Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Kecil
Tidak peduli Beni sedang meeting dengan para koleganya, Viola menerobos masuk ke ruang meeting di perusahaan Winata Grup milik keluarga besar suaminya.
"Ben, gue mau buat perhitungan sama lo!" seru Viola.
Seketika Viola menjadi pusat perhatian, semua orang yang ada di dalam ruangan itu menatapnya sinis. Namun, tidak membuat getar Viola. Ia menyeret tangan Beni, agar keluar dari ruangan meeting.
Dika sebagai asisten pribadi Beni, segera menggantikan posisi Beni saat ini. Ia meminta maaf, atas insiden tak terduga. Ia juga tidak mengetahui kedatangan Viola, karena resepsionis atau satpam tidak ada yang memberitahu.
Di luar ruangan, Beni mengibaskan tangan Viola hingga istrinya hampir jatuh. Ia merasa sangat malu, di depan banyak orang diseret keluar begitu saja.
"Mau lo apa!" bentak Beni.
"Jelaskan kenapa perusahaan papa menjadi milik perusahaan Winata Grup! Kalian sengaja buat keluarga gue bangkrut!" Viola sangat marah.
"Masalah perusahaan gue gak tahu," kata Beni.
"Lo mau nutupin semua atau pura-pura bego, Ben? Sudah satu bulan sejak kita belum menikah, perusahaan pindah pemilik," ucap Viola, merasa sangat terpukul.
"Urusan gue banyak, Viola. Lagipula perusahaan Winata Grup banyak cabangnya, bukan hanya yang gue kelola," kata Beni dengan santai.
Apa yang dikatakan Beni ada benarnya, tidak seharusnya main tuduh sembarangan. Apalagi posisi sedang meeting, Viola menjadi merasa sangat malu. Daripada meributkan hal yang belum tahu kebenarannya, Viola memilih pergi begitu saja.
Beni tidak akan membiarkan Viola pergi begitu saja, ia mengajak istrinya masuk ke ruangan kerjanya. Ia mengeluarkan berkas-berkas perusahaan yang pernah bekerjasama dengan perusahaannya, lalu meminta Viola mengecek satu-satu.
"Gue gak suka dituduh tanpa bukti! Cari sendiri data perusahaan bokap lo," ujar Beni.
"Ben, sehari juga tidak akan selesai gue cek semua. Memangnya lo gak punya data yang lebih singkat," kata Viola, menatap malas berkas-berkas itu.
Bukti berupa berkas menurut Beni lebih dapat dipercaya, karena ada tanda tangan bukan sekedar data saja. Ia meninggalkan Viola di ruang kerjanya.
Di ruang kerja Beni, Viola bukannya memeriksa berkas yang diberikan oleh suaminya. Ia justru penasaran dengan ruang kerja Beni yang begitu luas. Tidak sengaja Viola masuk ke dalam ruang pribadi Beni, melihat ada ranjang dan lemari yang berisi pakaian Viola menjadi berpikiran buruk.
"Nyonya, apa yang Anda lakukan?" tanya Dika, ketika melihat Viola berada di ruang pribadi Beni. Ia masuk ke ruang kerja Beni karena diminta mengunci pintu ruangan pribadi, tetapi menemukan Viola berada di dalam.
"Gue gak sengaja masuk sini. Ini ruangan untuk apa? Beni sering bawa wanita ke kantor ya," ujar Viola
"Ruangan ini tidak pernah digunakan oleh Tuan Beni, Nyonya." Dika berkata jujur.
Tentu saja Viola tidak mudah percaya, ia hanya berpura-pura mengiyakan ucapan Dika. Viola kemudian keluar dari ruang pribadi Beni, ia menuju ke meja kerja Beni lalu memeriksa berkas.
Dika juga ikut membantu Viola, mencari tahu apa yang diinginkan Viola. Sambil menceritakan semua perusahaan yang pernah bekerjasama dengan Beni, Dika menunjukkan berkasnya.
Hampir separuh berkas yang Viola lihat, tetapi tidak menemukan nama perusahaan papanya. Ia justru kagum dengan pencapaian Beni, ternyata semua perusahaan besar yang sudah bekerjasama dengannya. Belajar dari Beni memang perlu, karena sudah berpengalaman dalam mengelola perusahaan.
"Saya belum pernah mengantarkan Tuan Beni datang ke perusahaan Wijaya, mungkin Nyonya salah paham," ujar Dika, sudah mulai lelah mencari berkas yang diinginkan Viola.
"Ya sudah! Tolong rapikan kembali berkas ini," pinta Viola, menyerah mencari nama perusahaan papanya.
Beni memang tidak pernah terlibat dalam kerjasama antara Winata Grup dengan perusahaan Wijaya, selama ini ia justru lebih sering bekerjasama dengan perusahaan besar dari luar kota. Bahkan Beni belum melangkah, ketika diminta tolong untuk membantu perusahaan mertuanya.
Papa Winata mempunyai empat saudara, salah satunya mungkin yang berkerjasama dengan perusahaan milik mertuanya. Keempat perusahaan tersebut mempunyai nama yang sama Winata Grup.
"Viola, apa berkasnya sudah ketemu?" tanya Beni, ketika masuk ke dalam ruang kerjanya.
"Gue udah gak butuh," balas Viola, sebenarnya sangat malu.
"Dika, cari tahu soal perusahaan Wijaya dan Winata Grup!" seru Beni, baru bergerak membantu istrinya.
"Baik, Tuan," ujar Dika, lalu berpamitan untuk segera mencari informasi.
Kini tinggal Beni dan Viola yang berada di dalam ruangan, mereka sesekali saling menatap. Walaupun keduanya sedang sibuk dengan ponsel masing-masing.
Sebuah pesan dari Mama Sintia membuat Viola dan Beni membuka suaranya, beliau meminta mereka untuk datang ke rumah. Mama Sintia mengajak Beni dan Viola makan malam bersama, sudah lama tidak ada acara di rumahnya.
Beni meminta Viola memanggilnya dengan sebutan sayang, agar terlihat mesra. Ia juga menyarankan agar istrinya berpakaian feminin. Beni tidak suka melihat Viola berpakaian celana jeans dan kaos. Baginya seorang wanita, harus terlihat anggun dan menarik.
"Ternyata lo pinter bersandiwara, Ben. Seharusnya lo jadi sutradara aja," ejek Viola, menahan tawanya.
"Pokoknya lo harus ikutin gue. Jangan sampai bokap ma nyokap gue curiga," kata Beni, mengingatkan Viola.
"Bosen gue di sini. Mau cari makan dulu," ujar Viola, ia melangkahkan kaki keluar dari perusahaan Winata Grup.
Ketika berada di lobi, tidak sengaja Viola bertemu dengan Resa. Mereka berdua kemudian mengobrol sebentar, kebetulan hampir tiba waktu istirahat. Viola mengajak Resa ke cafe yang dekat dengan kantor Beni, ia akan mentraktir Resa. Sudah lama Viola dan Resa tidak makan bersama, karena kesibukan masing-masing.
Dulu Resa sangat suka dengan mie goreng pedas, Viola masih ingat makanan kesukaan sahabatnya. Namun, ketika sampai di cafe ternyata Resa sudah tidak mengonsumsi makanan pedas lagi. Sehingga Viola memesankan makanan lain.
"Viola, gue denger beberapa hari yang lalu lo habis bulan madu ya," ucap Resa tersenyum tipis.
"Hah! Lo kok bisa tahu!" Viola seketika terkejut. Ia tidak pernah bercerita ke orang lain.
"Biasa gosip di kantor, Vio. Orang-orang juga masih penasaran dengan istri Tuan Beni," kata Resa, ikut merahasiakan status sahabatnya.
"Baguslah kalau tidak ada yang tahu, soalnya gue sama Beni masih belum bisa terbuka," ungkap Viola.
Resa menasehati Viola, agar bisa menjaga rumah tangganya dengan baik. Walaupun mereka menikah karena sesuatu, kemungkinan akan ada kebahagiaan nantinya.
Dalam hati Viola membenarkan ucapan sahabatnya itu, tetapi sikap Beni terkadang yang membuatnya tidak mampu bertahan. Kata-kata kasar Beni sudah dianggap angin lalu, ia tidak memasukkan ke dalam hati.
"Vio, gue pamit duluan. Takutnya Pak Dika menyuruhku ke Candra Grup," pamit Resa. Waktu istirahatnya hampir habis.
"Hati-hati di jalan, Resa. Gue gak bawa mobil, jadi gak bisa antar," ucap Viola.
Ternyata Resa melihat Beni, sedang duduk di sudut ruangan bersama seorang wanita. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dalam rumah tangga sahabatnya. Apalagi Beni adalah bosnya, sedangkan Viola sahabatnya. Kalau terjadi sesuatu, Resa tidak mau memihak salah satu.
Viola berjalan santai dari dalam cafe, ia juga tidak menyadari keberadaan Beni. Ia melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah butik, untuk membeli gaun yang akan digunakan nanti malam.
Gaun-gaun dengan bahan berkualitas bagus terpajang di etalase, membuat Viola kebingungan saat memilih. Ia hanya ingin membeli gaun yang sederhana, dan tidak menonjolkan lekuk tubuh.
"Mbak, tolong ambilkan yang warna putih," pinta Viola.
"Baik, Nona. Gaun ini terbuat dari bahan sutra asli." Pelayan butik menjelaskan dengan rinci mulai dari harga dan kualitas.
Viola mengingat-ingat uang yang ada di dalam rekeningnya, masih cukup atau tidak untuk membeli gaun. Walaupun memegang kartu milik Beni, Viola enggan mengunakan daripada bermasalah nantinya. Ia mengecek saldo dari aplikasi yang tertera di ponselnya, dan ternyata uangnya tidak cukup.
Dengan langkah gontai, Viola keluar dari dalam butik. Ia berencana ke rumah orang tuanya lebih dulu, mengambil gaun yang hendak digunakan nanti malam. Tiba-tiba ada seorang anak yang menghentikan langkah Viola, anak itu memberikan sebuah paperbag yang berisi gaun di butik tadi.
"Dek, siapa yang menyuruhmu?" tanya Viola, menatap tidak percaya.
Akan tetapi, anak kecil itu tidak mau menjawab pertanyaan Viola. Ia berlari sekencang mungkin, agar Viola tidak mengejarnya lagi.
"Siapa yang beliin gaun buat gue?" tanya Viola dalam hati.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