NovelToon NovelToon
Jodoh Pilihan Ibu.

Jodoh Pilihan Ibu.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Tukar Pasangan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rinnaya

Dijodohkan dengan pria kaya raya? Kedengarannya seperti mimpi semua perempuan. Tapi tidak bagi Cloe.

Pria itu—Elad Gahanim—tampan, sombong, kekanak-kanakan, dan memperlakukannya seperti mainan mahal.

“Terima kasih, Ibu. Pilihanmu sungguh sempurna.”

Cloe tak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi siapa peduli? Dia hanya anak yang disuruh menikah, bukan diminta pendapat. Dan sekarang, hidupnya bukan cuma jadi istri orang asing, tapi tahanan dalam rumah mewah.

Namun yang tak Cloe duga, di balik perjodohan ini ada permainan yang jauh lebih gelap: pengkhianatan, perebutan warisan, bahkan rencana pembunuhan.

Lalu, harus bagaimana?
Membunuh atau dibunuh? Menjadi istri atau ... jadi pion terakhir yang tersisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7. Hujan malam ini.

Siang berganti terasa cepat. Malam yang pekat dan hujan yang mengguyur sejak sore tak menyurutkan langkah Elad dalam mencari Cloe yang menghilang. Rasa khawatir bercampur cemas terus menggerogoti pikirannya.

Akhir-akhir ini ada banyak penyerangan terhadap perempuan, merampok dan melecehkan. Siapapun melihat seberapa cantik Cloe, karena itulah dia berada di situasi lebih rawan daripada siapapun.

Cloe saat ini memang hanyalah orang baru, namun tetaplah dia adalah istrinya. Gadis yang dipilih berdasarkan latar belakang.

Tepat ketika Elad hampir putus asa, dering ponsel memecah keheningan mobilnya. Di layar tertera nama Miko, sekretarisnya. Dengan nada tergesa, Moko mengabarkan berita yang ditunggu-tunggu: Cloe telah ditemukan. Lokasinya berada di jalan Oline, tepat di perbatasan kota.

“Aku akan menjemputnya sendiri, katakan itu juga pada polisi,” titah Elad yang langsung dilaksanakan oleh Miko.

Tanpa membuang waktu, Elad segera memacu kendaraannya menembus derasnya hujan. Setibanya di lokasi yang disebutkan, matanya langsung tertuju pada sebuah tugu yang berdiri kokoh di tepi jalan.

“Cloe,” gumam Elad lega. Rasanya dia tidak pernah selega ini di dalam hidupnya.

Di bawah tugu itulah, Elad melihat Cloe. Tubuhnya meringkuk, berusaha menghalau dinginnya malam dan air hujan yang membasahi pakaiannya. Raut wajahnya tampak menyedihkan, namun di tengah keterpurukan itu, kecantikan alami Cloe justru semakin terpancar, bagai setangkai bunga yang tetap mempesona meski diterpa badai.

Perlahan, Elad menghampiri Cloe. Hatinya mencelos melihat keadaannya.

"Cloe?" panggil Elad lembut, suaranya sedikit bergetar menahan emosi. Memayungi Cloe yang terlanjur basah.

Cloe mendongak, matanya yang sembab membulat melihat Elad. Ada keterkejutan, bercampur kelegaan di sana. Ia tidak menjawab, hanya menatap Elad dengan tatapan kosong.

"Cloe, kenapa kamu di sini? Kamu tahu betapa khawatirnya semua orang?" Nada suara Elad mulai meninggi, ada sentuhan kemarahan yang tertahan di dalamnya.

Cloe masih diam, bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu namun tak mampu terucap. Air mata kembali menetes di pipinya yang pucat.

Elad menghela napas, berusaha meredam amarahnya. Ia berjongkok di hadapan Cloe, mensejajarkan tingginya.

"Ayo, kita pulang," ucap Elad, kali ini dengan nada yang lebih lembut, mengulurkan tangannya. "Di sini dingin dan berbahaya."

Cloe menatap tangan Elad ragu, sebelum akhirnya menyambutnya dengan tangan yang terasa dingin.

Langit menangis tanpa henti. Hujan semakin menggila, membasahi jalanan dan menciptakan genangan air yang memantulkan bias lampu-lampu kota yang suram.

Dibukanya pintu mobil, dan di luar dugaan, Cloe menurut tanpa protes. Mungkin rasa dingin dan ketakutan telah merampas seluruh energinya untuk melawan.

Ke dalam kabin mobil yang hangat dan kering, Cloe masuk seperti anak ayam kehilangan induknya. Keheningan yang canggung menyelimuti mereka, hanya diinterupsi oleh suara wiper yang berdecit dan ritmisnya hujan yang menghantam atap mobil.

Elad melirik Cloe beberapa kali, memperhatikan bagaimana bibirnya bergetar dan matanya menatap lurus ke depan dengan ekspresi kosong yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Namun, di balik diamnya Cloe yang menyedihkan, tersimpan sebuah rahasia yang jauh lebih mengancam daripada sekadar terjebak hujan.

