Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Penuh Prahara
"Malam, Mah," sapa Darren yang baru saja turun dan menuju meja makan. Darren langsung duduk di kursinya, sementara Alex, pria itu sudah duduk lebih dulu.
"Darren, mana oleh-oleh yang Mama pinta?" tanya Maudy ketika Darren hendak mengambil nasi.
"Tanyakan pada Alex, semuanya di dalam mobil. Alex, kamu sudah menurunkan semuanya, kan?"
"Sudah Tuan. Semuanya sudah saya angkut ke belakang."
"Memangnya kamu bawa apa aja?" tanya Maudy, bermaksud ditujukan untuk Darren, tetapi malah Alex yang menjawab.
"Kalau untuk Tante, spesial." Maudy, menyipitkan matanya. "Ada
duda keren dan duda lapuk, mau yang mana Tante?" Canda Alex.
"Saya, mau bujangan alias pejaka ada gak?"
"Wah, kalau yang itu ... sih, saya Tante. Tapi maaf, saya menolak sekalipun Tante memberikan mahar 1 milyar karena saya masih ingin mencari daun muda."
"CK, dasar! Kayak pejaka ting-ting aja."
"Tante gak percaya? Saya masih pejaka Tante masih disegel, apa Tante mau lihat?"
"Sembarangan kamu!" Maudy, melempar tempe ke arah Alex yang langsung ditangkapnya. "Saya, gak doyan sama pisang kamu."
"Doyannya, sama juragan domba, ya?"
"Enak aja! Nikah sama dia yang ada saya harus ngurus domba-dombanya aduh ... gak kebayang deh."
Alex dan Darren, tertawa sebab ada seorang tetangga yang mengagumi ibunya, pria itu mengaku juragan domba, sehingga Maudy terus diejek oleh mereka berdua.
"Juragan domba juga berduit Mah," singgung Darren. Maudy, langsung mendelik tajam.
"Oh ... No, no, no! Kalau mau cariin jodoh buat Mama itu pengusaha, tajir, tampan, setidaknya punya perusahaan, ya biar ada yang membayar perawatan mahal Mama."
"Sudahlah, Ma, jangan nikah aja mana ada yang mau sama Mama."
"Eh, kamu jadi anak malah nyumpahin." Seketika Darren dan Alex tertawa.
"Ngomong- ngomong ... aku belum bertemu ibu susu Lio, Mama," ucap Darren di sela makannya. Alex, langsung terdiam yang berharap jika tuannya tidak akan bertemu Sera.
"Tadi siang sih, dia sakit perut mungkin sekarang masih di kamar. Seharusnya dia ikut makan bareng sama kita, tuh kan Mama jadi lupa."
"Inah!" teriaknya memanggil Inah. Tidak berselang lama Inah datang, sambil berjalan tergopoh-gopoh.
"Iya, Nyonya."
"Sera, sudah makan belum? Aku takut sakit perutnya makin parah. Kamu tolong lihat, ya."
Bibir Inah mencebik, perasaan majikannya tidak pernah sepeduli itu kepadanya tapi kenapa Maudy, begitu perhatian kepada Sera, apa karena dia ibu susu Lio.
Inah mengangguk, ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Lio. Setibanya di depan kamar, Inah membuka pintu, di sana terlihat Lio masih terlihat sedang menyusu. Akhir-akhir ini Lio sangat gemul, dan ketika malam ia senang bermain bersama ibu susunya.
"Di panggil Nyonya, tuh katanya harus makan."
"Ada Tuan Darren juga Mbok?"
"Ada, kenapa?" tanya Inah ketus.
"Nggak apa-apa. Bilang saja nanti saya makan setelah Lio tidur." Padahal, Sera, hanya menghindari Darren.
"Ya, sudah. Tapi jangan diingatkan lagi, capek saya bolak balik terus. Kan ada si Nia, kamu bisa titipkan dia ke Nia."
"Saya, tidak melihat Nia sejak tadi sore."
"Kemana anak itu?" Pikir Mbok Inah, lalu pergi meninggalkan kamar Lio.
Sera, bernafas lega. Ia masih bingung harus dengan cara apa lagi agar tidak bertemu dengan Darren . Sementara di bawah, Darren mengakhiri makan malamnya dengan melap bibir lanjut meminum air putih.
Bersamaan dengan itu Inah turun, Maudy yang melihatnya langsung bertanya.
"Inah, Sera nggak ikut turun?"
"Katanya dia harus menidurkan den Lio dulu, Nyonya."
