasar dan menarik paksa pergelangan tangan Azoya hingga dia terperanjat.
"Hapus air matamu, kenapa? Dia menyakitimu lagi?" tanya Zayyan memeriksa tangan dan juga wajahnya bergantian, sejak dahulu memang kerap terjadi dan hanya Zayyan yang peduli.
"Ditampar ... berapa kali?"
"Sekali," jawabnya begitu pelan seraya menyeka sisa air mata.
Dadanya panas, pria itu mengepalkan tangan kala melihat tanda kemerahan di wajah Zoya yang begitu nyata. Zayyan yang diselimuti kemarahan hendak berlalu keluar namun secepat mungkin Azoya menghalangi langkahnya.
"Kakak mau kemana?" tanya Azoya seraya menahan pergelangan tangan pria itu.
"Balas, dia berani menyakitimu," ucap Zayyan menatap tajam mata Azoya yang tampak memerah, wanita itu menggeleng cepat dan tidak ingin pertengkaran hebat seperti kejadian dua tahun lalu kembali terulang.
Zoya paham watak sang kakak, dua tahun lalu dia bahkan membuat Zico masuk rumah sakit lantaran Zico berani mendorong Azoya ke kolam renang. Kini, dia akan meluapkan kemarahan kepada Amora lantaran menyakiti adiknya.
"Jangan, kalau sampai Papa marah ... Kakak akan dapat masalah," pinta Azoya benar-benar khawatir Zayyan akan kembali menggila setelah ini.
"Hentikan tangisanmu," titahnya pelan namun itu benar-benar tegas hingga Azoya memilih diam dan benar-benar menghentikan tangisnya.
Pria itu mengeluarkan semua barang yang sudah Azoya persiapkan. Hanya beberapa helai pakaian yang Zayyan terka tidak akan cukup untuk satu minggu. Tidak hanya itu, dia juga memeriksa dompetnya dan pria itu dibuat tersenyum tipis melihat jumlah uangnya.
"Mau pergi kemana dengan bekal segini? Hidup di luar itu tidak semudah yang kamu bayangkan, Zoya ... kamu yakin bisa hidup dengan baik? Dengan cara apa kamu bertahan hidup di kota sekeras ini?"
Azoya menunduk sembari menatap pakaian yang kini sudah berceceran di lantai. Meskipun matanya tidak menatap ke arah sang kakak, semua yang Zayyan ucapkan dia dengarkan dengan seksama.
"Aku tidak ingin terus di sini, Kak."
"Aku tidak memberimu izin, sekalipun ingin pergi dari rumah ini, harus bersamaku."
Pernyataan konyol, mendengarnya saja sontak Azoya geli. Pria itu duduk di sisi Zoya sembari menatapnya begitu lekat, dia tidak bercanda dan memang ajakan Zayyan sangat-sangat serius.
"Dasar gilaa, apa kata orang kalau kita hidup berdua."
"Hidup bukan atas dasar kata orang, kita yang menjalaninya dan kamu tidak perlu peduli dengan semua itu," ujarnya penuh penekanan, Azoya yang merinding sontak mengalihkan pandangan dan sedikit menjauh dari sang kakak.
"Berhenti membual, keluar sana ... aku ingin tidur," usir Zoya lama-lama sebal dengan kehadiran pria ini.
"Tidak mau, aku akan tidur di sini ... aku tidak ingin menyesal besok pagi," ujar Zayyan yang kemudian berbaring di tempat tidur tanpa peduli betapa kesal adiknya saat ini.
"What? Kalau Papa tahu bagaimana? Keluar san_ Aaaaa." Azoya terkejut kala Zayyan tiba-tiba menariknya dalam pelukan, jika dia masih kecil mungkin biasa saja, akan tetapi saat ini sudah berbeda.
"Kakak gilla ya? Papa pasti murka kalau tahu kita masih tidur berdua," ucap Azoya mencoba berontak namun tenaganya memang kalah.
"Shut, Papa tidak akan tahu kalau kamu tutup mulut. Tidurlah, besok ada ujian dan jangan sampai nilaimu kalah dari Agatha," Zayyan memeluknya sekuat itu hingga Azoya bingung hendak bagaimana saat ini, jika dia berteriak jelas percuma karena yang ada di rumah saat ini hanya Zico dan juga Agatha.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken