Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yang pernah ditakuti di dunia terang dan gelap. Lelaki yang menghilang membawa rahasia besar—bukti kejahatan yang bisa meruntuhkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yang bisa membuka aksesnya.
Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yang ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.
Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu yang kelam mulai menyeret mereka ke dalam lintasan berbahaya yang sama?
Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yang diuji.
Bersiaplah untuk menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta dan bahaya berjalan beriringan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. HEBOHNYA LIONTIN DARI SWISS
Aylin menoleh pelan, keningnya sempat berkerut, tapi kemudian sudut bibirnya terangkat. Ia tersenyum kecil, genit, sambil menyentuh dagu Akay dengan ujung jarinya.
“Oh, ya?” bisiknya lembut. “Berarti aku boleh punya rahasia... asal kamu tetap bisa nyelametin aku tepat waktu?”
Akay mengangguk, lalu meraih tangan Aylin dan menggenggamnya erat. “Tapi kalau kamu terluka karena aku nggak tahu apa yang kamu hadapi... itu yang nggak bisa aku maafkan.”
Aylin menunduk sejenak, lalu berkata pelan, “Kalau saatnya tiba, aku janji akan cerita.”
“Jangan tunggu sampai terlambat,” bisik Akay.
Aylin menatap mata suaminya. Dalam. Luruh.
"Aku nggak pernah mau kamu jadi orang yang harus menyelamatkanku, Akay. Aku cuma mau... kamu ada di sisiku, kalau aku gagal nyelamatin diriku sendiri."
Akay mengusap lembut punggung tangan Aylin. “Kalau kamu jatuh, aku bakal bantu bangun. Tapi jangan pernah anggap dirimu lemah.”
Dalam diam, mereka duduk berdampingan, saling diam dalam pengertian yang tak lagi butuh banyak kata. Senja menggantung pelan, menutup sesi latihan... dan membuka pintu rahasia di antara mereka.
***
Kamar masih hangat. Napas mereka belum sepenuhnya teratur. Seprai kusut dan hangat jadi saksi gelora hasrat yang membakar mereka beberapa saat lalu.
Aylin merebahkan kepalanya di dada Akay, matanya mulai berat.
“Capek?” bisik Akay sambil memainkan rambut istrinya.
“Banget. Tapi senang.” Suaranya kecil, hampir seperti gumaman mengantuk.
Akay tersenyum tipis. Ia menatap langit-langit kamar, lalu melirik jam. Hampir tengah malam.
“Aylin?”
“Hm?” gumamnya nyaris tak terdengar.
“Kalau aku tanya sesuatu... kamu bakal jawab jujur?”
Aylin tak langsung menjawab. Ia hanya menyesuaikan posisi, menarik selimut ke pundaknya. “Tergantung pertanyaannya.”
Akay tak lanjutkan. Ia hanya mengelus punggung istrinya pelan, sampai napas Aylin melambat—tertidur.
Perlahan, ia melepaskan diri dari pelukan. Gerakannya hati-hati agar tak membangunkannya. Ia mengenakan baju tidur kimono yang tergeletak dilantai, lalu mengambil ponsel dari meja dan melangkah ke balkon.
Di luar, udara malam dingin menggigit. Tapi pikirannya lebih dingin dari itu.
Ia menekan satu kontak cepat.
Nada sambung terdengar beberapa detik, lalu sebuah suara lelaki menjawab di ujung sana.
“Bos?”
“Satu bulan aku pergi. Apa yang di lakukan istriku selama itu?” suara Akay pelan tapi tajam, nyaris tak berintonasi.
Orang di seberang terdengar menarik napas sebelum menjawab. “Nyonya… rajin latihan, Bos. Hampir tiap sore datang ke klub bela diri. Selalu serius latihannya.”
“Klub bela diri?” Akay mengernyit. Matanya menatap kosong ke halaman di bawah. “Apa cuma itu?”
“Enggak, Bos. Nyonya juga sempat ikut pelatihan menembak. Cuma seminggu, tapi intensif. Tempatnya privat, bukan tempat umum.”
