NovelToon NovelToon
Pernikahan Kilat Zevanya

Pernikahan Kilat Zevanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Naaila Qaireen

Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.

Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

SELAMAT MEMBACA

Zevanya dan Wira meninggalkan pasar setelah berbelanja kebutuhan selama seminggu. Dan selama itu juga keduanya jarang berbicara, hubungan yang tak ubahnya bak mimpi itu berjalan begitu kaku.

Seseorang yang mengamati keduanya sejak tadi mulai menampakkan diri, orang itu menghela napas gusar tetapi terdapat kepingan rasa syukur.

Ternyata benar, anaknya telah menikah. Rasa syukur itu semakin memenuhi dada karena anaknya tidak mengikuti jejak hitamnya yang begitu kelam.

Zeanita, tak lain adalah ibu dari Zevanya. Wanita itu mendapatkan kabar dari temannya yang juga tinggal di tempat padat penduduk— tempat tinggal Wira.

Perempuan itu memberitahu Zeanita bahwa ia melihat anaknya Zevanya yang digiring bersama sorangan pria untuk di nikahkan.

Zeanita dengan segera bersiap untuk memastikan hal tersebut, dan benar saja. Ia melihat anaknya keluar dari mushola bersama seorang pria, yang ia yakini telah menjadi suami sang anak. Dan hal itu berlanjut sampai dia yang mengikuti mereka ke pasar.

Pria itu terlihat baik dibandingkan lelaki yang dikenal sang anak sebelumnya, tetapi desas-desus yang menjadi pemicu pernikahan keduanya juga tidak bisa diabaikan oleh wanita itu.

“Sekedarnya dia sudah menikah, dan hanya berurusan dengan satu lelaki,” gumam Zeanita. Dan ketika Zevanya dan Wira meninggalkan pasar, perempuan itu tidak mengikuti lagi. Ia pun bergegas pulang, rentetan pesan sudah mulai memenuhi ponselnya.

***

Sampainya di rumah, Wira bergegas merogoh kantung celana untuk mengambil kunci. Pria itu turun dari sepeda motornya lalu berjalan menuju pintu rumah untuk segera membukanya.

Zevanya sendiri menurunkan belanjaan mereka yang tersimpan di depan motor, padahal salah satu tangannya telah penuh oleh belanjaan yang memang ia pegang sedari di pasar.

“Biar saya saja, itu berat.” Wira dengan cepat mengambil alih pekerjaan gadis itu setelah dirinya berhasil membuka pintu.

Zevanya tidak menolak, membiarkan Wira mengambil sisa belanjaan mereka. “Itu juga,” pria itu ingin mengambil alih belanjaan di tangan Zevanya. Namun, dengan segera gadis itu menolaknya.

“Tidak perlu, saya bisa membawa yang ini.” Jelas Zevanya. Tetapi Wira tidak mendengarkan, pria itu pun mengambilnya tanpa persetujuan dan membawanya ke dapur.

“Ini cukup berat, bisanya kamu ingin membawanya.” Ujar pria itu, sesekali menoleh ke belakang dimana Zevanya berjalan mengikuti.

Dan untuk pertama kali, gadis itu memberikan cengiran. “Saya sudah biasa,” jawabnya mengingat kembali pekerjaan yang selama ini ia tekuni. Bahkan hal ini belum seberapa, jika dibandingkan saat ia bekerja sebagai buruh di pasar. Membantu ibu-ibu membawa belanjaan mereka.

Zevanya menyusun belanjaan ke dalam kulkas, sedangkan Wira membersihkan ikan dan ayam sebelum di masukan ke freezer. Lelaki itu menyisihkan beberapa untuk di masak langsung.

“Kamu bisa masak?” tanya Wira, Zevanya mengangguk sembari menerima ikan yang telah dibersihkan dan memasukkannya ke dalam freezer.

“Kalau begitu tolong masak sayur sup, biar aku yang menggoreng ayam.” Ujar Wira, memang dirinya yang paling banyak bicara. Gadis yang telah resmi menjadi istrinya ini lebih banyak mengangguk dan menggeleng atau menjawab dengan singkat.

Zevanya melongo sesaat, selain tawar menawar, pria ini juga ternyata bisa memasak. “Kenapa dengan wajahmu, saya tentu bisa memasak.” Wira bisa membaca mimik wajah Zevanya, membuat sang gadis menjadi salah tingkah, gelagapan.

“Ehhh yaaa... maaf.” Zevanya dengan cepat meminta maaf, takut pria itu tersinggung.

Wira tertawa melihat kegagapan Zevanya, “Santai saja...” katanya ringan. “Saya tinggal sendiri, tentu harus bisa masak. Tidak mungkin terus membeli makan di luar.” Zevanya mengangguk menyetujui. Keduanya pun memasak bersama untuk sarapan yang lebih tepatnya makan siang.

Deringan ponsel di saku Wira membuat pria itu menghentikan pekerjaannya, ia mengalihkan perhatiannya ke benda pipih tersebut. Wajahnya mengernyit ketikan melihat nama yang tertera.

“Biar saya yang lanjutkan,” setelah memasak sayur dan membuat sambal, Zevanya tidak melakukan apa lagi. Gadis itu pun menawarkan bantuan.

“Hm, ya... tolong.” Setelah mendapatkan anggukan Zevanya, Wira bergegas keluar untuk menjawab telepon.

