Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Pasrah Dengan Keadaan
Baru saja Moza memejamkan matanya, tiba-tiba pintu kontrakannya digedor-gedor. "Moza, buka pintunya!" seru Bu Kos.
Moza cepat-cepat bangun lalu membuka pintu. "Ada apa, Bu?" tanya Moza.
"Saya minta sekarang juga kamu keluar dari kos-an ini," ucap Bu Kos dengan wajah geram.
"Loh, memangnya kenapa Bu?" tanya Moza bingung.
"Di kos-an ini semua penghuninya baik-baik, tidak ada yang suka dugem seperti kamu!" sentak Bu Kos.
"Maksud Ibu apa? siapa yang suka dugem?" Moza benar-benar bingung dengan ucapan Bu Kos.
Bu Kos itu membuka ponselnya lalu memperlihatkan kelakuan Moza tadi malam. Ternyata Diah sudah mengirimkan video Moza kepada Bu Kos. Moza membelalakkan matanya, dia sudah tidak bisa mengelak lagi karena video itu memang benar.
"Pokoknya saya beri waktu kamu satu jam untuk keluar dari kos-an ini, saya tidak mau anak-anak di kos-an ini terpengaruh oleh kelakuan kamu yang bebas itu," tegas Bu Kos.
"Tapi Bu, saya tidak punya uang lagi untuk mencari kos-an baru, saya mohon jangan usir saya," mohon Moza.
"Tidak bisa, pokoknya sekarang juga kamu harus pergi dari sini," tegas Bu Kos.
Moza hanya bisa pasrah, dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Akhirnya dengan deraian air mata, Moza pun membereskan semua barang-barangnya. Setelah selesai, dia pun pergi meninggalkan kos-an itu dengan langkah gontai.
Moza berjalan menyusuri jalan, dia sudah tidak tahu harus pergi ke mana. Hingga tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di samping dia lalu membuka kaca jendelanya. "Kasihan sekali kamu, bagaimana rasanya? selamat menjadi gembel," ledek Mama Diah dengan tawanya.
Diah dan Eva menertawakan Moza. Sedangkan Moza hanya bisa mengepalkan tangannya dengan mata memerah menahan amarah dan rasa sakit di dalam hatinya. Setelah meledek Moza, mereka pun pergi meninggalkan Moza.
Moza terus berjalan tanpa arah, hingga dia pun memutuskan untuk duduk di sebuah kursi taman. Tatapan Moza kosong, tapi air matanya tidak berhenti menetes. Saat ini dia sudah tidak punya uang lagi, bahkan uang gajihan dia habis dipakai ke bar gara-gara tergoda dengan bujukan kedua temannya.
"Ya, Allah katanya Engkau Maha Penyayang, tapi kenapa Engkau memberikanku ujian sebesar ini? apa Engkau tidak menyayangi aku? sampai-sampai ujian hidup aku tidak pernah mau pergi?" batin Moza dengan deraian air matanya.
Saat ini satu-satunya harapan dia hanya pekerjaan. Tapi dia bingung harus tinggal di mana. Cukup lama dia berpikir, hingga dia pun memutuskan untuk pergi ke kampus.
Uang dia hanya cukup untuk naik ojeg, dia pun pergi ke kampus untuk meminta ke pihak kampus supaya mengizinkan dia tinggal sementara di kampus. Walaupun harus di gudang tidak apa-apa, yang penting dia punya tempat untuk tinggal sementara. Sesampainya di gudang, dia menemui pihak kampus dan memohon supaya diizinkan tinggal di kampus.
"Pak, saya mohon izinkan saya tinggal di kampus ini, di gudang pun tidak apa-apa. Saya janji akan membantu membersihkan kampus ini sebagai bayaran saya," mohon Moza.