"Oh, begitu, ya. Kasihan sekali Sera, tumben Lio belum tidur."
"Biar aku saja, Ma. Aku akan menemui ibu susu Lio, biar aku yang jaga Lio dan dia bisa makan malam," kata Darren.
Maudy tersenyum, lalu berkata "Terima kasih sayang."
Darren pun melangkah pergi menaiki tangga menuju kamar Lio, sedangkan Alex, pria itu hampir saja tersedak tempe goreng. Dengan buru-buru Alex, meneguk minumnya lalu pergi menyusul Darren. Tingkahnya itu membuat Maudy geleng-geleng.
"Kenapa si Alex, kaya orang kesurupan aja."
Padahal Alex mengejar Darren, supaya tidak bertemu Sera.
"Tuan, Tuan tunggu!"
Darren, terkejut ketika Alex menahan pintu kamar Lio. Nafasnya terengah-engah seperti sedang mengikut lomba lari.
"Ada apa Alex?"
"Itu ... itu ... ada yang harus kita bicarakan tentang proyek baru itu."
"Nanti, saja sekarang aku mau jaga anak saya dulu."
"Tidak Tuan!" tahan Alex, yang menghalangi pintu kamar seolah Darren, tidak diizinkan untuk masuk.
"Alex, sejak kapan kamu menahan saya? Terserah saya mau kapan membahas pekerjaan, jika kamu ingin sekarang tunggu saja di ruang kerja saya, nanti saya menyusul."
"Tidak bisa Tuan."
"Alex, apa kamu mau saya pecat?"
"TIDAK TUAN DARREN!" teriak Alex, dengan suara tinggi, berharap Sera akan mendengar. "TUAN DARREN AKAN MASUK, BIAR SAYA BUKAKAN PINTU."
Sera, yang mendengar itu langsung waspada. Ia mulai panik karena Darren akan masuk ke dalam kamarnya.
"Apa! Darren, akan masuk ke dalam, gimana ini."
Karena tidak ada waktu lagi, Sera mengambil tisu basah milik Lio, yang langsung ia tempelkan pada wajahnya seperti sebuah masker.
Sera, tertegun kala pintu terbuka lebar. Tubuhnya gemetar dengan hati yang penuh kecemasan.
"Nona Sera," panggil Darren, Sera yang berdiri membelakanginya berbalik dengan perlahan. Alex, yang berada di belakang punggung Darren, terlhat cemas, hatinya dag-dig-dug menunggu momen tom & Jerry bertemu. Baginya, pasangan ini seperti tikus dan kucing yang ketika bertemu pasti ada keributan.
"Tuan sebaiknya kita ...."
"Maaf, Tuan Darren, saya sedang masker wajah jadi tidak buru-buru membukakan pintu untuk Anda, kebetulan Lio sudah tidur, jadi saya melakukan ini sesekali."
Alex tercengang, matanya membola melihat Sera, yang menutup wajahnya dengan tisu basah. Ia ingin tertawa tapi coba menahan. Alex tidak yakin jika Darren bisa tertipu.
Darren, menatap Sera dalam diam. Ia tidak bicara yang terus menatap lekat. Namun, bukan wajah Sera yang dilihat melainkan, jejak basah pada gundukan kembarnya. Darren, segera mengalihkan pandangan, lalu berjalan menuju kasur.
"Kamu makan malam saja dulu, Lio, biar saya yang jaga."
"Baik, Tuan. Sebelumnya saya ingin berterima kasih." Sera, membungkuk hormat, matanya melirik pada Alex, yang memberi isyarat dengan tangannya agar Sera, segera pergi.
Sera, mengangguk yang melangkah mundur, lantas lari meninggalkan kamar Lio. Alex, bernafas lega begitupun Sera, tetapi tidak dengan Darren, yang masih terbayang gunung kembar milik Sera, yang tampak besar dan menonjol.
"Aduh, Sera ... ngapain coba kamu pakai beginian. Masker macam apa kayak gini." Sera, melepas tisu basah itu selagi berjalan yang hendak menuruni tangga.
Akan tetapi ia teringat hal penting, tubuhnya terpaku langkahnya terhenti. "Tunggu, dulu ... tadi aku ambil tisu ini di mana, ya?"
"Hah!" Matanya, terbelalak seketika. "Ih ... ih ... ini, kan tisu bekas ceb*k baby Lio, kok aku pasang di muka, pantes saja agak bau, ih ....."
