NovelToon NovelToon
High School Iyuna

High School Iyuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Teen Angst / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Menjadi NPC / Romansa
Popularitas:946
Nilai: 5
Nama Author: Anggara The Blukutuk³

Setelah berhasil kabur dari Ayah angkatnya, Iyuna Marge memutuskan untuk bersekolah di sekolah elite school of all things Dengan Bantuan Pak kepala yayasan. Ia dengan sengaja mengatur nilainya menjadi 50 lalu mendapat kelas F. Di kelas F ia berusaha untuk tidak terlihat mencolok, ia bertemu dengan Eid dan mencoba untuk memerasnya. Begitu juga beberapa siswa lainnya yang memiliki masa lalu kelam

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggara The Blukutuk³, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Willey Zentarou

Di kelas, Iyuna tampak murung menatap keluar jendela. Jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja, sementara matanya menerawang jauh menembus kaca yang memantulkan cahaya matahari.

"Iyuna, mengapa kau melupakanku?" Kata-kata itu masih terngiang-ngiang di kepalanya, bergema seperti dentuman lembut yang tak kunjung reda.

"Padahal aku tidak pernah melupakannya," Monolog Iyuna, menatap sedih keluar jendela, kepalanya bertumpu di tangan. Helaan napasnya menciptakan embun tipis pada kaca, sementara jemarinya memainkan ujung rambutnya yang jatuh di pipi.

"Iyuna?" Panggil Sherin, berdiri di samping mejanya. Tubuhnya sedikit condong ke depan, rambutnya yang panjang menjuntai menyapu permukaan meja Iyuna.

"Apa?" Ucap Iyuna datar, tanpa menoleh. Matanya tetap terpaku pada pemandangan di luar, enggan melepaskan pandangannya dari titik imajiner yang menyita perhatiannya.

"A-anu, apa kamu baik-baik saja?" Tanya Sherin khawatir. Tangannya meremas ujung seragamnya, kebiasaan yang selalu muncul saat ia gelisah.

"Apa maksudmu?" Tanya balik Iyuna. Ia akhirnya menoleh, menggerakkan kepalanya dengan lambat seolah terbebani oleh pikiran yang berkecamuk.

"Aku yakin kamu ada masalah. Aku ragu mengatakan ini. Tapi, matamu mengeluarkan air mata," Ucap Sherin khawatir, menunjuk ke mata Iyuna yang berkaca-kaca. