NovelToon NovelToon
Silent Crack

Silent Crack

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romantis
Popularitas:454
Nilai: 5
Nama Author: Penulismalam4

Romance psychological, domestic tension, obsessive love, slow-burn gelap

Lauren Hermasyah hidup dalam pernikahan yang perlahan kehilangan hangatnya. Suaminya semakin jauh, hingga sebuah sore mengungkapkan kebenaran yang mematahkan hatinya: ia telah digantikan oleh wanita lain.

Di saat Lauren goyah, Asher—tetangganya yang jauh lebih muda—selalu muncul. Terlalu tepat. Terlalu sering. Terlalu memperhatikan. Apa yang awalnya tampak seperti kepedulian berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap, lebih intens, lebih sulit dihindari.

Ketika rumah tangga Lauren runtuh, Asher menolak pergi.
Dan Lauren harus memilih: bertahan dalam kebohongan, atau menghadapi perhatian seseorang yang melihat semua retakan… dan ingin mengisinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06_Perlindungan yang tiba-tiba

Sore itu, seperti rutinitas yang tak pernah berubah, Lauren keluar rumah pada pukul 17.00 WIB dengan daftar belanja yang sudah ditulis rapi. Semburat matahari jingga memantulkan bayangan panjang di trotoar ketika ia berjalan menuju minimarket besar di ujung komplek.

Begitu masuk, hawa dingin AC menyapa kulitnya yang hangat. Lauren mengambil troli, menarik napas, dan mulai menelusuri lorong-lorong yang sudah ia hafal di luar kepala. Ia mengambil beberapa kebutuhan dapur terlebih dahulu, lalu menuju area perabotan.

Rak-rak tinggi menjulang, dipenuhi warna aluminium berkilau, plastik, dan baja ringan.

“Aku harus ganti rak piring kecil ini…” gumamnya sambil menyisir pandangan.

Ia mendorong trolinya perlahan, lalu berhenti ketika menemukan barang yang ia butuhkan. Sayangnya, barang itu berada di rak paling atas—tempat yang bahkan ketika ia berjinjit, ujung jarinya hanya menyentuh sedikit bagian bawah kotaknya.

Lauren menghela napas pelan.

“Kenapa selalu ditaruh di tempat setinggi ini sih…”

Ia mencoba berjinjit. Tangannya terulur, jarinya menyentuh sedikit tepian kotak.

“Hampir… sedikit lagi…”

Kotak itu tergeser—tapi bersamaan dengan itu, siku Lauren tak sengaja menyenggol tumpukan perabotan aluminium di rak sampingnya.

Kling! Klung! KLANG!

Suara logam jatuh bergema keras. Tumpukan itu mulai merosot, salah satu panci aluminium besar meluncur cepat tepat ke arah kepala Lauren.

Lauren langsung menunduk, kedua tangan menutup telinga dan wajahnya.

“Aduh—!”

Ia bersiap merasakan hantaman dingin dan rasa sakit itu… namun tidak pernah datang.

Hanya suara BYAR! menghantam lantai.

Lauren membuka satu matanya perlahan.

Di depan wajahnya—beberapa centimeter saja—ia melihat tangan seseorang terulur, menahan sisi rak dan melindungi kepalanya dari arah jatuhnya panci itu.

Lauren mendongak.

Asher berdiri di atasnya.

Tanpa topi, tanpa masker. Rambutnya sedikit berantakan, napasnya cukup cepat seolah ia berlari ke arahnya.

Mata abu gelap itu menatap Lauren dengan intens, memastikan dulu bahwa ia baik-baik saja sebelum menarik kembali tangannya.

“Asher…?” Lauren berkedip, masih setengah limbung. “K-kamu dari mana…?”

“Aku lihat kamu hampir ketimpa,” jawabnya datar tapi suaranya rendah, sedikit terengah. “Refleks aja.”

Lauren menelan ludah. “Ya Tuhan… kalau kamu nggak—”

“Apa kamu terluka?” Asher memotong, menunduk sedikit, matanya memeriksa wajah Lauren dengan cermat.

“Nggak. Aku—aku baik.” Lauren akhirnya berdiri tegak dengan bantuan troli. “Terima kasih banyak. Kamu selalu muncul di saat yang tepat.”

Asher mengangkat alis tipisnya sedikit. “Nggak sengaja kebetulan lewat. Tapi kamu harus lebih hati-hati. Barang-barang di rak atas biasanya nggak stabil.”

Lauren tersipu. “Iya… ini salahku juga tadi agak maksa.”

Asher menatap rak paling atas, lalu tanpa banyak bicara, ia menjangkau barang yang Lauren butuhkan.

Gerakannya cepat dan sigap—dengan tinggi badannya, ia bahkan tidak perlu berjinjit.

“Ini barang yang kamu cari?” tanyanya, menurunkan kotak perabotan itu.

Lauren memegang kotaknya. “Iya, itu. Terima kasih. Dan… soal rantang makanan kemarin, maaf aku cuma ninggalin begitu aja. Harusnya aku kasih langsung.”

Asher menggeleng pelan. “Nggak apa-apa. Makannya enak.”

Lauren tersenyum kecil. “Syukurlah kalau kamu suka.”

Hening sebentar. Ada sesuatu yang sedikit canggung, tapi tidak mengganggu. Justru hangat.

Asher memecahkan keheningan duluan.

“Kamu selalu belanja jam segini?”

Lauren mengangguk. “Um… iya. Biasanya sore. Nggak terlalu ramai.”

“Bagus,” gumam Asher sambil melihat sekeliling. “Tapi kalau barangnya di rak atas, jangan panjat raknya.”

Lauren tertawa kecil. “Aku nggak kepikiran sejauh itu. Tapi sepertinya kamu benar.”

Saat ia hendak mendorong trolinya pergi, Asher kembali memanggilnya.

“Lauren.”

Ia menoleh. “Ya?”

Asher menatapnya sejenak—mata yang biasanya datar itu tampak sedikit lebih lembut. “Kalau kamu butuh bantuan… kamu bisa panggil aku.”

Lauren terkejut. “Panggil kamu? Maksudnya… di sini? Di minimarket?”

Asher menahan senyumnya. “Bukan. Maksudnya di komplek. Rumah kita cuma selisih satu halaman.”

“Oh…” Lauren meremas pegangan troli, merasa sedikit malu dengan kebodohannya sendiri. “Iya, Asher. Terima kasih. Baik sekali kamu.”

Asher menatapnya sebentar lagi, seolah ingin memastikan Lauren benar-benar baik-baik saja.

“Jaga diri,” ucapnya akhirnya, lalu memasukkan tangan ke saku celananya dan melangkah pergi ke arah lorong lain.

Lauren menatap punggungnya menjauh—tegap, tenang, tapi entah kenapa ada sesuatu yang terasa rapuh pada langkahnya.

Ia menghembuskan napas lega.

“Anak itu… selalu muncul di saat yang tepat,” gumamnya sambil kembali mendorong trolinya.

Dalam perjalanan menuju kasir, Lauren tiba-tiba berhenti di tengah lorong. Sebuah pikiran muncul begitu saja, membuat langkahnya melambat.

Bagaimana Asher bisa langsung memanggilku ‘Lauren’?

Ia belum pernah mengenalkan diri secara benar, kan?

Dan kenapa tadi ia bicara begitu santai… begitu akrab?

Lauren mengerjap.

Benar—mereka bahkan hanya sempat bertukar kalimat singkat saat pertama bertemu. Itu pun saat ia sedang panik dengan belanjaan yang hampir berjatuhan.

Tapi Asher memanggil namanya seolah sudah mengenalnya sejak lama.

Lauren menelan ludah. Jangan berpikiran macam-macam… mungkin dia dengar orang lain memanggilku.

Atau mungkin ia sempat melihat nama pada kotak paket di teras—hal-hal kecil seperti itu mudah terjadi di komplek rumah.

Tapi tetap saja, ada bagian kecil dalam dirinya yang bertanya-tanya.

Di Kasir

Lauren menyerahkan barang-barangnya ke kasir, mencoba mengalihkan pikirannya pada hal-hal praktis. Harga tertera, suara scanner berbunyi, dan ia tersenyum pada kasir meski pikirannya masih melayang.