Sera berlari cepat menuju toilet yang ada di bawah. Saking cepatnya ia tidak sadar jika Maudy, memanggilnya dari arah meja makan.
"Loh, Sera kok malah ke sana. Apa dia sakit perut lagi, ya?" Dugaan Maudy.
Sedangkan Sera, tidak jadi memasuki toilet yang ada di dapur, karena toilet itu terkunci. Inah, sedang membuang hajatnya sambil ngeden, hidungnya kembang kempis menahan nyeri di bawah saluran pembuangan hajat.
Sementara Sera, ia sudah tidak tahan yang merasa jijik dan ingin mencuci mukanya. Alhasil, Sera menuju westafel. Ia langsung mencuci mukanya, saking refleks ia malah memakai sabun pencuci piring untuk membersihkan pipinya.
Sera, membersihkannya dengan kain lap yang biasa digunakan Bi Inah untuk melap kompor. Hidungnya kembang kempis mencium bau aneh.
"Sera, kamu ngapain pakai lap kompor ke wajah?" tanya Bi Inah yang baru saja keluar.
Sera, terdiam dengan mata yang membola.
"Pantesan saja bau minyak!" Sera, mencuci lagi wajahnya, sedangkan Bi Inah menertawainya.
"Mbok, bantu Sera dong. Sera pinjam handuk!"
"Oalah, Sera ... ngapain coba ngelap pakai kain kompor, jadi bau kompor, kan." Walau mengoceh, Inah tetap membawakan handuk padanya.
"Nih, ini handuknya."
"Terima kasih Mbok."
Sera mengambil handuk itu yang langsung ia usapkan pada wajah. Setelah itu, Sera mengembalikannya kepada Inah, lalu melangkah menuju meja makan.
Maudy, sudah tidak ada di sana, tapi makanannya masih tersaji. Sera langsung duduk ia mengambil nasi, dicampur sayur katuk dan cumi goreng. Ia, pun memakannya dengan lahap.
Maudy, tiba-tiba datang memberikan Sera, handuk. Sera, tertegun ... kenapa semua bertentangan dengan handuk malam ini, pikirnya.
"Tutupi susumu, jangan sampai Darren dan Alex melihatnya, bisa menegang junior mereka," ungkap Maudy.
Sera, menunduk, melihat p*yud*r*nya yang basah. Segera Sera, menutupinya dengan handuk.
"Sejak kapan gunung kembar saya basah Nyonya?"
"Dari tadi, sejak kamu turun dari kamar. Saya panggil malah langsung ke dapur."
Sera, terbelalak. Ia teringat Darren, apa pria itu melihatnya?
Tentu, dan sampai sekarang bayangan itu masih terbayang. Darren, sedang menimang-nimang Lio, tapi pikirannya tidak berhenti memikirkan benda mulus, berbentuk bulat, besar, dibalut kaca mata hitam.
Baju tipis milik Sera, membuatnya melihat dengan jelas.
"Ya, Tuhan. Apa yang saya pikirkan. Akibat menduda selama dua bulan, pikiranku jadi mesum begini." Darren menepis bayangan itu dari pikirannya.
"Sayang, ibu susumu sudah menggoda Papa," ucapnya yang bicara kepada Lio. Lio menyahut dengan ocehan kecil. "Iya, Papa tahu itu punyamu, Papa nggak akan merebutnya," ucap Darren, yang lagi-lagi memikirkan dua bola milik Sera, Darren mengatakan kepada putranya jika itu milik Lio, tidak akan merebutnya.
Lio, tertawa kecil tangannya bergerak-gerak ke atas, ingin meraih dagu sang ayah. Darren, hanya tersenyum, satu tangannya menggenggam tangan mungil itu.
Tiba-tiba Lio, gumoh. Darren menjadi panik ketika cairan putih kental keluar dari mulut Lio.
"Sayang, kamu kenapa?"
Darren, menidurkan Lio sejenak. Lalu mencari tisu untuk melap mulut bayinya. Darren, tidak tahu di mana Sera, menyimpan kain tipis itu sehingga Darren, harus membuka laci. Namun, bukan tisu yang di dapat melainkan, benda kecil berbentuk kupu-kupu.
Darren, mengambil dan mengamati. Benda itu.
"Anting ini .... sepertinya aku pernah melihatnya."
...----------------...
Double up nih aku, ayo mana dukungannya like, vote, komentarnya dan jangan lupa dong rating 5 nya, ya 🙏. Bantu karya ini naik yuk, biar masuk ranking 👌