NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:879
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 - Rahasia Besar!!

Setelah bel pulang berbunyi, suasana sekolah mulai dipenuhi siswa yang keluar dari kelas. Di gerbang depan, sebuah mobil sudah terparkir, dan sepasang suami istri berdiri di sampingnya—wajah mereka tampak hangat dan ramah.

“Papa! Mama!” Tissa berlari kecil menghampiri mereka.

Vio yang berada tidak jauh di belakang ikut melangkah mendekat, lalu membungkuk sopan. “Selamat sore, Om, Tante. Sudah lama tidak bertemu.”

“Oh, Vio!” ucap sang ibu, tersenyum hangat.

Ayah Tissa menepuk bahu Vio dengan ringan. “Terima kasih sudah menjaga Tissa.”

Vio mengangguk pelan, senyumnya ramah tapi sedikit kaku. “Saya senang Tissa tinggal bersama kami. Rumah jadi lebih ramai.”

Tissa berdiri di tengah mereka dengan senyum malu-malu.

“Kalau begitu kami pamit dulu ya, Vio. Jangan sungkan main ke rumah kapan-kapan,” ucap sang ibu lagi sebelum masuk ke mobil bersama Tissa.

Vio melambaikan tangan singkat, lalu berjalan sendiri menyusuri trotoar. Jalanan sore itu ramai, namun damai—matahari mulai miring ke barat, memancarkan cahaya keemasan yang menyentuh atap-atap rumah dan dedaunan pepohonan.

Ketika melewati sebuah pertigaan, pandangannya tertarik pada toko kecil di sudut jalan.

“Paman…”

Toko alat musik yang sederhana, namun penuh pesona. Etalasenya masih menampilkan gitar, biola, dan beberapa instrumen kuno yang seolah menyimpan cerita di balik senar dan kayunya. Di dalam, suara lonceng kecil terdengar ketika Vio mendorong pintu masuk.

“Selamat sore~” suara berat dan ramah menyambutnya. Seorang pria paruh baya dengan rambut setengah putih muncul dari balik rak. “Wah, aku pikir kamu nggak bakal mampir lagi.”

Vio tersenyum tipis. “Kebetulan lewat, jadi mampir sebentar.”

Paman itu menatap Vio dengan mata yang tajam namun hangat, seperti bisa membaca banyak hal hanya dari ekspresi wajah. “Gitar yang kuberikan... sudah digunakan, kan?”

Vio mengangguk pelan. “Sudah. Terima kasih waktu itu. Suaranya... sempurna.”

Paman itu tertawa pelan, lalu duduk di bangku dekat meja kasir. “Kadang, alat musik akan memilih siapa yang pantas memainkannya.”

Vio berdiri di antara rak-rak alat musik, matanya menyapu sekeliling ruangan, menangkap setiap detail dengan perasaan campur aduk. Sejenak, tempat ini terasa seperti pulang—bukan ke rumah, tapi ke bagian dirinya yang tak banyak diketahui orang.

“Aku mungkin akan sering datang ke sini,” ucapnya akhirnya.

“Datanglah kapan pun kau mau,” jawab si paman. “Bahkan jika hanya ingin duduk dan mendengarkan keheningan.”

Vio hanya tersenyum, lalu pamit dengan membungkuk sopan sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

---

Langkah Vio terasa ringan saat ia menaiki anak tangga menuju pintu rumah. Sore telah berganti senja, dan langit memerah lembut. Ia membuka pintu perlahan dan masuk, disambut kehangatan rumah yang tenang.

“Vio?” suara Hilda terdengar dari ruang tengah, diiringi suara gesekan koper kecil di lantai.

Vio mendongak ke arah sumber suara. Kakaknya sedang bersiap dengan tas dan jaket.

“Kamu mau ke mana?” tanya Vio sambil melepas sepatu dan menaruh tasnya di gantungan dekat pintu.

Hilda tersenyum sambil merapikan kerah jaketnya. “Mau nginap di rumah Mei malam ini. Besok ada kelas pagi banget dan rumah Mei lebih dekat ke tempat pelatihannya.”

“Oh…” Vio mengangguk kecil. “Kalau begitu hati-hati di jalan ya, Kak.”

Hilda mendekat dan menepuk kepala adiknya dengan lembut. “Jaga rumah, ya. Dan jangan tidur terlalu larut.”

Vio hanya mengangguk dan Hilda melangkah pergi setelah memberi pesan singkat lainnya. Suara pintu tertutup pelan meninggalkan rumah dalam keheningan yang nyaman.

Vio menghela napas, lalu melangkah menuju dapur. Ia mengambil sebotol air dingin dan meneguknya perlahan, kemudian berjalan santai menuju kamarnya. Di dalam, cahaya lembut dari jendela menyinari ruangan yang rapi. Ia menjatuhkan diri ke kasur sejenak, menatap langit-langit yang temaram.