Tadi, tepatnya satu jam yang lalu, dalam kesendirian menunggu taksi yang seharusnya tenang, Cloe merasakan jantungnya mencelos ketika menyadari ada langkah kaki lain yang mengikutinya di tengah remangnya lampu jalan.

Bayangan-bayangan gelap memanjang di belakangnya, semakin dekat, semakin nyata. Insting untuk bertahan hidup mengambil alih, dan ia berlari sekuat tenaga menembus hujan, napasnya tersengal-sengal, doa-doa lirih meluncur dari bibirnya.

Ia tidak tahu siapa mereka, apa yang mereka inginkan, yang ia tahu hanyalah ia harus lari, menjauh dari ancaman yang tak terlihat namun terasa begitu nyata.

Mereka sempat mengepung Cloe, menarik Cloe masuk ke dalam mobil yang tiba-tiba hadir.

“Lepas! Siapa kalian!”

Mereka tertawa, salah satu mencolek dagu Cloe dan berusaha menciumnya. Cloe menamparnya, entah pertolongan Tuhan atau bagaimana, pintu tak sengaja terbuka. Karena itu Cloe nekat melompat keluar, berhasil melarikan diri.

Ketakutan itulah yang membungkamnya, trauma yang membuatnya kehilangan kata-kata, hanya bisa menerima nasib ketika Elad menemukannya.

Sesampainya di rumah Elad segera menyadari kengerian malam itu menampakkan jejaknya. Ketika Cloe dengan gerakan kaku berusaha keluar dari mobil, Elad melihatnya. Di lutut putihnya yang pucat, garis merah pekat tercampur dengan sisa-sisa air hujan, kontras dengan warna kulitnya.

Luka itu bukan sekadar goresan akibat terjatuh. Ada jejak abrasi yang kasar, luka yang dalam dan memanjang, seperti bekas terseret di permukaan yang keras.

Seketika, potongan-potongan teka-teki yang mengganggu Elad. Diamnya Cloe, ekspresi kosongnya, semuanya mengarah pada satu kesimpulan yang membuatnya membeku.

Napas Elad tercekat di tenggorokannya. Ia meraih lengan Cloe dengan lembut, menariknya duduk di teras. Matanya menelisik luka di lutut gadis itu, lalu beralih menatap wajahnya dengan intens. Emosi berkecamuk dalam dirinya--rasa khawatir yang mencengkeram, kecemasan akan apa yang mungkin telah terjadi, dan kemudian, gelombang kemarahan yang tak tertahankan.

"Cloe!” suaranya menekan.

Cloe menoleh, matanya yang sayu mengerjap dengan cepat. Ia menunduk, mengikuti arah pandang Elad ke lututnya yang terluka. Bibirnya bergetar hebat, dan ia menggigitnya kuat-kuat, seolah berusaha menahan tangis yang siap meledak.

"Apa ini?" tanya Elad lagi, nadanya lebih rendah dari sebelumnya namun tetap sarat akan kekhawatiran yang mendalam. Ia meraih kaki Cloe dengan hati-hati, memeriksa luka itu dengan seksama.

Cloe masih membisu, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia menggeleng pelan, enggan mengangkat wajahnya untuk menatap Elad.

"Cloe, jawab aku," desak Elad lembut namun tegas, mencoba menembus tembok ketakutan yang mengurungnya.

Akhirnya, dengan suara lirih yang hampir tertelan oleh suara hujan di luar, Cloe berbisik, "Aku ... aku dikejar." Sekaligus dia menahan malu, karena dia yang melarikan diri dan dia pula yang menderita.

"Dikejar?" Elad mengulang kata itu, alisnya bertaut dalam kebingungan dan keterkejutan. "Dikejar siapa? Kenapa kamu tidak bilang padaku sejak tadi?"

Setetes air mata lolos dari sudut mata Cloe, diikuti oleh tetes-tetes lainnya yang membasahi pipinya yang dingin. Ia menggeleng lemah. "Aku ... aku takut."

"Takut?" Elad menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya yang mulai terpancing. "Tapi kenapa? Justru karena kamu melarikan diri dan diam seperti ini kamu bisa dalam bahaya! Lain kali melarikan diri lagi.”

“Ok.”

“Apa?!”

Cloe lekas menundukkan kepala, membuat Elad mati-matian menahan geram.

Elad meraih kedua bahu gadis itu, menatap matanya dengan harapan menemukan jawaban. "Siapa yang mengejarmu, Cloe? Katakan padaku."

“Mana aku tahu! Aku tidak mengenal mereka. Perlukan aku berkenalan dulu dengan mereka sebelum melarikan diri?”

Jawaban yang sangat realistis, Elad merasa menjadi orang bodoh. “Belakangan ini marak penyerangan di malam hari pada perempuan, kau harus ingat itu.”

Cloe menggangguk.

“Baiklah, ayo masuk. Semua orang menunggumu di dalam,” ajak Elad, membantu Cloe berjalan.

Bersambung....

1
Rittu Rollin
yuk up nya dtunggu ya thor
Rittu Rollin
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!