dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
007. Jebakan Jodoh
Keesokan paginya Diandra sudah diperbolehkan pulang, Githa sedang membantu Diandra membereskan beberapa barang sebelum nanti keduanya pergi.
"biayanya pasti mahal."
Diandra menghela napas memperhatikan kamar rawatnya yang ternyata memiliki fasilitas lumayan lengkap. Kamar mandi di dalam, sofa dan matras khusus untuk keluarga pasien yang menginap serta menjenguk, AC, bahkan lengkap dengan selimut serta bantal untuk keluarga pasien. Jangan lupakan perlengkapan dikamar mandi, seperti sabun, shampo, sikat gigi, juga pasta gigi. Bahkan tadi Diandra sempat diberi tahu bahwa perlengkapan mandi bisa dibawa pulang oleh pasien.
"udah diurusin tuh, sama tunangan elu." Githa menyahut sambil menekan kata tunangan.
"maksud lu?" Diandra tampak bingung dengan maksud dari sahabatnya itu.
"udah dibayar lunas sama Fandi. Kan lu semalam udah tunangan sama doi."
Diandra yang merasa sedikit kesal dengan perkataan Githa memukul keras bahu sahabatnya itu sehingga membuat Githa meringis. Mengenai Fandi, lelaki itu tak terlihat pagi ini. Diandra tidak mau tau juga. Mungkin saja sudah pulang duluan, atau mungkin di ruangan Bu Gina. Entahlah. sedangkan Jerry, lelaki itu pamit pulang beberapa jam lalu karena ada kerjaan mendesak katanya.
"udah semua kan?" Githa mengedarkan pandangannya.
"kayaknya udah, gue kan nggak bawa banyak barang."
Saat dirasa sudah semua Diandra dan Githa meninggalkan ruang rawat, masih tak percaya dengan perkataan Githa yang mengatakan jika biaya rumah sakit telah dibayar oleh Fandi, Diandra menyeret paksa Githa keruangan admistrasi. Dan benar saja, semuanya telah dibayar lunas oleh lelaki itu.
"Gue bilang juga apa." Githa mendengus sebal, sahabatnya yang satu ini memang agak keras kepala.
"Yaaa, gue kan masih enggak percaya tadi." Diandra membela diri sedangkan Githa memutar bola matanya malas.
"Kok elu bisa tau?" Diandra amat penasaran bagaimana Githa bisa tau jika biaya rumah sakit telah dibayar Fandi. Sepengamatan Diandra, Githa dan Fandi tak pernah mengobrol.
"Gue liat sendiri tadi pas nyari makan ke kantin."
Diandra ingat, saat dirinya bangun tadi perutnya terasa lapar. Makanan rumah sakit porsinya sedikit tentu tidak bisa membuat perut karetnya terasa kenyang sehingga dirinya meminta Githa dan Jerry membelikan makanan. Dan saat kembali, Githa hanya sendirian. Mendesak perkataan Githa Diandra hanya menganggukan kepala saja.
"Elu yakin nggak mau jenguk Bu Gina dulu?"
"Enggak usah lah, gue mau lanjut rebahan aja di kosan."
"Ya udah terserah elu."
*****
Suara tembakan membangunkan Diandra dari tidurnya. Karena efek obat yang diminumnya Diandra jadi sangat mengantuk, bahkan dirinya tertidur dari pukul 4 sore hingga pukul 8 malam. Diandra sendirian di kosan. Kosan Diandra terdiri dari 2 lantai, lantai bawah khusus untuk laki-laki, dan lantai atas khusus untuk perempuan.
Tiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi serta AC. Ada juga dapur kecil yang dilengkapi dengan penanak nasi, terdapat kulkas kecil juga untuk menyimpan bahan makanan anak kos. Sedangkan dapur utama ada dua, disetiap lantai terdapat satu dapur yang berisi kulkas 2 pintu ukuran besar, kompor, serta beberapa peralatan masak lainnya. Diandra biasa memasak makanan disana lalu setelah itu membawanya ke kamar, karena jika disimpan di kulkas dapur rawan diambil teman kosannya.
"Gue tidur selama itu." Diandra mengucek kedua matanya dan menguap lebar.
Diandra lalu memaksakan diri bangun dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Dilihatnya handphone yang ternyata banyak panggilan masuk dari Githa, ada juga panggilan masuk dari kedua orangtuanya. Itu semua Diandra abaikan, dirinya lebih tertarik dengan nomor baru yang satu jam lalu menelpon. Hanya satu kali, tak ada chat pula. Diandra sedikit penasaran, namun ketika dirinya hendak menekan ikon panggil, suara tembakan kembali terdengar. Kali ini lebih keras, sepertinya tak jauh dari sini.
Diandra mengintip lewat jendela, sepi. Suara teriakan beberapa laki-laki mulai terdengar, ingin keluar tapi Diandra takut. Dering telepon mengejutkan Diandra, panggilan dari Sisilia, teman kosannya. Kamar mereka bersebelahan. Diandra mengangkat panggilan tersebut, Sisilia mengatakan untuk tidak keluar kamar. Ada penangkapan seorang bandar narkoba tak jauh dari kosan mereka. Sisilia tadi sempat diberitahu oleh salah seorang polisi ketika mengambil pesanan makanan yang bawa oleh ojek.
