Malam itu, Ajela dijual oleh ibunya seharga satu miliar kepada seorang pria yang mencari gadis perawan. Tak ada yang menyangka, pria tersebut adalah aku! Aku yang membeli Ajela! Dia dipaksa menjalani sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, dan Mama masih tega menganggap Ajela sebagai wanita panggilan?
Ajela dianggap tak lebih dari beban di keluarganya sendiri. Hidupnya penuh penderitaan—dihina, diperlakukan tidak adil, bahkan sering dipukuli oleh ibu dan kakak tirinya.
Demi mendapatkan uang, Ajela akhirnya dijual kepada seorang pria yang mereka kira seorang tua bangka, jelek, dan gendut. Namun, kenyataan berkata lain. Pria yang membeli Ajela ternyata adalah pengusaha muda sukses, pemilik perusahaan besar tempat kakaknya, Riana, bekerja.
Bagaimana Riana akan bereaksi ketika menyadari bahwa pria yang ia incar ternyata adalah orang yang membeli Ajela? Dan bagaimana nasib Ajela saat malam kelam itu meninggalkan jejak kehidupan baru dalam dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Ajela baru saja tiba di kafe tempatnya bekerja. Pagi ini tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Semalam setelah kedatangan Alvian, ia sangat gelisah dan. Ancaman laki-laki itu terus terngiang di telinga, membuat hatinya tidak tenang. Belum lagi ukuran perut yang sudah membesar sehingga kadang kesulitan mencari posisi berbaring yang nyaman.
"Ajela , kamu dicari Mbak Yohana," ucap Lisa yang kini sedang membersihkan beberapa meja. "Tadi dia titip pesan, katanya kalau kamu datang disuruh langsung ke ruangannya."
Dahi Ajela berkerut tipis.
Tidak biasanya Mbak Yohana yang merupakan supervisior kafe mencarinya. "Memang ada apa?"
"Aku juga tidak tahu. Lebih baik sekarang kamu temui saja."
"Oh, baiklah." Ajela langsung menuju ruangan wanita itu. Begitu membuka pintu, tampak Mbak Yohana sedang duduk di kursi dengan sebuah amplop di tangan. Satu hal aneh yang dirasakan Ajela , Mbak Yohana yang biasanya ramah itu terkesan sangat dingin.
"Selamat pagi, Mbak."
"Pagi, Ajela . Silahkan duduk dulu. Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan kamu."
Ajela segera duduk di hadapan wanita itu. Pikirannya dipenuhi tanda tanya. Sepertinya apa yang akan dibicarakan Mbak Yohana adalah hal yang cukup penting.
"Ada apa ya, Mbak?"
Tanpa basa-basi Mbak Yohana menggeser amplop ke hadapan Ajela . "Ajela , ini gaji kamu bulan ini. Maaf, saya tidak bisa lagi mempekerjakan kamu di sini."
Kelopak mata Ajela melebar seketika. Apakah ini artinya Mbak Yohana baru saja memecatya secara tiba-tiba?
"Maksudnya saya diberhentikan, Mbak? Tapi apa alasannya?" Suara Ajela mendadak gemetar. Ia masih sangat membutuhkan pekerjaan itu sebagai tabungan untuk persalinannya nanti. Kalau dipecat, tidak mungkin ia bisa mendapatkan pekerjaan lain dalam waktu cepat.
"Ini semua permintaan dari Pak Alvian Setyo Darmawan. Kamu kenal dia?" tanya Mbak Yohana, membuat Ajela terdiam dan tak berani menjawab. " Katanya beberapa hari lalu dia dan calon tunangannya mendapatkan perlakuan tidak sopan dari kamu."
Pikiran Ajela dipenuh pertanyaan, apakah calon tunangan yang dimaksud adalah Riana? Sebab saat itu Alvian datang bersama Riana.
"Tapi saya tidak melakukan apa-apa, Mbak. Wanita itu yang menabrak saya sampai pakaiannya kotor kena tumpahan kopi."
"Saya mengerti, Ajela . Tapi maaf, saya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tolong terima gaji kamu, ya. Semoga setelah ini kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik."