Hari ini panjang... tapi anehnya, terasa ringan.

Matanya tertuju pada gitar yang bersandar anggun di sudut ruangan. Jemarinya bergerak pelan, seolah jiwanya memanggil tak dalam kata, tapi dalam nada.

Namun sebelum ia benar-benar tenggelam dalam dunia siaran, ia bangkit perlahan dan mulai membereskan kamar serta menyiapkan peralatan siaran. Tangannya bergerak terlatih, menyusun mikrofon, laptop, serta dudukan gitar.

Dan sesaat sebelum ia menekan tombol siaran, ia kembali menatap gitarnya.

“Petals of a Secret…” gumamnya pelan. Lagu itu masih membekas sejak semalam—satu lagu, satu bisikan, yang hanya bisa lahir dari hatinya.

---

Vio menyesuaikan posisi duduknya di depan meja siaran, jemarinya baru saja menyentuh mouse untuk membuka aplikasi streaming ketika layar ponselnya tiba-tiba menyala. Notifikasi Video Call masuk dari Reina muncul.

“Hah?” Vio mengerutkan kening, sedikit bingung. Jam segini?

Setelah ragu sesaat, ia akhirnya mengangkat panggilan itu.

“...Halo?” sapa Vio perlahan.

Layar menampilkan wajah Reina—separuh wajahnya tepatnya, dengan pipi yang tampak memerah dan rambutnya basah, masih meneteskan air. Ia mengenakan handuk kecil yang tergantung di bahunya, dan latar belakang menunjukkan kamar mandinya.

“Rei—Reina?!” Vio refleks berseru sambil memalingkan wajah dan menutup matanya dengan tangan. “K-Kamu baru mandi ya?!”

“A-aku!” Reina tampak panik, matanya melebar sebelum buru-buru menarik handuknya ke atas, menutup lebih banyak tubuhnya. “M-maaf! Ini—ini nggak sengaja! Aku... aku salah pencet!”

Suasana hening sejenak, lalu suara napas keduanya terdengar kaku dan terburu-buru.

“Seriusan deh, aku... nggak berniat ganggu,” lanjut Reina cepat-cepat, wajahnya makin merah padam. “Tadi aku buka kontak dan... ya... nggak sengaja kepencet panggilan video...!”

Vio masih menutup sebagian matanya, meski kini dari sela-sela jari ia bisa melihat Reina sudah menutupi dirinya lebih baik.

“Yah, aku juga nggak nyangka kamu bakal angkat secepat itu...” bisik Reina lirih, hampir tidak terdengar.

“Ya maaf juga, aku kira penting...” Vio berdeham pelan, masih canggung.

Keduanya diam beberapa detik, lalu saling melirik dari balik layar. Reina menghindari tatapan dengan memainkan ujung handuknya, sementara Vio perlahan menjauhkan tangannya dari wajahnya, meski pipinya ikut merona.

“Jadi…” Vio mencoba mencairkan suasana. “Kamu... baik-baik aja, kan?”

Reina mengangguk cepat. “Iya... iya, kok.”

“Dan... kamu sering salah pencet gitu?” goda Vio, senyum tipis terukir meski matanya masih sedikit ragu untuk menatap langsung.

Reina mengerucutkan bibirnya. “Nggak juga! Hanya... hanya kali ini aja. Mungkin.”

Tiba-tiba keduanya tertawa kecil, menertawakan kecanggungan yang belum sepenuhnya hilang. Suara tawa Reina yang renyah sedikit menghapus suasana tegang sebelumnya.

Suasana pun sedikit mencair dengan obrolan ringan di antara mereka. Namun, tak lama kemudian…

“Eh?” Reina tiba-tiba menyipitkan matanya, menatap ke arah belakang layar.

“Hmm?” Vio ikut menoleh ke arah yang Reina lihat, lalu refleks memindahkan salah satu mikrofon kecil dan menyembunyikan kabel audio yang menjulur ke sisi meja.

Reina mengangkat alis. “Itu… peralatan apa ya? Kayak… buat rekaman gitu?”

“Ah… i-iya,” Vio cepat menjawab, sedikit tergagap. “Itu... punya kakakku. Kadang dia suka pakai buat... konferensi kerja. Aku cuma bantu atur.”

Reina mengangguk pelan, walau matanya masih menyimpan rasa curiga. “Oh gitu…”

Setelah obrolan ringan itu, Reina akhirnya menutup panggilan—setidaknya Vio pikir begitu. Ia menarik napas dalam dan mulai menyalakan aplikasi siaran.

Siaran malam dimulai. Musik pembuka khas Violetta mengalun lembut. Suara Vio berubah, menjadi lebih tenang dan mendalam seperti biasanya. Ia menyapa para pendengarnya seperti biasa, dengan senyuman kecil.

“Selamat malam… Violetta kembali di sini untuk menemani kalian...”

