NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 7

"Lihat, itu dia." Para perempuan yang ada di depan kelas XI IPA 3 menunjuk-nunjuk aku. Jika aku tidak salah dengar, mereka menyebut namaku dalam pembicaraan mereka. Mereka berbisik-bisik, apa aku hari ini menjadi topik perbincangan orang-orang? Tidak mungkin, itu hanya perasaanku saja.

"Tarasya, berhenti!" Aku dicegah oleh suara yang memanggilku. Aku tidak mengenal suara pria ini. Awalnya aku ingin mengabaikan dia, aku ingin berjalan terus ke ruangan kelasku, tapi masalahnya para siswa lain tidak mengizinkan aku lewat. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.

"Tarasya," ucap pria itu. Kini dia sudah berada di belakangku. Aku menoleh kebelakang untuk mengetahui siapa orang itu. Aku mengangkat alisku bingung. Wajahku penuh dengan pertanyaan. Aku tidak mengenal pria ini, yang aku tahu dia adalah kakak kelas yang memiliki suara emas, tapi aku tidak tahu namanya.

"Ada apa ya, bang?" Tanyaku dengan penasaran. Aku ingin cepat-cepat mengetahui jawaban yang sebenarnya. Kenapa aku sampai dikepung para siswa dan menjadi topik pembicaraan.

"Maaf mengganggu kamu sebelumnya, tapi apakah benar kamu dan Kevin berpacaran?"

Aku terdiam. Aku tidak langsung menjawab pertanyaan aneh itu. Lagipula jika kami berpacaran apa ada masalah? Kalau kami tidak berpacaran apa ada masalah juga? Anehnya, kenapa mereka berkumpul hanya ingin menanyakan pertanyaan konyol ini? Kemarin aku dan Kevin keluar bersama, tapi bukannya itu hal biasa bagi setiap orang? Kemarin aku juga tidak bertemu dengan teman satu sekolahku, kecuali bang Ray (sepertinya dia tidak melihatku, atau bisa saja dia tahu aku, tapi tidak tahu namaku, tapi tidak mungkin dia yang menyebarkan, dia tidak tahu aku dan Kevin).

"Jika aku memberitahu kamu, manfaatnya untuk kamu apa?"

Sepertinya perkataanku terlalu kasar. Mata kakak kelas ini seperti berkaca-kaca, tidak mungkin dia mau menangis, kan? "Maaf bang, aku tidak bermaksud menyakiti," ucapku yang mengaku salah. Kemungkinan dia sakit hati dengan perkataanku. Meminta maaf itu tidak susah, yang susah itu mengumpulkan niat dan keberanian, bukan itu saja, sebelum meminta maaf biasanya kita harus tahu apa salah kita, tapi sebenarnya jika orang tersebut ingin meminta maaf, dia akan meminta maaf, walaupun itu bukan salahnya. Jika orang tersebut tidak ingin mempunyai konflik dengan seseorang, tidak peduli dia yang salah atau bukan, dia akan meminta maaf duluan. Aku belajar hal ini dari Kevin. Kevin mengatakan ini kepadaku ketika kami sedang berantam. Bukan berantam sepenuhnya, kami hanya berbeda pendapat, waktu itu aku terlalu keras kepala. Aku selalu disadarkan oleh pemikiran Kevin yang dewasa.

"Jangan meminta maaf, ini salahku, seharusnya aku tidak bertanya pertanyaan aneh ini. Maaf Tarasya."

"Bang, aku dan Kevin hanya teman, kami tidak berpacaran. Kalau pun Kevin punya pacar, mungkin itu bukan aku. Cowok pintar seperti dia tidak mungkin menyukai aku."

Aku memperhatikan dengan jelas, wajah Abang itu kembali ceria. Dia tersenyum kepadaku. Sepertinya dia lega dengan jawaban yang aku berikan. "Apa aku sudah bisa masuk ke kelasku?"

"Silakan," ucapnya dengan senyuman.

Para siswa yang lain membiarkan aku pergi, aku lari dari tempat itu, aku harus cepat sampai di kelas, orang-orang di sini sungguh aneh.

