Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermain Bersama
Sore hari setelah Arlin membersihkan diri dibantu oleh Mbok Lala, ia segera meminta wanita paruh baya itu agar mengantarnya ke halaman mansion. Mbok Lala juga sudah memandikan Kei. Tugas wanita paruh baya itu menjadi bertambah karena harus mengurus dirinya yang tak bisa berjalan. Awalnya Aldo yang akan memandikannya namun Arlin sungguh malu jika badan polosnya di lihat oleh seorang laki-laki.
"Biar aku saja yang memandikanmu. Lagi pula aku ini suamimu, halal saja bagiku untuk melihat tubuh polosmu itu" ucap Aldo tadi.
"Enggak. Aku saja belum ingat jika kamu suamiku. Jadi jangan macam-macam apalagi sampai melihat tubuhku yang suci ini. Jangan curi-curi kesempatan dalam kesempitan ya karena aku lumpuh begini" ucap Arlin dengan sinis.
Padahal Aldo melakukan itu semata-mata karena ingin membantu istrinya dan meringankan tugas dari Mbok Lala. Namun karena Arlin sudah menolak dengan tegas, maka segera saja ia mengurungkan niatnya. Aldo hanya mendorong kursi roda Arlin menuju kamar mandi kemudian dibiarkan disana sampai Mbok Lala datang.
"Kei, jangan mainan tanah. Kan sudah mandi" tegur Arlin yang sedang menyirami tanaman dengan selang yang dibawanya.
Arlin baru mengetahui nama anaknya tadi saat bermimpi bertemu dengan pemilik raga yang asli. Ada beberapa ingatan juga yang masuk dalam otaknya mengenai hubungannya dengan mantan kekasihnya yang kecelakaan bersama dengannya itu. Ia ingin sekali bertanya tentang keadaan mantan kekasih Arlin yang kecelakaan bersamanya waktu itu namun takut jika Aldo akan marah.
Bahkan Arlin terus mengutuk pemilik raga asli yang ia tempati ini yang bisa-bisanya mengkhianati cinta Aldo. Padahal dari ingatan yang diberikan oleh Arlin asli, Aldo merupakan sosok suami dan ayah yang sempurna. Hanya saja laki-laki itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya saja.
"Ndak apa, anti andi agi" ucap Kei dengan acuh.
Bahkan Kei menggunakan ember dan sendok plastik untuk mengambil tanah basah itu. Melihat sikap acuh Kei itu membuatnya untuk membiarkan saja yang terpenting bocah itu tak bergulingan diatas tanah. Bahkan setelah Arlin menyiram tanaman, Kei masih sibuk juga dengan tanah basah itu.
"Mama beli tanahnya dong, Kei. Mau mama buat bangun rumah nih" ucap Arlin yang menyamar sebagai pembeli.
Tentunya ia melakukan hal itu agar bisa akrab dengan Kei. Hubungannya dengan Kei masih lah sangat kaku membuat kadang topik yang ingin Arlin gunakan malah habis di tengah jalan. Padahal dulu saat menjadi Lili, kosa kata atau bahan pembicaraan selalu ada jika untuk mencairkan suasana. Mungkin karena suasana yang sudah berbeda membuatnya mati kutu seperti ini.
"Oleh mama. Mau belapa tluk?" tanya Kei dengan antusias karena mamanya ternyata mau menemaninya bermain.
"Tiga truk deh, Kei. Jangan lupa diantar ke tempat saya sampai selamat ya" ucap Arlin sambil terkekeh geli.
Lili jadi teringat dirinya dulu yang juga bermain seperti ini sendirian didepan rumahnya. Bahkan tak ada asisten rumah tangga atau orangtuanya yang menemani. Bahkan dirinya harus menjadi dua orang dengan karakter yang berbeda agar tak merasa kesepian, seperti jadi penjual sekaligus pembelinya. Kali ini dia berjanji akan terus menemani Kei hingga saat dirinya nanti kembali ke raga aslinya.
"Ciappp... Iga tluk pacil atan meluncul" seru Kei dengan semangat.
