Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Nadira dan Febian berlari menuju ke ruang ICU. Dia melihat Alvino sedang duduk cemas di depan ruangan itu bersama Johan dan juga Mila.
"Kak," panggil Nadira. Alvino menoleh ke arah kedua adiknya. Dia beranjak bangun lalu memeluk mereka berdua dengan erat. Melihat mereka berpelukan, Johan merangkul istrinya yang sedari tadi terisak.
"Bagaimana keadaan mommy dan daddy?" tanya Nadira saat Alvino melerai pelukannya.
"Masih belum sadar. Om Marvel sedang memeriksanya," sahut Alvino. Nadira mengusap airmata yang sudah membasahi seluruh wajahnya. Dia mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu, sedangkan Febian berdiri bersandar tembok. Alvino menatap tidak tega ke arah Nadira dan Febian. Dirinya juga sangat terpuruk saat ini, tetapi dia harus tetap terlihat tegar di depan adik-adiknya.
Selang beberapa saat, Marvel keluar dari ruangan itu dengan raut wajah yang tampak muram. Mereka pun segera mendekati Marvel.
"Om, bagaimana keadaan daddy dan mommy?" tanya Alvino tak sabar. Marvel menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan keponakannya.
"Daddy dan mommy kalian ... mereka berdua masih koma. Om juga belum tahu kapan akan sadar." Marvel mengusap airmatanya. Dia begitu terluka melihat keadaan adik satu-satunya yang sedang terbaring lemah tak berdaya.
Tubuh Nadira hampir saja luruh ke lantai jika Alvino dan Febian tidak segera menahannya. Mereka memapah tubuh Nadira yang sudah lemah menuju ke kursi tunggu. Mila yang sedari tadi hanya diam, kini mendekati Nadira dan memeluk gadis itu dengan sangat erat.
Mila sangat merindukan gadis itu. Sejak kepergian Nadira waktu itu, Mila tidak pernah sekalipun bertemu dengannya. Karena Nadira seolah menjaga jarak darinya. Namun, sekarang Nadira hanya diam saat Mila memeluknya dengan sangat erat. Bahkan, Nadira terisak keras.
"Aku yakin kamu pasti gadis yang tangguh. Doakan daddy dan mommy semoga cepat sadar dan kembali sehat seperti sedia kala." Mila mengusap punggung Nadira dengan perlahan untuk menenangkannya. Nadira tidak menjawab, dia hanya menangis.
Ya Tuhan, aku mohon sadarkanlah Davin dan Aluna. Batin Mila. Ia tak mampu lagi membendung airmatanya.
"Nad, lebih baik kamu pulang terlebih dahulu. Kamu pasti sangat lelah," suruh Alvino, tetapi Nadira menggeleng dengan cepat.
"Tidak, aku mau menemani mommy dan daddy," tolak Nadira. Alvino menghela napas panjang.
"Bi!" panggil Alvino. Febian mengangguk paham, lalu mengajak Nadira untuk pulang. Namun, Nadira tetap bersikeras untuk berada di sana.
"Nad, ayo pulang dengan Aunty. Bersihkan dirimu. Setelah itu kita akan ke sini lagi," ajak Mila dengan lembut. Nadira pun mengangguk lemah. Dia bangkit berdiri, lalu berjalan meninggalkan tempat itu bersama dengan Febian dan Mila.
***
Nathan dan Cacha sedang berada di perjalanan pulang. Mereka hanya pulang berdua karena Jasmin tetap tinggal di Bandung untuk menghandle pekerjaan selama Nathan pulang ke Jakarta. Nathan melajukan mobilnya dengan cukup kencang. Kekhawatiran terpancar jelas dari raut wajah lelaki itu.
"Kak," panggil Cacha. Nathan hanya menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada jalanan di depan. "Menurut Kak Nathan, apa Tuan Davin dan aunty Aluna akan baik-baik saja?"
"Semoga saja." Nathan menghela napas panjang.
"Jangan sampai terjadi apa-apa dengan mereka. Kasihan kak Al, Nadira dan Bi." Cacha duduk bersandar sambil menatap keluar jendela. Sementara Nathan semakin menambah laju mobilnya. Dia harus segera sampai di rumah sakit untuk memastikan semua baik-baik saja.
Setelah dua jam lebih menempuh perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah sakit. Nathan dan Cacha segera menuju ke ruangan ICU. Mereka melihat ayahnya sedang duduk di depan ruang ICU bersama Alvino. Nathan mengedarkan pandangannya mencari sosok Nadira, tetapi dia tidak menemukan keberadaan gadis itu.
"Yah, bagaimana keadaan mereka?" tanya Nathan saat sudah berada di dekat sang ayah.
"Mereka masih koma," sahut Johan. Wajahnya tampak begitu muram.
"Yang sabar ya, Al." Nathan duduk di samping Alvino, lalu menepuk pundak sahabatnya dengan perlahan.
"Makasih, Nat." Alvino terlihat memaksakan senyumnya.
"Yah, kenapa hanya kalian berdua? Bukankah Bi dan Nadira sudah pulang ke sini?" tanya Cacha yang kini duduk di samping Johan.
"Mereka baru saja pulang dengan Bunda," jawab Johan. Cacha mengangguk sembari membulatkan bibirnya. "Nat, ada yang mau Ayah dan Tuan Muda Al bicarakan denganmu." Nathan menatap wajah sang ayah yang terlihat begitu serius. Mereka pun pergi ke kantin rumah sakit, sedangkan Cacha tetap menunggu di depan ruang ICU sendirian.
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay