Leon Harrington seorang hakim yang tegas dan adil, Namun, ia berselingkuh sehingga membuat tunangannya, Jade Valencia merasa kecewa dan pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Setelah berpisah selama lima tahun, Mereka dipertemukan kembali. Namun, situasi mereka berbeda. Leon sebagai Hakim dan Jade sebagai pembunuh yang akan dijatuhkan hukuman mati oleh Leon sendiri.
Akankah hubungan mereka mengalami perubahan setelah pertemuan kembali? Keputusan apa yang akan dilakukan oleh Leon? Apakah ia akan membantu mantan tunangannya atau memilih lepas tangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Hai, Tuan Muda, apakah kalian mengenalku?" tanya Jade, suaranya dingin dan penuh amarah. Tatapannya menembus ke arah lima pria di hadapannya, sorot matanya tajam seperti belati yang siap menusuk kapan saja.
Kelima pria itu menoleh hampir bersamaan, menatap gadis yang berdiri di depan mereka. Ada sesuatu yang familiar pada wajahnya, sesuatu yang mengusik ingatan mereka, tetapi mereka belum bisa memastikan siapa dia.
"Di mana aku melihatmu?" tanya salah satu dari mereka, dahinya berkerut dalam kebingungan.
Jade tidak menjawab. Ia justru melangkah lebih dekat, lalu mengalihkan pandangannya ke lima wanita yang juga berada di ruangan itu. Dengan nada tegas dan tak terbantahkan, ia berkata, "Kalian semua keluar. Aku dan kelima Tuan Muda ini punya urusan."
Ketika Jade mengangkat tangannya, kilauan tajam dari sebilah pisau yang ia genggam membuat cahaya di ruangan itu memantul ke wajah para wanita. Mata mereka membelalak ketakutan, tubuh mereka gemetar menyadari aura berbahaya yang mengelilingi gadis itu. Tanpa banyak tanya, mereka buru-buru bangkit dari kursi dan meninggalkan ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
Begitu mereka pergi, Jade mengayunkan pisaunya, membiarkan pantulannya terlihat jelas di mata kelima pria itu.
"Apa yang kau lakukan dengan pisau itu? Kau siapa, ha?" salah satu dari mereka bertanya dengan suara sedikit bergetar, meskipun ia berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Jade tersenyum sinis, tetapi senyumnya tidak membawa kehangatan, hanya amarah yang membara. "Jane Valencia..." ucapnya pelan, namun cukup tajam untuk menusuk ke telinga mereka. "Tewas karena ulah kalian. Apakah kalian begitu cepat melupakannya?"
Nama itu seketika membekukan suasana. Kelima pria itu saling berpandangan, wajah mereka berubah pucat. Mereka langsung berdiri dari kursi, seolah bersiap menghadapi sesuatu yang buruk.
"Kau siapa? Kenapa berani datang ke sini? Apa hubunganmu dengan dia?" tanya salah satu dari mereka dengan nada lebih waspada.
Jade mengangkat dagunya sedikit, membiarkan mereka menatap wajahnya lebih lama. "Wajahku mirip dengan korban yang kalian lecehkan, bukan?" gumamnya dengan nada dingin, sebelum tiba-tiba ia mengayunkan pisau tajamnya ke arah salah satu pria, tepat mengenai pundaknya.
"Aahh!" pria itu menjerit, mencengkeram pundaknya yang kini bersimbah darah.
Tidak ada waktu bagi yang lain untuk bereaksi. Jade sudah bergerak lebih cepat, pisau di tangannya menari di udara, menusuk dan menebas dengan penuh kebencian. Satu pria jatuh ke lantai sambil memegangi perutnya, darah mengalir deras dari lukanya. Yang lain ikut roboh, erangan kesakitan memenuhi ruangan itu, bercampur dengan bau anyir darah yang menyengat.
Tidak ada yang tahu bagaimana nasib kelima pria itu selanjutnya.
