Dihamili Berondong

Melihat lirik-lirikan antara kekasihnya dan Starla, membuat Elisa terheran-heran. Sebenarnya ada apa ini? Mengapa jam tangan Saka berada di tangan Starla? Bahkan Elisa juga tidak tahu, jam tangan itu hilang sebelumnya.

'Gila, jadi cowok ini yang malam itu udah naninu sama Starla?' atensi Gina tertuju pada Saka. Seorang pria remaja yang memakai seragam basket dan tampak maskulin dengan otot-otot kekar di lengannya itu. Walaupun usianya masih belasan tahun.

'Ganteng sih, tapi--kok berondong? Kenapa nggak hot Daddy aja?' Gina berkata lagi dalam hatinya.

Sementara itu, hati Starla berdebar-debar kala melihat sosok Saka. Ia menelisik, memindai pria itu dengan tatapannya dari atas sampai ke bawah. Satu kata yang Starla dapatkan darinya, 'dia tak akan bisa dimintai pertanggung jawaban'.

"I-ini beb, sebenarnya jam tangan ini..." Saka mulai bicara untuk menjawab pertanyaan pacarnya itu.

"Saya nggak sengaja nemu dijalan." Starla tersenyum tenang diluar, tapi didalamnya tidak ada yang tau. Hatinya kacau saat melihat Saka, fakta bahwa pria itu tidak berniat meminta maaf padanya dan lebih parahnya lagi. Dia masih siswa SMA. Niat Starla pun urung untuk bicara pada Saka mengenai kejadian malam itu.

'Kenapa dia bohong?' batin Saka heran.

"Oh gitu kak.Makasih ya kak udah nemuin jam tangan ini." Kata Elisa seraya tersenyum pada Starla dan Gina.

"Ya udah, kalau gitu kita permisi dulu ya. Gin, ayo!" ajak Starla seraya menggandeng tangan sahabatnya. Dia terlihat terburu-buru, ingin segera pergi dari sana. Starla dan Gina pun pergi dari sana dengan terburu-buru.

Seketika rasa bersalah hadir didalam hati Saka, meskipun dia tidak berniat bertanggung jawab atas apa yang terjadi malam itu. Tapi melihat tatapan Starla, dia jadi tidak tega. Setidaknya dia harus bicara sesuatu padanya.

'Gue harus bicara sama dia'

"Beb, aku ke toilet bentar ya!" pamit Saka pada kekasihnya.

"Iya, beb." jawab Elisa sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian ia melihat Saka pergi dari sana dengan terburu-buru.

Sementara itu Starla dan Gina berada di lorong sekolah, mereka berniat pulang setelah ini untuk mengerjakan tugas kampus lainnya.

"Star, kenapa Lo langsung pergi? Lo harus ngomong sama tuh cowok!" ujar Gina menggebu.

"Gue harus ngomong apaan sama dia Gin? Tentang malam itu? Gue bahkan nggak bisa ngomong soal anak--" ucapan Starla berhenti saat ia sadar, hampir saja ia mengatakan tentang kehamilannya.

"Soal anak apa Star?" sontak Gina terbelalak dan langkahnya terhenti saat mendengar jelas soal anak.

"Apaan sih? Siapa juga yang ngomong soal anak?" kilah Starla dengan mata yang memutar kesana-kemari dengan gugup.

"Star...gue denger jelas kau Lo bahas soal anak? Anak apa Star?" suara Gina mulai meninggi. Lalu Starla membekal mulut Gina, karena takut ada yang mendengarnya.

Gina menepis tangan Starla, ia menatap tajam pada gadis itu. "Star, apa Lo yang sakit itu, mual dan pusing itu karena Lo hamil?" tanya Gina retoris dan membuat Starla sulit untuk mengelak.

"Gin, gue--"

Tiba-tiba saja, Saka menarik tangan Starla dan membawa gadis itu pergi begitu saja. Gina hendak menyusulnya, tapi Starla melarangnya.

"Tunggu gue di parkiran, Gin!" seru Starla.

Gina pun menurut dan dia melangkah pergi dari kawasan lorong sekolah itu. Gina merasa Starla dan Saka perlu bicara berdua. Gina juga perlu waktu untuk mencerna semua ini, dia masih syok jika benar Starla hamil.

Saka mengajak Starla bicara di belakang sekolah yang sepi. Saka yang sudah tau seluk beluk sekolah itu, tau benar tempat yang jarang didatangi orang.

"Kenapa Lo narik-narik gue?" tanya Starla dengan wajah datarnya.

"Pertama-tama gue minta maaf, karena kelakuan gue malam itu."

"Jadi orang itu benar-benar Lo?" sentak Starla dengan menghela nafasnya kasar.

"Tapi Lo yang menggoda gue duluan!"

"Apa?"

"Oke, berhenti bahas itu. Apa benar Lo hamil? Dan itu anak gue?" tanya Saka to the poin. Starla terperangah dengan sikap Saka yang kasar.

...***...