Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 7
Anya menatap jam tangannya, menunggu kedatangan Bella yang akan menjemputnya untuk menghadiri reuni alumni.
"Malam ini aku menunggumu di pesta"
Anya membaca pesan dari Reno dengan malas. Namun yang menjadi pusat perhatiannya adalah pertemuan dengan Arga tadi sore yang masih berputar di dalam pikirannya.
Anya mencoba untuk menyingkirkan perasaan kecewa dan marah yang menyergap hatinya. Dia bertekad untuk menikmati reuni alumni dan bertemu dengan teman-teman lamanya.
"Anya, ayo! Maaf sudah membuatmu menunggu! Aku di luar kantormu nih."
Anya tersenyum membaca chat dari Bella dan berdiri dari kursinya. Dia mengambil tas dan ponselnya, kemudian berjalan menuju pintu kantor.
"Bella."
“Anya, aku sudah pesankan salon buat kita. Ayo, kita percantik diri dulu sebelum ke reuni.”
Anya tertawa, “Wah, kamu bener-bener sudah siap ya, Bella?”
“Tentu dong,” jawab Bella. “Ini reuni alumni, Anya. Kita harus tampil cantik dan berkesan!”
Anya dan Bella berjalan menuju salon yang telah dipesan Bella. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di salon, bercanda dan mengobrol tentang masa kuliah yang pernah mereka jalani.
“Dulu, kita sering banget nongkrong di warung kopi setelah kuliah,” kata Bella, sambil tertawa mengingat masa lalu.
“Iya, benar. Dulu kita sering bahas cita-cita kita di situ,” jawab Anya. “Aku inget, waktu itu kamu pengen jadi artis, sedangkan aku pengen jadi arsitek.”
“Hahaha, iya dong. Tapi aku gagal jadi artis, Anya. Aku malah jadi jurnalis,” ujar Bella.
“Tapi kamu tetap berhasil, Bella. Kamu jadi jurnalis yang sukses,” kata Anya, menghibur teman sejatinya itu.
Setelah perawatan di salon selesai, Anya dan Bella berangkat ke kampus untuk menghadiri reuni alumni.
“Aku sedikit nervous, Bella,” ujar Anya. “Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan teman-teman kampus.”
“Tenang saja, Anya. Kamu pasti akan senang bertemu dengan mereka. Lagipula, kita akan bertemu dengan teman-teman yang pernah membuat masa kuliah kita lebih berwarna,” hibur Bella.
Anya mengangguk, mencoba menyingkirkan perasaan nervous nya. Dia bertekad untuk menikmati reuni alumni ini dan menciptakan kenangan baru bersama teman-temannya. Anya dan Bella memasuki aula kampus. Suasana ramai dengan obrolan dan tawa. Mereka disambut hangat oleh teman-teman lama yang sudah berkumpul.
“Anya! Bella! Senang banget ketemu kalian lagi!” seru Dinda, teman satu jurusan yang kini bekerja sebagai desainer grafis.
“Dinda! Lama nggak ketemu!” Anya dan Bella serempak menjawab, memeluk Dinda erat.
Mereka berbincang hangat, mengenang masa-masa kuliah yang penuh dengan kenangan. Anya merasa senang bisa bertemu kembali dengan teman-teman lamanya. Mereka saling bercerita tentang kehidupan masing-masing, menceritakan suka duka yang telah mereka lalui selama bertahun-tahun, sambil menikmati minuman dan makanan ringan yang disediakan.
Anya merasakan sesuatu yang aneh. Dia mendengar suara yang familiar, suara yang pernah menghiasi mimpi-mimpi malam serta hidupnya. Dia berbalik dan matanya menatap sosok pria yang sedang berbicara dengan sekelompok teman lamanya.
Arga.
Anya terpaku di tempatnya. Dia tidak menyangka akan bertemu Arga di reuni alumni. Dia mencoba untuk menyingkirkan perasaannya dan bersikap profesional.
“Anya, kenapa kamu diam saja?” tanya Bella, menatap Anya yang terlihat terpaku.
Anya menarik napas dalam. “Oh, tidak apa-apa. Aku hanya terkejut melihat Arga di sini,” jawab Anya.
Bella terkejut. “Arga?”
"Apa dia alumni kampus ini?" tanya Anya.
“Entahlah! Eh, tanya aja sama orang yang lewat,” usul Bella. Dia menunjuk seorang pria yang sedang berjalan menuju meja minuman. “Mas, boleh tanya? Arga itu alumni tahun berapa ya?”
Pria itu menoleh dan tersenyum ramah, “Alumni tahun ‘20, mbak. Kenapa?”
Anya dan Bella saling berpandangan, rahang mereka ternganga. “Hah? ‘20? Berarti dia tiga tahun di atas kita?” tanya Bella, suaranya tak percaya.
“Iya, mbak. Dia dulu jurusan Teknik Sipil, kalau nggak salah,” jawab pria itu. “Dia aktif banget di organisasi kemahasiswaan, makanya dikenal banyak orang.”
Tiba-tiba, suara MC mengalun lembut. "Untuk membuka malam yang penuh makna ini, saya ingin mengundang Bapak Arga Danendra dan Ibu Anya untuk membuka sesi dansa!"
Anya menggeleng. Dia ingin pergi dari tempat ini, menghindar dari Arga dan perasaannya.
"Bella, tarik aku pergi dari sini," pinta Anya.
"Ok, ayo!" ajak Bella, menarik tangan Anya.