Wira kembali saat semuanya telah masak dan tertata rapi di atas meja makan, wajah yang tegang setelah menerima telepon berubah semringah melihat makanan yang tersaji. Ia memang sudah lapar sejak tadi, dan bertambah lapar ketikan mendapatkan kabar dari seseorang yang menelepon.

“Silakan,” Zevanya menyendok nasi dan lauk pauk lalu memberikannya pada Wira. Ia ingat ibunya melakukan hal seperti ini pada bapaknya yang baru pulang kerja, saat itu keluarga mereka masih harmonis dan ekonomi pun masih baik-baik saja.

“Terima kasih,” ujar Wira, merasa ada perasaan baru yang melingkupi hatinya. Begini kah rasanya di layani oleh istri? Gumam pria itu dalam hati.

Zevanya pun mengambil untuk dirinya, keduanya makan bersama dengan penuh khidmat.

“Sambal mu sangat enak,” puji Wira tanpa sungkan. Zevanya menunduk, namun bibirnya mengulas senyum. Tentu rasanya bahagia saat seseorang memuji masakan kita.

“Saya memang pernah bekerja di warteg,” jawab Zevanya, Wira mengangguk-angguk mengerti.

Membersihkan peralatan masak dan piring kotor, keduanya pun lakukan bersama. Pekerja semakin mudah dan lebih menyenangkan karena sisipan obrolan mereka. Suasana tidak lagi canggung dan hening.

Wira ijin memasuki kamar untuk mengambil bajunya, pria itu menuju ke toilet berniat membersihkan diri. Beberapa baju juga ia masukan ke dalam tas, bersama barang-barang yang menurutnya penting.

Pria itu keluar dari kamar mandi, dan terlihat rapi dengan kaos dan celana jeansnya. Handuk ia lampirkan ke sofa tua, tasnya pun sudah tersimpan di sana.

Zevanya melihat semua itu dalam diam, matanya memancarkan rasa penasaran. Namun, dirinya segan untuk bertanya.

“Saya akan pergi beberapa hari, ada urusan penting yang harus diselesaikan.” Wira menjelaskan tanpa ditanya, matanya memandang wajah Zevanya untuk melihat bagaimana reaksinya. “Apa tidak masalah?” tanyanya dengan ragu, sekalian meminta ijin. Karena gadis di depannya ini telah resmi menjadi istrinya, ya... walaupun baru secara agama.

Mata Zevanya menunjukkan keterkejutan, tetapi dengan cepat gadis itu mengendalikan diri. Bagaimana pun mereka adalah dua orang asing yang terpaksa disatukan. Maka dari itu, ia sama sekali tidak ingin membatasi kebebasan Wira atau merepotkannya dengan pertanyaan tidak pentingnya.

“Sama sekali tidak, kapan akan berangkat?” jawab Zevanya disertai gelengan pelannya. Dan itu membuat sang pria menghela napas. Tidak ada kesan, istri yang mencegah suami untuk pergi. Eh, kenapa ia jadi memikirkan hal demikian? Pria itu kemudian menggeleng, pernikahan mereka bahkan belum dua puluh empat jam.

“Sebentar lagi,” jawab pria itu singkat, lalu bergeser mendekat pada Zevanya. Gadis itu menjadi bingung dan mulai gugup, jarak keduanya semakin terkikis.

“Pernikahan kita memang terjadi begitu singkat, bahkan tanpa perkenalan. Hanya mengetahui nama satu sama lain. Tapi ingat, status ini sakral dan sah secara agama.” Ujar pria itu, dahi Zevanya mengernyit. Ya, ia tahu itu. Lalu? “Hal penting yang harus kamu ketahui, tidak ada penceraian di dalam kamus hidup saya, kalaupun berpisah itu karena maut!” Zevanya tertegun, mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut pria yang adalah suaminya ini.

Dan gadis itu tersentak tak kala merasa tekstur lembut mengecup keningnya, pengalaman pertama kali yang ia rasakan. Karena ketika ijab kabul pernikahan, pria itu sama sekali tidak melakukan hal demikian. Hanya dirinya yang mencium telapak tangannya sebagai tanda bakti pertama.

“Saya akan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan pulang segera, tolong jaga dirimu dengan baik. Saya juga titip rumah ya...” Pria itu mengusap kepala Zevanya dengan lembut, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang merah di dalam dompet dan menyimpannya di telapak tangan sang istri yang masih terlihat syok.

“Saya pergi, kunci pintu dan jendela baik-baik.” Dan barulah Zevanya tersadar dari lamunannya, ia dengan segera bangkit untuk mengejar Wira.

“Mmmm... M-maas Wira.” Bibir Zevanya terkatup rapat dengan wajah berpaling. Belum usai degup jantung Wira akibat tindakannya barusan yang terlalu berani, kini ia menoleh dengan degup jantung yang semakin berpacu. “Hati-hati,” cicit Zevanya, berlari masuk. Gadis itu sangat malu dengan panggilannya, sedangkan Wira tanpa sadar menyunggingkan senyum.

1
Eliermswati
wah keren wira emng bnr klo dah d buang buat ap d pungut lg bkn rmh tangga jd berantakan
Karina Mustika
langsung nikah aja nih..
Naaila Qaireen: Hehehhe, iya kak😅
total 1 replies
Nazra Rufqa
Nunggu dari lama kak, akhirnya ada karya baru... moga sampe tamat ya.
Nazra Rufqa
Mampir kak thor/Smile/
Naaila Qaireen: Siap kak, moga suka🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!