Aku menutup pintu kelasku dengan napas terengah-engah. Teman-teman sekelas ku menatapku dengan heran. Aku juga heran, sekarang masih pukul 7.10 pagi, kelas sudah ramai. Sepertinya aku siswa yang datang paling lama.

Salah satu temanku menarik tanganku. Dia membawaku ke tempat dudukku. Aku duduk di tempat dudukku. Teman-teman sekelas mengelilingi mejaku dan Kevin. Aku memberi Kevin kode apa yang sedang terjadi, tapi dia tidak mengerti.

"Jujurlah Tarasya, kamu dan Kevin pacaran, kan? Kevin tidak mau mengakuinya! Jika aku jadi kamu, aku akan marah padanya."

"Kamu sungguh kejam Tar, kamu tidak cerita sama aku," ucap Kezia dengan nada memelas.

"Sekarang Tarasya sudah ada di sini, kamu harus mengakuinya Kevin!"

Kevin terlihat stress menghadapi kawan-kawan sekelas ini. "Kami tidak berpacaran, aku sama sekali tidak berbohong. Bukan begitu, Tasya?"

Aku mengangguk dengan cepat. Kami sama sekali tidak berpacaran, kami sudah mengakuinya, kalau pun kami berbohong tidak ada gunanya. "Kami tidak berpacaran teman-teman. Lagipula kenapa kalau kami berpacaran? Yang aku tahu teman-teman ku tidak akan peduli, kan?"

"Kami peduli! Kami selalu berharap kalian menjadi pasangan sampai menikah! Kami mendukung jika Kevin menembak kamu atau kamu yang menembak Kevin. Ayo, berpacaran lah kawan, kalian sangat cocok!" Bahkan anak laki-laki pun ikut menjawab.

Kevin berdiri dari kursinya. Dia memalingkan wajahnya dariku. Dia menjadi pusat perhatian teman-teman yang ada di kelas. "Aku keluar dulu." Kevin tidak melihat aku, dia membuka pintu kelas, lalu berjalan dengan cepat. Tidak mungkin dia marah padaku, kan? Apa aku salah menjawab?

Aku ikut berdiri dari kursi yang aku duduki. Aku hendak mengejar Kevin, kawan laki-laki ku sudah keluar terlebih dahulu untuk mengejar Kevin, aku ingin menyusul dia.

Langkahku terhalang oleh kawan perempuan sekelas ku. Mereka menutup dan menjaga pintu. Mereka tidak membiarkan aku keluar. "Mau kemana Tar? Kamu mau mengejarnya? Jika iya, berarti kamu mempunyai perasaan padanya."

Perasaan? Tidak, aku tidak menyukai Kevin. Aku menyukai bang Ray. Aku tidak pernah berencana untuk menyukai orang sepintar dia. Kalau aku menyukainya, bukankah pertemanan kami akan rusak? Apa jangan-jangan aku memang menyukai dia, hanya saja aku tidak menyadarinya dari awal? Tidak mungkin, itu hanya ilusi!

Aku kembali duduk di kursi ku. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan teman-teman sekelas ku ini. Semenjak kapan mereka begitu peduli dengan hubungan ku dan Kevin? Mereka sudah kehilangan akal.

Teman-teman ku yang lain sedang menyusul Kevin, aku penasaran apa yang mereka lakukan sekarang. Semoga saja Kevin tidak marah kepadaku. Aku ingin tahu mereka berbicara apa di sana. Kenapa sih aku tidak boleh gabung sama anak cowok lainnya? Sial sekali.

...***...

30 menit lagi bel surga akan berbunyi. Semangat para murid akan keluar ketika mendengarkan suara bel surga. Aku tidak sabar lagi untuk membaringkan tubuhku ini di atas kasur yang begitu empuk. Kali ini aku tidak mengantuk, aku sangat semangat belajar walaupun sudah jam tidur. Aku sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh ma'am. Bahasa Inggris merupakan pelajaran favoritku. Setiap pelajaran favoritku, aku tidak akan mengantuk.