Akay terdiam. Ujung lidahnya menekan langit-langit mulut, rahangnya mengeras. “Ada yang aneh dari gerak-geriknya?”
“Enggak ada yang mencurigakan, tapi… ya, nyonya kelihatan kayak lagi nyiapin diri. Fisik, mental, semua diasah. Tapi nggak pernah cerita ke siapa pun tujuan dia latihan.”
Akay mendesah pelan. “Oke. Terima kasih.”
Ia mengakhiri panggilan. Matanya menatap ke bawah—ke taman yang gelap. Pikirannya berisik.
"Latihan bela diri. Tembak juga? Untuk apa? Siapa yang dia takutkan? Atau... siapa yang dia incar?"
Ia kembali ke kamar. Aylin masih tidur. Nyenyak.
Ia duduk di tepi ranjang. Tangannya terulur, menyentuh pipi istrinya.
“Kamu berubah, Ay.” Suaranya lirih. “Tapi aku nggak akan paksa kamu cerita. Aku cuma takut… kamu lagi siapin diri buat perang, tapi aku nggak tahu musuhnya siapa.”
“Kalau kamu nggak mau cerita sekarang, nggak apa-apa, Ay. Tapi aku akan tetap jaga kamu… bahkan dari hal yang kamu sembunyikan dariku.”
Ia membungkuk, mengecup kening Aylin. Lama.
“Jangan tinggalin aku di luar dari semuanya.”
“Jangan perang sendirian.”
***
Suara ledakan mengguncang langit malam.
"Apa yang terjadi?!"
Aylin berlari. Napasnya sesak. Api menjilat langit. Darah membanjir jalan. Mayat bergelimpangan. Lalu seseorang—seseorang di tengah kobaran api—menjatuhkan liontin bercahaya aneh ke tanah sebelum terseret gelombang api dan lenyap begitu saja.
“Akh—!”
Aylin terbangun. Napasnya memburu. Tubuhnya menggigil. Mata terbuka lebar dalam gelap.
Akay langsung terjaga di sampingnya. "Ay...?" suaranya serak dan cemas. Ia langsung bangkit, melihat Aylin duduk gemetar. “Kamu mimpi buruk?”
Aylin hanya mengangguk. Tenggorokannya kering. "Itu cuma mimpi… atau bukan? Kenapa terasa nyata?"
“Kamu mimpi apa?” Akay menyentuh wajahnya. Tangan Aylin dingin. Ia tahu Aylin sedang berusaha menyembunyikan sesuatu—lagi.
“Enggak… cuma mimpi buruk biasa,” jawab Aylin cepat, terlalu cepat. Ia bahkan tak menatap matanya.
Akay menatap istrinya dalam diam. "Dia berubah sejak dari rumah neneknya. Lebih pendiam. Lebih waspada. Ada sesuatu yang dia sembunyikan, dan itu bukan hal kecil."
Biasanya Aylin akan langsung cerita, bahkan hal sepele sekalipun. Tapi sekarang… dia terasa jauh. Dan dingin.
“Kamu yakin nggak mau cerita?” Akay mendekat, mengusap keringat di dahi Aylin dengan lembut. “Apa mimpi itu bikin kamu takut?”
Aylin terdiam sesaat, lalu berkata lirih, “Enggak, aku cuma capek… maaf ngebangunin kamu.”
"Dan kamu bohong," pikir Akay, tapi ia tak mengatakannya. Ia hanya memeluk Aylin erat. “Apa pun yang kamu rasakan, kamu tahu kamu bisa cerita ke aku, 'kan?”
Aylin membalas pelukannya. “Iya… nanti.”
Tapi Akay tahu, "nanti" itu bisa berarti tidak sama sekali. Ia mengusap punggung istrinya, mencoba menenangkannya, meski pikirannya tak tenang.
"Apa yang sebenarnya kamu bawa pulang dari rumah nenekmu, Ay? Dan kenapa rasanya... itu bisa mengubah segalanya?"
***
Pagi itu di sebuah apartemen mungil di Luzern, Swiss, Natalie Kessler duduk di meja makan. Tangannya memutar-mutar liontin kecil berwarna perunggu yang aneh namun memesona. Sinar matahari pagi menembus jendela, jatuh tepat pada bola kaca di tengah liontin—membuatnya tampak menyala samar.