Anya terkejut. Arga sudah berada di lantai dansa, tersenyum padanya. Dia terlihat seperti sedang menunggu Anya. Dia yang telah memahami Anya, dengan karakternya, Anya akan berusaha untuk menghindar. Namun dengan isyarat mata Arga, Dinda langsung mencegat Anya dan mendorongnya ke tengah lantai dansa. Anya terhuyung dan jatuh ke pelukan Arga.
"Anya, kamu baik-baik saja?" tanya Arga, suaranya penuh kekhawatiran.
Anya menatap mata Arga. Dia terkejut melihat kekhawatiran yang terpancar di mata Arga. Dia terdiam, tidak bisa mengeluarkan sebuah kata pun. Lampu dansa menerangi mereka berdua, sorotnya seolah memfokuskan pandangan semua orang pada mereka. Anya terpaku, terjebak dalam dekapan yang tak terduga.
"Anya, sekarang kita menjadi pusat perhatian. Berdansa lalu akhiri dansa ini," kata Arga, suaranya berbisik lembut.
Musik terdengar, Anya dan Arga mulai berdansa mengikuti alunan musik.
"Kenapa kamu menolak ide taman itu?" tanya Anya.
"Aku tidak menolak ide itu, Anya," jawab Arga. "Aku hanya ingin mempertimbangkan kembali desainnya. Aku ingin menciptakan bangunan yang lebih bermakna, bangunan yang tidak hanya indah, tapi juga berfungsi dengan baik untuk masyarakat."
Anya terkejut. Dia tidak menyangka bahwa Arga akan mengatakan itu. Dia menatap mata Arga, mencari kebenaran di balik kata-katanya.
Tiba-tiba, Arga berbisik pelan ke telinga Anya, "Anya, aku akan jujur padamu. Aku tidak menolak ide taman itu karena aku tidak menyukainya, tapi karena aku ingin membuatmu kembali padaku."
Anya tercengang. Dia tidak menyangka bahwa Arga akan mengatakan hal seperti itu. Dia terdiam, terkejut dengan pengakuan Arga.
"Aku tahu, aku telah menyakitimu," lanjut Arga, suaranya mengalun lembut. "Tapi aku menyesal. Aku ingin memberimu peluang kedua untuk mengenal aku lagi, Anya. Aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku telah berubah. Aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku benar-benar mencintaimu."
Anya terdiam, pikirannya berputar cepat. Dia tidak menyangka bahwa Arga akan mengatakan itu. Dia menatap mata Arga, mencari kebenaran di balik kata-kata Arga.
Arga memeluk Anya erat, mencium rambutnya dengan lembut. Anya terdiam, menikmati pelukan Arga. Dia merasakan perasaan yang rumit, perasaan marah, kecewa, tapi juga rasa sayang yang masih tersisa.
"Kembalilah padaku," bisik Arga.
Anya menarik napas dalam, matanya terpejam, mencoba untuk memahami semua yang terjadi. Sorot lampu dansa masih menerangi mereka, seolah menjadi saksi bisu dari pertemuan yang tak terduga ini.
Musik dansa masih mengalun. Anya, yang masih tercengang dengan pengakuan Arga, bergegas melepaskan diri dari dekapan Arga. Dia merasa panas dan pusing, seolah-olah terjebak dalam sebuah mimpi buruk. Dia berlari menuju pintu keluar, ingin segera pergi dari tempat itu, menjauh dari Arga dan semua perasaannya.
Bella yang memperhatikan tingkah Anya terkejut. "Anya, kenapa kamu buru-buru? Kamu nggak apa-apa?" tanya Bella, mengikuti langkah Anya.
Anya tak menjawab, dia hanya terus berlari, ingin menyingkirkan semua kekacauan yang terjadi di dalam hatinya. Dia tidak ingin mendengar penjelasan Arga. Dia tidak ingin memberikan Arga kesempatan kedua.
"Anya, tolong berhenti!" teriak Bella, namun Anya tetap berlari. Dia ingin menyingkirkan semua perasaan yang membingungkan ini.
Mereka berdua akhirnya keluar dari tempat acara. Udara malam yang dingin menerpa wajah Anya, memberikan sedikit ketenangan pada pikirannya yang kalut.
"Anya, ceritakan padaku," pinta Bella, berusaha menenangkan Anya.
Anya terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia merasa bingung dan kecewa.
"Arga bilang apa?" tanya Bella, mencoba untuk memahami situasi Anya.
Anya menghela napas, mencoba untuk menenangkan dirinya. "Dia... Dia bilang dia mencintaiku."
"Hah?" Bella terkejut. "Dia bilang dia mencintaimu? Setelah semua yang dia lakukan?"
Anya terdiam, menggelengkan kepalanya. Dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti kenapa Arga bisa mengatakan hal seperti itu.
"Anya, kamu harus tenang," kata Bella, menarik tangan Anya dan mengajaknya duduk di bangku taman di seberang tempat acara. "Kamu tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan. Pikirkan baik-baik. Apakah kamu masih mencintainya? Apakah kamu masih bisa mempercayainya?"
Anya terdiam, menatap kosong ke depan. Dia tidak tahu jawabannya. Dia masih kesal dan kecewa dengan Arga. Namun, di balik semua amarahnya, dia masih merasakan sedikit rasa sayang yang tersisa.
"Aku tidak tahu, Bella," jawab Anya, suaranya berbisik. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."
"Tenanglah, Anya," kata Bella, menenangkan Anya. "Kamu tidak sendirian. Aku akan selalu ada untukmu."
Anya mengangguk, mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia tahu Bella akan selalu ada untuknya. Dia tahu bahwa Bella adalah teman sejati yang selalu bisa diandalkan.
"Aku ingin pergi dari sini," kata Anya, berdiri dari bangkunya. "Aku ingin pulang."
"Baiklah," jawab Bella.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