Kepercayaan Aleesya terhadap orang yang paling ia andalkan hancur begitu saja, membuatnya nyaris kehilangan arah.
Namun saat air matanya jatuh di tempat yang gelap, Victor datang diam-diam... menjadi pelindung, meskipun hal itu tak pernah ia rencanakan. Dalam pikiran Victor, ia tak tahu kapan hatinya mulai berpihak. Yang ia tahu, Aleesya tak seharusnya menangis sendirian.
Di saat masa lalu kelam mulai terbongkar, bersamaan dengan bahaya yang kembali mengintai, mampukah cinta mereka menjadi perisai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
"Aleesya, kau tidak merasa aneh?" tanya Tony teman satu ruangannya di divisi keuangan, sambil menatap dari balik monitor. "Aneh kenapa?" tanya Aleesya balik, keningnya sedikit berkerut. Tony menatapnya penuh curiga. "Bos dan sekertarisnya... terlihat lebih dekat akhir-akhir ini." Aleesya mengembuskan napas pelan, "Semuanya juga seperti itu, Tony. Kau ini ada-ada saja." ucap Aleesya menggelengkan kepala pelan, seolah mencoba menepis rasa tak nyaman itu. Tangannya terulur membuka laci meja di belakangnya untuk mengambil sebungkus permen dan memakannya.
"Kau itu bodoh apa bagaimana? Jelas-jelas mereka sering berdua di luar jam kerja, Sya! Aku bahkan pernah melihat mobil mereka di parkiran belakang saat lembur." lanjut Tony, nada suaranya meninggi seperti menahan kekesalan. Pria yang sedikit tinggi dari Aleesya itu gemas sendiri melihat rekannya, sedikit tak percaya karena selalu tidak ambil pusing. "Aku tidak peduli. Jika mereka memang dekat, ku harap hanya sebatas pekerjaan," Aleesya menggantung ucapannya, keningnya berkerut dengan mata menatap lurus ke layar komputer di depannya.
"Victor bilang aku akan mendapatkan kejutan saat berkencan dengan Maxime." gumamnya nyaris tak terdengar. "Maka aku akan sependapat dengan tuan Victor, Sya. Aku harap kau segera sadar, aku kasihan melihatmu." sahut Grace, yang sedari tadi menyimak. Ia berdiri, berjalan mendekat, lalu memberikan menyerahkan setumpuk laporan ke tangan Aleesya, matanya penuh empati.
Aleesya merasa bingung dengan semua ini. Ia lantas mengecek akun Instagram Maxime, namun tidak menemukan apapun selain foto mereka berdua yang membuatnya yakin dengan perkataan kedua rekan kerjanya itu. Tapi entah kenapa, perasaan gelisah itu tak mau pergi, mungkin karena untuk pertama kalinya... kata "aneh" dari Tony terasa masuk akal.
Sepulang kerja, Victor sudah berada di area parkir Lenz Property untuk menjemput Aleesya. Jemarinya mengetuk-ngetuk setir dengan ritme cepat, matanya tak lepas dari pintu luar gedung.
Beberapa detik kemudian yang di tunggu pun menampakkan diri bersama Tony. Victor tahu nama dan hubungannya dengan sahabatnya itu.
"Coba tanyalah pada Victor saja, dia pasti lebih tahu, Sya. Nah itu dia mobilnya sudah ada, kalau begitu aku duluan." ucap Tony sambil menepuk lembut bahu Aleesya saat melihat Victor keluar dari mobil.
"Tumben kau datang lebih awal?" tanya Aleesya, sedikit terkejut berjalan menuju mobil Victor.
Pria di depannya tersenyum samar, "Jangan lupa perkataanku tadi pagi, aku menagih. Tapi.... Tony berbicara apa tadi? Aku sempat mendengar namaku disebut." Aleesya buru-buru masuk ke dalam mobil meninggalkan Victor yang berjalan memutar lalu ikut masuk ke dalam mobil.
"Dia bilang... jika aku mau tahu sesuatu tentang Maxime, suruh aku bertanya langsung padamu." jawabnya dengan nada suara hati-hati sambil memasang seatbelt, sementara Victor menyalakan mobil dan meninggalkan area parkir sambil menggeleng. Ia diam sejenak sebelum menjawab. "Lebih baik mau cari tahu sendiri. Jika aku memberitahumu, kau tidak akan percaya." Ia menghela napas, menatap lurus ke depan, lalu meninggalkan area parkir.
