Tiara Salsabila biasa dipanggil Rara adalah sosok gadis polos, sederhana dan kekanakan. Dia jatuh hati pertama kali pada Tian, sosok pria yang membuatnya iri karena Tian mempunyai kelebihan yang menjadi kelemahannya.
Namun ternyata cintanya itu membuat kecewa. Tian tidak seperti yang diharapkan gadis tersebut. Tian ternyata diam-diam sosok playboy yang mempunyai banyak wanita.
Semenjak itu Tiara tidak bisa mempercayai yang namanya laki-laki. Tiara berubah dratis dan melindungi dirinya sendiri. Hingga datang seorang pria yang dengan tulus mencintainya. Bahkan melamarnya, Namun pria tersebut tidak lain adalah dosen killernya. Dosen yang selama ini membuat Tiara kesal, emosi bahkan menangis karenanya. Akankah Tiara percaya dengan cinta sang dosen? Dan menerima lamarannya? Baca kisahnya di Lentera Cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arti Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lantunan suara merdu
Afifah dan Wina jelas nyengir-nyengir saja begitu Tiara datang.
" Tenang Ra, bakso dan es tehmu sudah siap." Ucap Afifah sebelum Tiara mengucapkan sepatah katapun.
Tiara masih syok ternyata Tian adiknya Pak Hasan. Dipikir-pikir tapi kenapa Mereka berbeda. Dan tidak layaknya kakak beradik saat bertemu. Apa mungkin itu bentuk profesionalisme saja. Tiara jadi bingung dan garuk-garuk kepalanya.
" Kamu kenapa sih Ra?"Afifah kepo.
" Oya, serius Tian sudah punya cewek?"
Tiara menganggukkan kepalanya.
" Tapi siapa? Tian jarang menggandeng cewek dikampus ini?" Wina jadi terlihat berpikir keras.
" Mungkin lain kampus." Tebak Tiara
" Bisa jadi," Dukung Afifah.
Selesai makan, Mereka menuju lantai dua, untuk menunggu kelas selanjutnya. Mereka duduk-duduk santai. Tiara menatap ke arah bawah melalui balkon. Dia menatap ke arah Tian dan Wahyu yang sedang berjalan menyelusuri halaman kampus.
Mengenai Tian, Tiara merasa terlalu bodoh. Kalau sampai Tiara berharap berjodoh sama seorang Tian. Berharap Tian akan menjadi imamnya di masa depan. Jelas-jelas cowok itu sudah mempunyai cewek. Dan tentang perasaan yang muncul dihati Tiara, semua itu murni kesalahan Tiara. Dia merasa benar-benar bodoh karena berharap pada manusia.
" Yul, rencanaku berhasil." teriak Siwi mengalihkan pandangan Tiara. Siwi terlihat girang sekali.
" Oh, selamat kalau gitu," Kata Yulia teman akrab Siwi.
" Akhirnya Aku bisa makan berduaan sama Tian." Ucap Siwi seperti diucapkan keras-keras agar Tiara mendengarnya.
Afifah dan Wina hanya lirik-lirikan.
" Sudahlah,Kalian jangan lirik-lirikan seperti itu. Aku biasa saja. Lagian cowok macam apa yang bisa diajak berdua-duaan. Bukankah dalam islam tidak diperbolehkan berduaan dengan yang bukan mahram, " Ucap Tiara .
" Kenapa Kamu mendadak seperti ustadzah." Goda Afifah.
Tiara hanya tersenyum getir, walaupun bulir air mata rasanya ingin terjatuh. Sungguh, Tiara tidak ingin menangis hanya karena perasaan konyol, cinta pertama. Terlebih hanya untuk seorang pria. Dimana Tiara yang dulu? Yang hanya fokus belajar dan mengejar cita-cita.
'Ya Allah, kali ini tolong buat aku melupakan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada atau hanya sekedar muncul saja.'Batin Tiara lalu melangkahkan kaki menuju kelas.
Selepas sholat Isya sekitar pukul delapan malam, Tiara membawa kertas tugas dari Pak Hasan, Dia melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Sari terlihat sedang belajar sekaligus teleponan. Tiara menarik sebuah kursi disebelah Sari. Gadis itu terlihat fokus mengerjakan tugas tersebut. Sebuah dering pesan masuk dihandphone berbunyi.
Ra, perasaan sekarang Kamu jarang chat Aku. Ada apa dengan semut kecilku ini?
Tiara terlihat hanya membaca melalui notifikasinya, tanpa membuka pesan tersebut. Tiara melanjutkan pekerjaannya kembali. Dia ingin kembali ke Tiara sebelumnya. Sebelum Dia merasakan apa itu cinta. Perasaan yang pernah setiap hari membuat Tiara semangat dan bahagia, tetapi kini justru sebaliknya. Tiara kecewa.
' Allah tidak suka Aku mempunyai rasa ini. Makanya ditunjukkan siapa sebenarnya Tian itu. Iya Aku harus benar-benar menghapusnya dari pikiranku.'
Alarm yang dipasang Tiara menunjukkan pukul tiga pagi. Tiara membuka matanya dan berdoa. Dinginnya udara tidak mengurungkan niat Tiara untuk mengambil air wudhu dan sholat tahajud. Tiara berdoa untuk dirinya.
' Ya Allah. Jika Dia memang bukan yang terbaik buatku. Jauhkanlah dari hatiku'.