"Pinjam penghapus," ucap Kevin. Padahal dia tidak perlu meminta izin, dia tinggal mengambilnya dari dalam tempat pensil ku.

"Pardon? Don't speak Bahasa, okay?"

"Can I borrow your eraser, Tasya?"

"Just take it, I'm doing my task."

"Thank you, girl."

Kevin mengambil penghapus dari tempat pensil ku. Biasanya dia jarang mengunakan penghapus atau pun stipo, mungkin dia merasa jawabannya sedikit mengganjal. Aku mengintip bukunya terang-terangan dan dugaan ku benar, dia menghapus jawabannya nomor 7. "Is it wrong Kevin?"

"No," ucapnya tanpa melanjutkan.

Sangat singkat ya, tapi untung saja dia tidak marah karena hal tadi. Kami tetap berbicara seperti biasa, kami tidak canggung, kami masih tertawa bersama, hanya saja Kevin tidak mau bercerita apa yang mereka lakukan tadi, dia selalu saja berkata "rahasia", sungguh tidak lucu.

"Tarasya and Kevin, do your task, don't talk too much!"

Aku kembali mengerjakan tugas yang diberikan ma'am. Ma'am tidak biasanya menegur seperti itu ketika aku dan Kevin berbicara pada saat jam pelajaran. Apa ma'am sedang sensitif? Anggap saja begitu.

Oh sial, aku tidak mengerti soal nomor 13. Aku membuka kembali catatanku. Aku membolak-balik mereka, membaca dengan serius, setiap titik dan koma ku perhatikan. Sialnya aku tidak menemukan jawaban apa pun.

"I will help you. Which one?"

Ternyata Kevin memperhatikan aku dari tadi. Aku jadi sedikit malu. Tidak biasanya dia mengajukan diri untuk membantu. "I'm confused about number 13."

Kevin membaca soal milikku. Ma'am sengaja memberi kami satu soal yang berbeda. Soal nomor 13 terbagi menjadi dua pertanyaan, pertanyaan untuk cewek dan cowok berbeda. "I think you're a stupid girl. Why don't you understand the number 13? It's very simple. You just need to tell about yourself Tarasya."

"I know Kevin, I know! You must read this, 'and tell me about your boyfriend! I will blame your answer if you say you don't have a boyfriend!' As you know Kevin, I don't have a boyfriend, how will I answer this question?"

"Be calm, you can make me your boyfriend."

Aku terdiam mendengar jawaban Kevin. Aku melirik ke arah ma'am, ma'am memperhatikan kami dari tadi. Aku benar-benar malu, apalagi Kevin menguatkan suaranya. Aku pikir ma'am mendengar omongan kami barusan.

"I agree with Kevin, Tarasya. You can make him your boyfriend and I will love it if you and Kevin have a relationship."

Sudah aku katakan, ma'am memperhatikan kami dari tadi. Kenapa ya guru-guru di sekolah ini sangat mendukung kalau aku dan Kevin bersama? Aku dan Kevin tidak memiliki perasaan apa-apa, tapi anehnya, aku tidak marah kalau guru dan teman-teman menjodohkan kami, justru sebaliknya, aku senang. Kevin juga tidak pernah marah, dia semakin bersemangat jika guru mendukung kami untuk bersama.

Demi mendapatkan nilai yang bagus, aku menceritakan tentang Kevin yang berpura-pura menjadi pacarku. Setiap aku menulis satu kata, Kevin membacanya dengan tawa, lalu memberi masukan yang bagus. Dia tidak menyuruh ku untuk menulis apa yang diinginkannya, dia membiarkan aku menulis sendiri apa yang ingin aku tulis, kemudian dia akan memperbaiki kalimat ku yang rasanya kurang tepat. Inilah salah satu alasan kenapa aku suka belajar dengan Kevin, dia membiarkan aku bebas melakukan apa yang aku mau dan bebas berpendapat. Aku akui dia memang seorang pria sejati. Dia memang pantas disukai banyak cewek.

1
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!