Diandra menghembuskan napas, untung saja dirinya tidak keluar. Tidak bisa dipungkiri, suasana sedikit mencekam. Meski suara tembakan tak lagi terdengar namun suara teriakan-teriakan semakin kuat. perutnya juga terasa lapar. Diandra mengecek stok mie instan di lemari, untung saja masih ada.
"Makan yang ada ya. Nanti makan lagi." Diandra menepuk perutnya.
Sekitar satu jam suasana kembali seperti semula, suara motor sudah mulai terdengar lalu lalang. Diandra mengintip keluar. beberapa teman kosannya sudah berada di teras kosan berbincang. melihat hal itu Diandra juga beranjak keluar dan mencari Sisilia.
"Gila bjir, takut banget gue." Begitu melihat Diandra, Sisilia langsung memeluk lengan Diandra dan mengadu pada gadis itu.
"Bener yang lu bilang tadi?" Diandra mengajak Sisilia mojok ke tangga.
"Iya elah, om om polisinya ngasi tau gue. Tu om om pake baju biasa, rambutnya panjang. Awalnya gue kira tu orang om om pedo. Mana gue cuma pake baju crop top sama celana pendek, curiga dong gue pas tu om om mendekat, eh taunya tu orang nyuruh langsung masuk. Terus ngelarang gue keluar juga, sama katanya kasi tau sama penghuni kos biar pada diam dikamar." Sisilia berbicara dengan mengebu menceritakan kejadian yang dialaminya beberapa jam yang lalu.
"untung tadi lu nelpon gue. Gue udah mau keluar liat ada apaan." Diandra amat bersyukur tidak jadi keluar, bisa bahaya jika tadi dirinya nekat keluar kamar untuk mencari tau apa yang terjadi.
"kebawah yuk, kali aja dapat info lagi." ajak Sisilia.
Kedua gadis itu lalu turun kebawah. Kosan mereka yang tersusun menyamping seperti gedung sekolahan membuat mereka bisa langsung melihat jalanan jika berada di teras, tangga untuk akses kelantai dua terdapat di sisi kanan bangunan terhubung dengan area menjemur, sedangkan disebelah kiri tepatnya disudut bangunan terdapat dapur yang dibuat terbuka tanpa pintu dan diberi dinding yang tidak full sampai ke plafon.
Kosan mereka sangat aman dengan pagar tembok setinggi dua setengah meter mengelilingi kosan, bangunan yang terletak di tengah-tengah membuat parkiran tampak sangat luas. Dibelakang bangunan sendiri ditanami pohon buah-buahan seperti jambu biji, mangga, dan beberapa tanaman lain, terdapat area santai juga yang biasanya dimanfaatkan oleh mereka untuk berpacaran karena tidak diperbolehkan membawa lawan jenis untuk masuk kedalam kamar.
"Bu, siapa yang ditangkap?"
Sesampainya dibawah Sisilia si ekstrovert langsung menarik Diandra ke kerumunan ibu ibu di pinggir jalan dekat gerbang kosan mereka, anak anak kos pun beberapa sudah terlihat membaur bersama masyarakat disana baik laki-laki maupun yang perempuan, sedangkan beberapanya lagi memilih bertahan di dalam menunggu informasi yang dibawa oleh temannya dari luar.
"Itu loh, si gimbal yang rumahnya dibelakang warung bang Ucup." Ibu yang memakai daster berwarna toska semata kaki lengan pendek dengan kerudung berwarna pink menjawab pertanyaan Sisilia.
laki-laki yang dijuluki gimbal oleh warga sekitar, Diandra tau laki-laki itu. Biasanya saat Diandra membeli beberapa keperluan yang mendadak habis ataupun hanya sekedar jajan-jajan diwarung bang Ucup dengan Sisilia, si gimbal ini pasti menggoda keduanya. Tak hanya Diandra dan Sisilia, anak kos lain pun kerap menjadi sasaran Gimbal. Kenapa dijuluki Gimbal, itu karena rambutnya dibuat menjadi Gimbal dengan panjang sebahu.
"Katanya pengedar to Buk?" Sisilia kembali mengulik infomasi.
"Iya, kalian nda sadar opo ada tukang bakso nangkring disini beberapa hari ini." seorang ibu menyahut lagi dengan aksen yang medok.
"Lah iye buset dah, anak gue noh kemaren beli bakso seporsi banyak banget. Cuma sepuluh ribu lagi, buset dah kata gua."
Diandra dan Sisilia berpandangan, keduanya mengingat Abang tukang bakso yang sempat Sisilia godain beberapa hari yang lalu.
"Anjir yang itu, Sil. Yang elu godain." Diandra berbisik di telinga Sisilia.
"Anjir, mampus gue." Sisilia terlihat sedikit panik. "Lagian mana gue tau kalo tu Abang Abang polisi yang lagi nyamar."
Saat keduanya tengah berbisik sementara ibu ibu kembali membicarakan si Gimbal yang kena tangkap, Dua orang laki-laki terlihat mendekat kearah Diandra dan Sisilia yang berada di sudut kerumunan ibu-ibu.
"Gimana kak? Masih berniat nafkahin saya nggak?"