Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu tengah malam
"Iya Siapa?" teriak Bianca begitu ia mendengar suara bel ditekan, ia berlari untuk membukakan pintu apartemen, walaupun ia sedikit bingung siapa yang bertamu hampir larut malam.
"Kamu siapa?"
Bianca terkejut begitu ia membuka pintu dan langsung mendapatkan pertanyaan dengan nada sinis dari seorang wanita paruh baya di depannya, ia baru saja membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita itu, tapi ia sudah lebih dulu bicara dan masuk begitu saja ke dalam dengan langkah ringannya.
"Lebih baik kalian pisah lebih cepat,"
Bianca menutup pintunya dan berbalik menatap wanita paruh baya yang langsung mendudukkan diri di sofa itu dengan tenangnya, kening Bianca mengernyit, siapa dia? Kenapa tidak sopan sekali masuk tanpa izin dulu?
"Dimana Kaivan?" tanya wanita itu tanpa menatap Bianca.
"Ma?"
Kaivan lebih dulu datang sebelum ia menjawabnya. Wajah Kaivan terlihat lebih datar dan lebih dingin dari biasanya, aura yang ia keluarkan lebih kuat dari biasanya.
"Kapan kamu menceraikan dia?" tanyanya to the point.
Kaivan terlihat menghela napasnya, "Bukan urusan, mama," jawab Kaivan dingin. Bianca yang mendengarnya saja langsung merinding begitu mendengar suara Kaivan.
Bianca jadi berpikir jika wanita itu yang ternyata mama dari Kaivan tidak merestui pernikahan mereka, lalu mengapa kuat Sekali Kaivan mempertahankan pernikahan dengannya padahal mereka sama-sama orang asing yang tiba-tiba menikah.
"Urusan mama atau bukan, kalian tetap harus cerai,"
Lihatlah, bahkan mama Kaivan saja terlihat begitu tidak menyukai dirinya sampai harus bercerai, bahkan sedari tadi mama Kaivan tidak mau melihat wajahnya sama sekali.
"Mama lebih pulang!" usir Kaivan.
"Oh ternyata kamu lupa apa yang papa kamu ucapkan?" mama Kaivan tampak tersenyum miring, tatapannya bahkan berubah jadi lembut tapi justru tatapan lembut itulah yang terlihat seperti tatapan yang menyimpan banyak hal berbahaya.
"Jangan bertingkah seolah aku melakukan kesalahan besar dengan menikahi Bianca, di hari pernikahanku yang sudah kurancang begitu matang pun kalian tidak datang," balas Kaivan tidak gentar sedikit pun dengan ucapan-ucapan mamanya.
"Bagus dong, mama tidak datang jika pernikahan itu ternyata bukan dengan pilihan mama, melainkan dengan gadis yang bahkan tidak mama kenal,"
"Pergi!" usir Kaivan dengan nada yang lebih tegas dari sebelumnya.
"Ceraikan! Cari Della lalu kau bujuk agar mau menikah denganmu,"
Bianca menatap mama dari Kaivan dengan tatapan aneh, Kenapa sebegitu inginnya wanita itu agar Della menikah dengan Kaivan, padahal sudah jelas-jelas jika kakak sepupunya itu melarikan diri karena tidak mau memiliki suami buta seperti Kaivan. Bianca sangat yakin jika berita tentang kebohongan keluarga Della sudah terdengar sampai luar, bahkan mungkin orang tua dari Kaivan, tapi herannya mereka tetap meminta Kaivan menikahi Della yang sudah jelas-jelas akan di tolak.
"Kenapa?" tanya Kaivan tiba-tiba, baik Bianca ataupun mamanya tidak mengerti maksud dari pertanyaan Kaivan.
"Apanya yang kenapa?" tanya mama Kaivan mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa aku harus menikah dengan Della?" Kaivan memperjelas pertanyaannya.
"Pertanyaan macam apa yang kamu tanyakan itu, Kaivan, Kamu dan Della sudah saling mengenal dari masa kuliah, lalu hubungan kalian sudah berjalan hampir dua tahun, mama dan papa juga sudah mengenalnya sangat baik, dia gadis pintar juga sopan, apalagi yang menghalangimu untuk menikahi Della?" ucap mamanya panjang lebar.
"Kupikir mama sudah tahu jawabannya," balas Kaivan.
"Kau bisa merebutnya kembali, Kaivan, Della milikmu dan itu berlaku sampai kalian mati,"
'merebutnya?' Bianca lagi-lagi mengerutkan dahinya merasa bingung dengan ucapan mama mertuanya, ah ralat ia pasti tidak suka di panggil mama mertua. Mama Kaivan, itu terdengar lebih baik.