Ajela hanya dapat menatap amplop cokelat yang digeser Mbak Yohana ke hadapannya. Tak ada kata. Hanya perasaan sesak yang bersarang di dada.Ternyata benar ancaman Alvian kala itu. Bahwa ia bisa menghancurkan hidupnya. Hari ini mungkin hanya dipecat dari pekerjaan, kedepannya ia tak tahu hal buruk apa lagi yang bisa dilakukan Alvian kepadanya.
*
*
Di sisi lain, Riana tersenyum senang setelah mendapat informasi mengenai pemecatan Ajela . Tak pernah terbayangkan bahwa semua rencananya akan berjalan lebih cepat dari perkiraan.
Kini ia sedang menjalankan rencana selanjutnya, yaitu menghasut Mama Veny. Lihatlah betapa pandainya wanita itu menjual air mata. Kini ia dan Mama Veny sedang berada di sebuah kafe.
"Ada apa, Riana? Kenapa kamu menangis?" Mama Veny mengusap bahu wanita itu.
"Alvian, Tante," lirih Riana semakin terisak-isak.
"Alvian kenapa?"
Riana meraih selembar tissue dan mengusap air mata yang membanjiri pipinya. Setelah mendengar pembicaraan Alvian dengan Ajela kemarin, ia memutuskan memberitahu hal ini kepada Mama Veny.
"Aku akan cerita, tapi janji dulu, jangan beritahu siapapun termasuk Alvian dan Oma. Kalau Alvian tahu aku ngadu ke Tante, dia pasti marah besar sama aku."
Mama Veny semakin penasaran apa yang hendak disampaikan oleh Riana sampai akan membuat Alvian marah besar, dan mengapa harus disembunyikan dari Oma?
"Oke, tante janji tidak akan memberitahu siapapun."
Riana menarik napas dalam-dalam. Ia harus bisa memanfaatkan keadaan ini dengan baik dan harus tepat sasaran agar tidak merugikan dirinya. Sambil terisak-isak, ia mulai bercerita.
Kemarin Alvian buru-buru keluar dari kantor. Katanya ada janji penting dengan seseorang. Tapi di agenda aku, tidak ada pertemuan penting hari itu. Jadi aku diam-diam mengikuti dia dari belakang."
"Terus?" Mama Veny tampak semakin penasaran.
"Ternyata Alvian menemui seorang wanita, Tante. Aku mendengar pembicaraan mereka." Ia kembali menangis sejadi-jadinya. Mata Riana bahkan sudah sembab karena terlalu banyak menangis.
"Pembicaraan apa? Jangan buat tante takut begini!"
"Ternyata Alvian itu pernah sewa wanita panggilan untuk teman tidur, dan sekarang wanita itu sedang hamil."
Informasi yang disampaikan Riana membuat jantung Mama Veny seketika terasa nyeri.
Beberapa saat ia membisu seakan tak percaya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa putra yang begitu ia banggakan kepada semua orang bisa melakukan hal memalukan seperti menyewa seorang wanita untuk teman tidur, apalagi sampai hamil.
Ini bisa mencoreng nama baik keluarga Darmawan.
"Ka-kamu yakin, Riana? Kamu tidak sedang bercanda, kan?" Akal sehat Mama Veny menuntun untuk tidak menelan mentah-mentah ucapan Riana.
"Mana mungkin aku berani bercanda untuk hal seperti ini, Tante. Aku dengar sendiri pembicaraan mereka!"
Mama Veny masih diam. Lidahnya terasa kaku. Riana menatap wanita itu sambil menggenggam tangannya.
"Tante harus melakukan sesuatu. Jangan sampai perempuan itu berencana menjebak Alvian."
Mama Veny mengusap dada. Bola matanya tampak tergenang cairan bening. "Ya ampun, Alvian!
Bisa-bisanya dia melakukan semua ini."
Riana mengusap ujung matanya yang basah. "Aku sangat yakin wanita itu hamil dengan laki-laki lain, bukan dengan Alvian. Aku takut kalau nanti dia akan menjebak Alvian dan mengaku kalau anak dalam kandungannya itu anak Alvian."
"Tapi bagaimana kalau anak yang dikandung wanita itu benar-benar anaknya Alvian?"
Bersambung ~