Liontin itu tidak pernah ia beli.
Ia menemukannya beberapa bulan lalu, entah bagaimana terselip di kantong kecil tas ranselnya setelah pulang dari liburan di Indonesia. Tak ada yang mengaku memilikinya. Tapi Natalie menyukainya—ada nuansa tua dan misterius yang justru membuatnya sulit melepaskan.
Tiba-tiba pintu dapur terbuka. Erik, suaminya, masuk sambil memegang tangan.
"Aduh! Pisau sialan," gerutunya.
Natalie sontak berdiri. "Kau berdarah?"
"Sedikit saja," katanya, menghampiri. "Bisa tolong ambilkan plester?"
Natalie hendak menuju kotak P3K, tapi Erik sudah lebih dulu menjulurkan tangannya. Darah menetes dari ujung jarinya—dan tanpa disengaja, satu tetes jatuh tepat ke liontin di meja.
Cahaya biru itu menyala. Berpendar dari bola kaca liontin, menampilkan pola-pola aneh—seperti peta kecil dengan garis, tanda, dan simbol misterius.
Mereka berdua terdiam.
Natalie memandangi liontin itu dengan tatapan membeku. Jantungnya berdetak lebih cepat. Sesuatu baru saja terbuka.
“What the hell is this…?”
“Eh? Apa itu barusan?” tanya Erik, suaminya, yang masih memegangi jarinya yang berdarah.
Natalie tidak langsung menjawab. Tangannya gemetar saat meraih ponsel dan mulai merekam. Kamera menangkap cahaya dari liontin, pola yang terus berubah, dan ekspresi wajahnya yang campur aduk antara bingung dan takjub.
Erik, yang tadinya panik soal jarinya, sekarang malah menatap liontin itu dengan mulut terbuka. “Tunggu… itu nyala karena darahku? Serius?”
Ia duduk tanpa sadar, lupa pada jarinya yang masih berdarah.
“Astaga, ini gila…” katanya pelan. “Nate, ini kayak… kayak sesuatu dari film National Treasure!”
Natalie mengangguk pelan, masih terpaku. “Aku nemu liontin ini waktu pulang dari Indonesia. Terselip di tas. Kupikir cuma pernak-pernik… ternyata—”
Cahayanya mulai meredup. Tapi pola itu sempat terekam jelas.
Setelah beberapa menit duduk diam, Natalie akhirnya mengunggah video itu ke TikTok dan Instagram dengan caption:
“Nemu liontin aneh ini di tas waktu pulang dari Indonesia… Sekarang dia nyala dan munculin PETA waktu kena darah?! Ada yang tahu ini apa???”
Kurang dari dua belas jam, videonya meledak. Ditonton lebih dari 9 juta kali. Kolom komentar penuh.
“Itu bukan liontin biasa, Sis. Itu kode.”
“Kayak alat rahasia di film mata-mata.”
“Ada yang bisa hubungi CIA gak, sih?”
“Aku beli 100.000 Euro.”
“Aku pernah lihat simbol itu di forum terenkripsi…”
Natalie mengunggah video lanjutan. Kali ini, ekspresi wajahnya jelas campur aduk—takut, bingung, dan panik.
“Sekarang banyak yang nawarin uang dalam jumlah gila buat liontin ini… Aku bahkan nggak tahu ini apa. Haruskah aku jual? Atau lapor polisi?”
Dan komentar terus membanjir.
Tapi ada satu komentar yang membuat jantungnya berdegup lebih keras dari sebelumnya:
“Hati-hati. Benda itu tidak dicari karena nilainya. Tapi karena apa yang bisa ia buka.”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
untung semua data atau apa ya itu namanya simbol2 itu sudah masuk ke pikiran Aylin ya...
ternyata setelah dilewati Aylin dan Akay tiap ujian tidak balik seperti semula ya...jadi gampang dilewati...
makasih kak Nana.... ceritanya bener-bener seru juga menegangkan . kita yang baca ikutan dag dig dug ser .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