"Aku mungkin akan melakukan itu jika hubungan mereka belum terlalu jauh," balas Kaivan berbalik meninggalkan mamanya.
"Tunggu, siapa yang kamu maksud mereka, Kaivan?" tanya mamanya bangkit dari duduknya dan berjalan mengejar Kaivan yang hampir masuk kamar tapi langsung di tahan oleh mamanya.
"Terlalu banyak orang yang bermain dengannya membuat mama bingung sendiri siapa yang aku maksud 'mereka' bukan?" tanya balik Kaivan membuat mamanya mematung.
"Pikirkan saja siapa 'mereka' yang aku maksud setelah sampai di pelukan papa, kupikir mama sudah tahu jawabannya," ucap Kaivan sebelum ia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu tepat di depan wajah mamanya yang terlihat masih diam memikirkan ucapan putranya.
"Tante lebih baik pulang," ucap Bianca pelan, karena ia juga bingung lebih baik menyuruhnya menginap atau apa, karena Kaivan saja terlihat tidak senang dengan kedatangan mamanya sendiri.
"Kau, Bagaimanapun caranya, aku akan tetap membuat kalian tetap berpisah," ancam mama dari Kaivan dengan telunjuk yang menunjuk wajahnya, ia hendak protes tapi ucapannya terputus oleh sentakan mama Kaivan.
"Diam, jangan berbicara kepada saya, kau bahkan tidak pantas memperlihatkan wajah busukmu itu di hadapan saya,"
Bianca diam, tidak menyangka ucapan yang akan keluar dari bibir mama Kaivan membuat hatinya berdenyut sakit, ia memang tidak menyukai pernikahan dirinya dan Kaivan, ia juga memang ingin bercerai dengan Kaivan, tapi mendengar hinaan dari bibir sosok orang tua juga mertuanya tetap membuatnya sakit hati.
"Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi jika aku berkunjung ke sini!" perintahnya sebelum ia melangkah keluar dari apartemen tanpa perlu di usir lagi.
***
"Jangan pedulikan ucapan mama, anggap saja angin lalu!" ucap Kaivan tiba-tiba begitu ia masuk ke dalam kamar.
Bianca mengabaikan ucapan Kaivan, ia hanya mematikan lampu kamar utama dan menyalakan lampu tidur.
"Aku minta maaf,"
Mendengar kata maaf dari bibir Kaivan membuat Bianca tidak jadi masuk ke dalam selimut, ia malah menghampiri Kaivan yang masih duduk di sofa dengan tongkat di tangan genggaman kedua tangannya.
"Maaf, maaf untuk apa?" tanya Bianca dengan wajah kesalnya. "Untuk pernikahan ini?" tanya Bianca lagi.
Kaivan diam, dan Bianca langsung tahu jika memang Kaivan pasti meminta maaf karena pernikahannya.
"Bisakah kamu menceraikanku, aku tidak butuh maafmu?" tanya Bianca yang langsung mendapat gelengan dari Kaivan.
"Kenapa? Apa kamu sudah jatuh cinta kepadaku? Tapi sepertinya tidak mungkin karena kamu tidak bisa melihat wajahku, bagaimana mungkin jatuh cinta, Aku tebak pasti karena kau masih sakit hati dengan Della yang melarikan diri di hari pernikahan kalian padahal kau sangat mencintainya sampai semua kamarmu berisi foto Della," ucap Bianca dengan kekehan menyebalkannya.
Kaivan diam, tidak membalas ucapan Bianca, tapi genggaman tangannya kepada tongkat semakin mengerat dan Bianca melihat itu.
"Jadi benar, kau masih sakit hati kepada wanita kesayanganmu itu, wanita pintar juga sopan itu, kasian sekali hidupmu, Kaivan, kau tidak bisa melihat, ditambah wanita yang sangat kamu cintai pun ikut melarikan diri darimu," ejek Bianca dengan sarkasnya.
"Ini sudah larut malam Bianca, tidurlah!" Kaivan sengaja mengalihkan topik agar perbincangan tentang Della tidak ia dengar lagi.
"Lucu sekali kamu ini, Kaivan, masih sangat mencintai wanita itu, tapi juga tidak mau melepasmu, jadi? Aku ini apa di hidupmu? Pajangan, kah?" tanya Bianca tidak mengindahkan perintah Kaivan.
"Bagaimana menurutmu jika aku mengatakan jika kamu adalah alat untuk membalas dendam?" tanya Kaivan dengan wajah datarnya.