Hari ini sebenarnya Tiara hanya ada mata kuliah satu saja yaitu writing. Setelah mata kuliah writing selesai. Tiara menuju ke fakultas ekonomi, dimana disitu terdapat ruang Pak Hasan. Diruang Pak Hasan sedang kosong. Sesuai perintah Pak Hasan, Tiara meletakkan kertas tugasnya dimeja Pak Hasan.
Afifah pamit pulang duluan. Sedangkan Tiara menuju ke masjid dekat universitas. Masjid Al-Munawar yang arsitekturnya benar-benar indah. Wina sedang halangan, jadi hanya menemani Tiara sampai diteras masjid saja. Tiara menuju ke tempat wudhu bagian wanita. Setelah mengambil wudhu, Tiara menuju ke tempat sholat bagian wanita. Dan saat sedang mengambil mukena dilemari, Tiara mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang begitu merdu. Suara yang tidak asing akhir-akhir ini saat Tiara sholat di masjid Al-Munawar. Suara tersebut jelas terdengar, karena ruangan hanya dibatasi dengan tirai hijab warna hijau, sebagai pembatas antara akhwat dan Ikhwan. Tiara yang tadwijnya masih standar, jadi tergerak hatinya untuk belajar lagi.
" Andai kelak imam masa depanku juga bisa mengaji semerdu ini. Mungkin Aku bisa belajar darinya." Guman Tiara spontan seraya mengambil mukena dan lalu melangkahkan kaki menuju tempat untuk sholat dhuhur.
Suara lantunan itu selesai disaat Tiara juga selesai sholat dhuhur. Selesai sholat dhuhur, Tiara langsung keluar. Tiara pun langsung duduk disebelah Wina yang sedang terlihat sibuk main handphonenya. Tiara memakai kaos kakinya. Dan tidak sengaja Tiara lihat Pak Hasan sedang memakai sepatu.
" Kok ngelamun?" Tanya Wina tiba-tiba. "
"Enggak kok, Itu Pak Hasan sejak kapan disini?"
" Pak Hasan? Dimana?"
"Tuh." Mata Tiara menunjukkan arah Pak Hasan yang kini mulai beranjak pergi.
"Masya Allah, ganteng banget Pak Hasan." Ucap Wina.
" Ganteng apanya, galak iya." Celetuk Tiara.
" Pak Hasan bukan galak tau Ra. Tapi disiplin." Bela Wina.
Tiara yang tidak mau berdebat lagi hanya memutar kedua matanya.
Sampai digedung utama kampus. Tian terlihat berlari-lari kecil ke arah Mereka. Wina yang merasa ada sesuatu yang mau dibicarakan Tian, Diapun pamit pulang duluan.
" Ra, Kamu kenapa sih jarang balas chat Aku? Kamu marah ya."
"Ngapain Aku marah sama Kamu. Aneh." Tiara sedikit tertawa untuk menutupi kebohongannya.
Padahal dalam benaknya Dia ingin bertanya soal saat ditelepon dan benar atau tidaknya Tian kencan dengan Siwi. Saat itu juga Siwi terlihat berlari kearah Mereka.
" Aku mau pulang dulu, See you next time ."ucap Tiara untuk menghindari Tian dan Siwi.
Tiara mulai berjalan. Dia tidak ingin melihat kemesraan Tian dan Siwi didepan matanya. Tiara berniat pulang. Namun mendadak turun hujan. Mau tidak mau, Tiara terjebak di gedung parkiran. Sambil menunggu hujan reda Tiara mengedit video untuk menghilangkan kejenuhan.Tiba-tiba bunyi klakson mobil terdengar dibelakangnya.
Tiara pun langsung menoleh. Tiara seraya meminggirkan motornya. Terlihat jelas sosok dosen yang mengemudikan mobil hitam tersebut. Tanpa permisi, Mobil itu langsung melaju begitu saja.
...***...
Hasan tinggal di rumah yang dikelilingi outdoor, ada kolam renang, tempat nongkrong, lapangan ring bola basket , garasi mobil serta halaman rumput hijau yang membentang. Namun rumah sebesar ini hanya dihuni oleh Hasan dan kedua asisten rumah tangganya. Ayahnya sudah hampir setahun ini masuk rumah sakit.
Seseorang mengetuk pintu kamarnya.
" Den Hasan."
"Tunggu sebentar Mbok." Hasan segera beranjak dan membuka pintu kamarnya.
" Saya harus kerumah sakit, Mbok. Silahkan Mbok dan Pak Bejo makan duluan," Hasan melipat lengan kemejanya.
" Tapi Den,"
" Saya buru-buru Mbok. Sampaikan sama Pak Bejo istirahat dulu, Saya mengemudi sendiri." Titah Hasan seraya melangkahkan kakinya turun ke lantai bawah.
Harta dan kemapanan sudah Hasan dapatkan. Namun setiap manusia pasti ada ujiannya. Siapa sangka dibalik bergelimpangan harta tersebut tiada terasa kasih sayang keluarga. Walaupun umurnya sudah hampir kepala tiga. Dia sedikitpun belum berpikiran untuk menikah. Pria itu trauma akan perceraian orangtuanya. Hasan dulu hanya tinggal bersama Ayahnya, sedangkan Tian adalah adik tiri dari pernikahan kedua Ayahnya. Ibunya meninggalkan Hasan sejak usia Dia lima tahun. Memilih pergi dengan pria lain demi harta. Sejak saat itu, Ayahnya berjuang keras demi memenuhi kebutuhan Hasan dan membuat Hasan benar-benar tidak kekurangan apapun. Dan sepuluh tahun kemudian, Ayahnya menikah kembali.
To be continued
Jangan lupa like dan komen