Orang itu terdiam sejenak, dia tahu jika Moza anak yang berprestasi. "Baiklah, di samping gudang itu ada kelas yang sudah tidak terpakai, kamu bisa tinggal di sana tapi saya minta jangan sampai ada orang yang tahu, karena kalau ketahuan bukan kamu saja yang celaka tapi saya juga akan celaka karena memang tidak boleh ada yang tinggal di kawasan kampus," ucapnya.
"Baik, Pak. Terima kasih, Pak," sahut Moza dengan senyumannya.
Moza pun segera menuju kelas yang disebutkan oleh Bapak pengurus tadi. Dia pun sampai, dan ternyata tempatnya sangatlah kotor. Banyak barang-barang bekas di sana, Moza tersenyum tapi matanya menangis.
"Alhamdulillah, setidaknya aku ada tempat untuk tidur," batin Moza.
Moza pun mulai membersihkan ruangan itu. Kebetulan sekali ruangan itu terdapat di bagian belakang kampus jadi tidak akan ada orang yang akan datang ke sana. Menjelang sore, Moza baru selesai membersihkannya.
"Akhirnya selesai juga," gumam Moza dengan napas ngos-ngosan.
Moza beruntung karena ada sebuah matras di sana dan dia bisa pakai untuk tidur. Dirasa sudah sepi, Moza pun mengendap-endap menuju toilet untuk membersihkan tubuhnya. Moza tidak bisa lama-lama, dia pun selesai mandi dan berganti baju di dalam toilet lalu dia cepat-cepat masuk kembali ke ruangan itu.
Perut Moza terasa sangat lapar, di dalam tasnya ada roti dan mie instan tapi dia tidak bisa memasaknya karena tidak ada kompor atau pun air panas. Akhirnya Moza makan roti dan mie instan begitu saja. Lagi-lagi Moza menangis, sungguh hatinya benar-benar sakit bahkan dia sampai menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak itu.
"Kamu kuat Moza," batin Moza menyemangati dirinya sendiri.
Malam pun tiba....
Tidak ada penerangan di sana, Moza tidur dengan lampu yang ada di ponselnya. Tidak ada rasa takut sama sekali, Moza lebih takut besok bagaimana daripada takut sama hantu. Membayangkan kehidupan di esok hari ternyata lebih menakutkan bagi Moza daripada setan.
"Ya, Allah kuatkan aku untuk menjalani semua ini. Aku kuat tapi aku capek, bantu aku untuk bertahan jangan biarkan aku menjadi gila atau pun melukai diri aku sendiri," batin Moza dengan deraian air matanya.
Saking kelelahannya, Moza pun tertidur walaupun perutnya masih terasa sangat lapar. Saat ini Moza memang sedang diuji secara brutal oleh Allah. Beruntung dia tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk kuliah.
***
Keesokan Harinya....
Moza bangun subuh, supaya tidak ketahuan jika dia sekarang tinggal di kampus. Dia berjanji akan belajar dengan giat supaya dia mendapatkan gelar dan nantinya bisa bekerja di tempat yang layak dan mempunyai kehidupan layak lagi.
"Ma, walaupun Moza sudah tidak punya apa-apa tapi Moza masih punya harapan dan semoga Moza sukses supaya Moza bisa menunjukan kepada pria itu kalau Moza bisa hidup dengan baik tanpa bantuan dia," gumam Moza.
Moza sangat bersemangat kuliah, walaupun Moza sama sekali tidak punya teman karena mereka tidak mau dekat-dekat dengan anak orang miskin seperti Moza. Tapi Moza sama sekali tidak peduli karena Moza memang tidak butuh teman dan sejak dulu Moza sudah terbiasa tidak mempunyai teman. Sepulang kuliah, dia akan pergi bekerja di cafe untuk biaya makan sehari-hari.
"Moza, maaf ya, tadi malam kita ninggalin kamu," ucap Dita.
"Sudahlah, aku sudah tidak mau mengingat hal itu lagi," sahut Moza dingin.
Dita pun memilih pergi, melihat wajah dingin Moza membuat dia ciut.