Di sisi lain, Reina yang baru saja meletakkan ponselnya tanpa menekan tombol end call, tiba-tiba mendengar suara yang amat ia kenali.

Suara itu.

Nada itu.

Ia buru-buru menatap layar ponselnya lagi, dan matanya membelalak. Panggilan belum terputus. Dan di layar, ia melihat dengan jelas wajah Vio… atau lebih tepatnya, Violetta.

“…aku akan membawakan lagu malam ini, sesuai permintaan dari seseorang yang sangat spesial,” ujar Vio dengan suara lembut, tidak menyadari bahwa seseorang sedang menyaksikannya secara langsung dari panggilan video.

Reina menutup mulutnya, matanya membulat. “Violetta… Vio…?”

Dia terdiam, gemetar antara kaget dan kagum. Saat lagu mulai mengalun, Reina perlahan bersandar pada bantalnya, menatap layar dengan senyum rumit. Hatinya berdebar.

Lagu selesai. Vio menutup siarannya dan mengucapkan selamat malam. Tapi saat ia menggerakkan kursinya untuk berdiri, ia menoleh ke arah ponselnya yang masih menyala.

“…Eh?”

Ia melihat wajah Reina.

“REINA?!” Vio hampir menjatuhkan ponselnya. “Kamu—! Kapan—?!”

Vio menatap layar ponselnya dengan wajah yang perlahan memucat. Nafasnya tercekat. Reina yang masih dalam panggilan video—menatapnya dengan sorot mata yang sulit dibaca. Masih mengenakan piyama tipis dan rambut setengah kering, Reina memeluk bantal di depannya, menyandarkan dagu di atasnya.

“…Aku udah nonton kamu lama banget,” ucap Reina dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan. “Violetta.”

Vio tidak menjawab. Hanya bisa menatap Reina seakan dunia di sekelilingnya baru saja runtuh. Tangannya gemetar memegang ponsel.

“Waktu pertama kali nemu channel-mu, aku gak tahu kenapa… tapi aku langsung ngerasa… suara kamu itu… kayak tempat pulang.” Reina menunduk sedikit. “Aku suka cara kamu nyanyi. Cara kamu ngomong ke penonton. Cara kamu... tetap hangat, meski kadang kelihatan sepi.”

Suasana jadi hening. Vio masih belum bisa bicara. Kepalanya penuh pikiran yang saling bertabrakan. Tapi Reina melanjutkan.

“Aku mulai kirim donasi kecil, komentar, dan… akhirnya, aku pakai nama ‘Zeo’. Nama samaran dari nama asliku, Rena.”

Vio memejamkan matanya sejenak. Mendadak semua ucapan lembut dari Zeo selama ini mengalir kembali ke kepalanya. Kata-kata penyemangat. Permintaan lagu. Pesan-pesan manis yang ia kira dari penggemar misterius… yang ternyata selalu ada lebih dekat daripada yang ia bayangkan.

Reina menarik napas. “Aku sempat curiga waktu lihat ada alat siaran tadi. Tapi aku nggak mau menaruh curiga. Sampai… aku dengar suara kamu barusan. Kamu berubah banget waktu siaran. Tapi aku tahu itu kamu.”

“R-Reina… aku—” suara Vio akhirnya keluar, parau dan nyaris patah.

Reina mengangkat tangannya, tersenyum canggung. “Tenang. Aku gak marah atau apa. Aku ngerti kenapa kamu sembunyi. Mungkin… kamu punya alasan sendiri.”

Vio menunduk. “Aku… gak siap ada yang tahu. Bahkan Tissa pun gak tahu. Ini… satu-satunya hal yang aku lakuin untuk diriku sendiri.”

“Aku tahu,” ujar Reina lembut. “Makanya aku gak akan bilang ke siapa-siapa.”

Mata Vio perlahan memanas. Ia menunduk, menggigit bibir. Entah lega, takut, atau hanya kewalahan.

“Tapi…” Reina menatap langsung ke matanya. “Sejak awal, aku gak pernah nyangka orang yang selama ini bikin aku tersenyum tiap malam… adalah kamu.”

Vio tertawa lirih, seperti tangis kecil yang tertahan. “Dan aku gak pernah nyangka… penggemar paling setiaku, orang yang aku bales lagunya minggu lalu… ternyata duduk di sebelahku di sekolah.”

Reina tersipu. “Kalau kamu tahu itu aku, kamu masih akan nyanyiin lagunya gak?”

“Entahlah.” Vio menatap Reina dengan ekspresi campur aduk. “Tapi aku yakin… malam ini akan susah buat tidur.”

Reina tersenyum lembut. “Kalau gitu… selamat malam, Violetta.”

“Selamat malam… Zeo.”

Panggilan pun berakhir. Tapi malam itu, dua hati yang sebelumnya saling mengenal dari dua dunia berbeda, kini mulai menyadari… bahwa mereka tak pernah benar-benar jauh.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!