Keduanya terus bermain bersama di halaman mansion bahkan tawa mereka terus menggema disana. Padahal hanya bermain permainan sebagai penjual dan pembeli pasir saja namun itu sudah membuat keduanya bahagia. Hari sudah menampakkan senjanya membuat keduanya segera masuk dalam rumah dibantu dengan Mbok Lala.
***
"Tlimakacih mama cudah demani Kei ain. Kei cenang" ucap Kei dengan menggandeng tangan Arlin.
Alin yang juga memegang tangan kecil Kei pun hanya tersenyum kemudian mencium keningnya begitu lama. Kei begitu bahagia dengan perlakuan lembut Arlin padanya selama dari rumah sakit hingga kini. Arlin kini tampak lebih lembut dan tulus dalam memperlakukan anaknya membuat Mbok Lala begitu bahagia saat melihatnya.
"Sama-sama anak mama yang tampan" ucap Arlin sambil tersenyum.
Kei hanya menganggukkan kepalanya kemudian mereka masuk dalam ruang makan. Disana sudah ada Aldo yang fokus menatap ponselnya sehingga tak mengetahui kehadiran dari anak dan istrinya. Mbok Lala segera pamit setelah mendekatkan keduanya pada majikan laki-lakinya itu.
"Ehemm... Ponsel terus, makan pak" celetuk Arlin dengan percaya dirinya.
Aldo langsung meletakkan ponselnya diatas meja kemudian mendekat kearah Kei. Aldo membawa Kei untuk duduk diatas kursinya sedangkan Arlin langsung didekatkan pada meja makan. Aldo mengambilkan makanan pada piring Arlin karena tangannya masih belum sampai jika harus mengambil sendiri.
"Cukup... Ini terlalu banyak" tegur Arlin sambil mengerucutkan bibirnya.
"Biar cepat gede" ucap Aldo dengan acuh.
Bahkan dengan sengaja Aldo malah menambahkan nasi dan lauk dalam piring Arlin membuat wanita itu langsung memelototkan matanya. Ia kesal karena ternyata suaminya itu begitu jahil padahal saat di kampus selalu menampakkan raut wajah datarnya. Akhirnya Arlin memakan makanan itu dengan langsung menelannya kasar. Ia juga menatap sinis sang suami yang kini malah terlihat tak bersalah sama sekali.
"Mama, papa... Piling Kei elum ada icina" ucap Kei tiba-tiba.
Aldo dan Arlin tadinya sibuk dengan kegiatannya masing-masing langsung saja mengalihkan pandangannya kearah Kei yang sedang memegang piring plastiknya itu. Arlin menatap Aldo yang kini malah menyengir karena salah tingkah sendiri.
"Biar mama yang suapi saja. Papamu itu memang nggak peka" ucap Arlin.
Kei menganggukkan kepalanya kemudian disuapi dengan begitu telaten oleh Arlin. Arlin sengaja ingin sepiring berdua dengan anaknya, pasalnya nasi yang ada di piringnya ini terlalu banyak sehingga tak mungkin ia bisa menghabiskannya. Sedangkan Aldo sendiri hanya bisa menghela nafasnya kasar karena malah dimarahi oleh istrinya.
Namun di satu sisi Aldo begitu bahagia karena kini Arlin sudah tak canggung lagi jika berada didekatnya. Sepertinya ia harus melakukan pendekatan lebih intens lagi agar istrinya itu bisa membalas perasaannya. Sedari tadi Aldo terus menatap intens kearah keduanya sehingga mengabaikan makanan yang ada di piringnya sendiri.
"Aaaaakkk..."
Tiba-tiba saja Arlin meletakkan sendok berisi nasi dan lauk kearah depan mulut suaminya. Aldo terkejut bahkan langsung melihat kearah Arlin yang kini memelototinya agar segera memakan suapannya. Aldo pun dengan segera memakan makanan yang disuapkan oleh Arlin hingga wanita itu terus menyuapi suami dan anaknya hingga semuanya tandas.
"Akhirnya... Makanan di piring ini habis juga" seru Arlin dengan senang.
Tanpa mereka sadari, ternyata ketiganya makan dalam satu piring dan sendok yang sama. Kegiatan sederhana yang membuat mereka kini jauh tampak lebih akrab walaupun Arlin dan Aldo masih lah sedikit kaku dalam berbincang.