Beberapa menit kemudian, Maxime muncul dari pintu belakang gedung, berjalan bersama Vira. Tangan mereka saling bertaut, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Gosip hubungan gelap mereka sebenarnya sudah menyebar luar ke seluruh kantor, namun tidak ada yang berani membicarakannya di depan umum. Ancaman pemecatan dari Maxime cukup untuk menutup semua mulut mereka.
"Aku ingin secepatnya kau putuskan dia!" ujar Vira lembut, tangannya sibuk merapikan rambut. Nada suaranya tenang, tapi sorot matanya menusuk. Maxime mengangguk, membantu Vira memakai seatbelt saat sudah masuk ke dalam mobil. "Beri aku waktu, sayang. Apa kau merasa mual lagi?" balas Maxime sambil mengelus perut Vira yang masih rata.
Sekertaris nya itu menggeleng, "Sudah tak mual lagi. Tapi... kau akan bertanggung jawab, bukan?" ia menggenggam tangan bosnya, seolah mencari kepastian yang tak lagi butuh kata-kata. Maxime mengangguk dan mengecup kening Vira, tatapannya yakin dan nadanya tegas. "Tentu. Aku sudah siap dan ingin segera memiliki anak, namun Aleesya berkata belum siap dan selalu menghindar. Dia masih ingin bebas, aku tak bisa bersabar sayang. Kita ke dokter jika kau mual lagi."
Vira tersenyum kecil, matanya berkilat puas. Dalam hati, ia tahu tujuannya naik status dengan menjadi istri Maxime akan segera terwujud. Kini dia bukan sekadar seorang sekertaris, namun ia adalah calon ibu dari anak bosnya. Dan bagi Vira.. itu seperti oase yang akhirnya ia temukan setelah lama tersesat di gurun ambisi.
---
"Nanti bawa langsung, aku tunggu di butik Bianca." ucap Victor melihat Aleesya sudah berada di luar mobil dan berdiri di depan sebuah toko perhiasan. Aleesya mengangguk, dan masuk ke dalam gedung yang hanya berjarak tiga gerai dari butik kekasih Victor itu.
Setelah berpisah, ia membawa mobilnya berhenti di depan butik yang memiliki desain bangunannya elegan, kokoh dan berlantai dua. Di balik jendela kaca terdapat beberapa manekin yang mengenakan gaun super mewah dihiasi manik-manik cantik, menyatu dengan warna kain. Victor keluar dari dalam mobil, melirik jam tangan rolex yang melingkar sempurna di tangan kanannya sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam butik.
Hari memang sudah menjelang malam, namun keindahan Northtown justru mulai memuncak. Bukan purnama yang muncul di langit, tapi cahaya lembutnya menyorot keindahan kota metropolitan itu.
"Vic!!!" suara wanita terdengar bahagia saat Victor menutup pintu butik. Ialah Bianca Calista, pemilik butik yang di tekuninya tiga tahun terakhir. Meskipun beredarnya rumor bahwa Victor suka berganti pasangan, hal itu sama sekali tidak berpengaruh untuknya. Kenyataannya, semua wanita itu hanya singgah, tak menjadi tempat pulang seperti yang Victor lakukan sekarang.
Bianca memeluk singkat tubuh kekar itu dan mulai bergelayut manja di lengan Victor. Pria itu hanya diam, dengan mata yang sibuk mengedarkan pandangan ke sekeliling butik. Beberapa karyawan Bianca hanya bisa menggigit jari melihat Bianca memeluk Casanova Northtown itu.
"Aku senang kau kemari, berarti Aleesya menyampaikan pesanku dengan benar. Mengapa wajahmu kusut sekali? Apa rapatnya lama?" tanyanya dengan tangan yang mengelus pipi Victor, namun segera di tepis.
"Ya begitulah. Ada hal penting yang ingin ku sampaikan padamu." Victor berkata dengan tegas dan menatap Bianca dengan serius. Tapi wanita itu justru menyilangkan tangan, menganggap ucapan Victor bukan suatu yang penting. "Kau boleh bicara, setelah aku mengutarakan pendapatku juga." ia diam sejenak, "Jauhi Aleesya, Vic! Aku tahu dia sudah punya CEO Lenz Property, tapi apa sekarang dia mau menambahkanmu di daftar koleksinya juga?"
Suasana berubah tegang, beberapa orang yang ada di sekitar mereka perlahan pergi seolah memberi ruang privasi. Victor hanya diam, ia terus menatap Bianca tanpa ingin menyanggah. Tapi diam-diam, rahangnya mengeras dan jemarinya mengepal di bawah meja.
***
Waduh... panas