Jade melangkah keluar dari ruangan dengan tenang, meskipun darah menodai pakaian dan tangannya. Tubuhnya masih diliputi aura dingin yang menakutkan. Begitu ia muncul di area umum, para pengunjung di sana langsung menepi. Mereka menatapnya dengan keterkejutan dan ketakutan, seolah melihat hantu yang baru saja keluar dari neraka.
Namun, Jade tidak peduli. Tanpa menghiraukan tatapan mereka, ia terus melangkah, membiarkan jejak darah yang menetes dari pakaiannya menjadi saksi dari apa yang baru saja terjadi di dalam ruangan itu.
Keesokan harinya, Jacob mendatangi rumah keluarga Valencia. Ia menyerahkan surat pengajuan banding untuk sidang ulang kepada Sammy dan Marcus.
"Pengajuan banding? Apa itu mungkin?" tanya Sammy ragu.
"Bisa! Kali ini yang akan memimpin persidangan adalah Tuan Harrington," jawab Jacob dengan yakin.
Marcus mengernyit. "Leon? Kenapa dia tiba-tiba ingin membantu kami?"
Jacob tersenyum tipis. "Tuan Harrington tahu bahwa kasus ini tidak adil bagi keluarga korban. Semua orang juga tahu bahwa beliau adalah hakim yang adil dan tegas. Jadi, lakukan saja seperti yang aku katakan."
Keesokan harinya, Jacob mendatangi rumah keluarga Valencia. Ia menyerahkan surat pengajuan banding untuk sidang ulang kepada Sammy dan Marcus.
"Pengajuan banding? Apa itu mungkin?" tanya Sammy ragu.
"Bisa! Kali ini yang akan memimpin persidangan adalah Tuan Harrington," jawab Jacob dengan yakin.
Marcus mengernyit. "Leon? Kenapa dia tiba-tiba ingin membantu kami?"
Jacob tersenyum tipis. "Tuan Harrington tahu bahwa kasus ini tidak adil bagi keluarga korban. Semua orang juga tahu bahwa beliau adalah hakim yang adil dan tegas. Jadi, lakukan saja seperti yang aku katakan."
Beberapa saat kemudian.
Marcus dan Sammy mengadakan konferensi pers. Ruangan itu gemuruh dengan sejumlah reporter yang berebut mengajukan pertanyaan.
"Tuan, Nyonya, kami mendengar informasi bahwa Anda tidak setuju dengan keputusan hakim. Kejadian itu menimbulkan tanda tanya bagi semua orang," tanya salah satu reporter.
Gedung Kehakiman
Leon sedang menyaksikan konferensi pers yang dilakukan oleh Sammy dan Marcus sesuai dengan rencana.
"Kami merasa tidak puas! Hukum tidak adil! Putri kami menjadi korban dan meninggal begitu saja, sementara para pelaku bisa bebas hanya karena mereka berasal dari kalangan atas. Kami ingin mengajukan persidangan ulang!" seru Sammy dengan suara bergetar. "Tuan Harrington, kami ingin Anda yang maju dan menangani persidangan ini. Hanya Anda yang kami percaya!"
Jacob, yang berdiri di samping Leon, ikut menonton konferensi pers tersebut.
"Tuan, dengan pernyataan mereka, kemungkinan banyak orang yang akan mendukung Anda mengambil kasus ini," kata Jacob.
Leon menyilangkan tangan, matanya masih fokus pada layar. "Lima pelaku itu harus aku adili dan memberi mereka hukuman yang setimpal. Dengan cara ini, aku tidak perlu berdebat dengan atasan."
Jacob mengangguk. "Rencana Anda pasti akan berhasil."
Tidak lama kemudian, berita mengejutkan muncul di layar monitor laptop milik Leon.
Wajah Jade terpampang di sana, kedua tangannya diborgol. Bajunya penuh bercak darah, begitu pula wajahnya yang terkena percikan darah saat ia melukai pelaku tersebut.
Leon membelalakkan mata, tak percaya melihat mantan tunangannya kini menjadi tahanan atas tuduhan pembunuhan yang ia lakukan.
ayo katakan yg sebenarnya