Setelah membayar, ia membawa kantong-kantong belanjaannya ke dalam mobil lalu pulang. Sore sudah berganti lembayung ketika ia memarkir mobilnya di garasi rumah.

Saat ia membuka bagasi belakang dan mengambil tas belanjaannya, gerbang rumah sebelah terbuka.

Asher baru pulang.

Ia menunduk sedikit sambil melepas sepatunya, rambutnya basah oleh keringat, mungkin akibat perjalanan atau aktivitas kampus yang melelahkan. Lauren berusaha untuk tidak terlihat memperhatikannya—sampai matanya menangkap sesuatu yang membuatnya terdiam.

Lebam kebiruan di bagian lengan kanan Asher. Tidak besar, tapi jelas.

Seperti memar akibat benturan keras.

Lauren mematung, kantong belanjaannya nyaris jatuh dari genggaman.

Apa… itu karena tadi dia melindungiku?

Astaga. Aku yang membuatnya terluka?

Rasa bersalah merayap naik pelan-pelan, menyusup ke dadanya. Ia ingin bertanya, tapi langkah Asher begitu santai dan biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi.

Lauren tidak tahu bagaimana memulai percakapan tanpa terdengar mencurigakan atau terlalu ikut campur. Ia memandangi barang belanjaan di tangannya, menghembuskan napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian.

Bertanya saja. Tidak ada salahnya mengkhawatirkan orang yang sudah menolongmu.

Ia memanggilnya.

“Asher!”

Suaranya terdengar sedikit lebih keras dari yang ia maksudkan. Asher menoleh.

Lauren berdiri tegap, kedua tangannya memegang kantong belanjaan, wajahnya mencoba terlihat formal, tidak selelah perasaannya.

“Bisa tolong… bantu saya?”

Nada bicaranya kali ini jauh lebih formal daripada biasanya—lebih teratur, lebih sopan, lebih menjaga jarak. Lauren sendiri merasakan kekakuannya.

Asher berhenti di depan pagar rumahnya. Alisnya terangkat sedikit.

“Bantu apa, Lauren?”

Lauren menelan ludah sebelum menjawab—kata-kata yang ingin ia ucapkan terhenti di tenggorokan, antara ingin bertanya tentang lebam itu dan ingin meminta bantuan yang lebih… aman untuk dibicarakan.

“Tolong… tolong bantu bawakan barang belanjaan ini ke dalam rumah,” ucap Lauren akhirnya, memilih jalan aman. “Sepertinya agak berat.”

Asher mengangguk tanpa bertanya apa-apa, lalu berjalan mendekat.

Ia berdiri di hadapan Lauren, mengambil beberapa kantong dari tangannya dengan mudah.

“Boleh. Mana yang mau dibawa dulu?”

Saat Asher mendekat, Lauren berusaha melihat tanda lebam itu lebih jelas—dan semakin dekat, semakin jelas pula memar kebiruan itu. Lauren merasakan hatinya mengencang.

Ia membuka mulut, ragu.

“Asher… tangan kamu itu—”

Namun kata-katanya terhenti karena Asher sudah lebih dulu menatapnya, seolah tahu apa yang hendak ia tanyakan… namun memilih diam.

Lauren menutup kembali mulutnya, bingung.

Dengan kantong belanjaan di tangan, Asher menatapnya sambil menunggu instruksi.

“Kita taruh di dapur?”

“Oh, ya… silakan. Lewat pintu samping.” Lauren menunjuk.

Asher mengangguk dan berjalan menuju pintu samping rumah.

Lauren mengikuti dari belakang, langkahnya pelan… dan pikirannya kacau.

Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan.

Kenapa ia tahu namaku?

Dari mana ia pulang?

Dan yang paling membuat dadanya gelisah—

Apa lebam itu karena dia melindungiku?

1
Mao Sama
Apa aku yang nggak terbiasa baca deskripsi panjang ya?🤭. Bagus ini. Cuman—pembaca novel aksi macam aku nggak bisa terlalu menghayati keindahan diksimu.

Anyway, semangat Kak.👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!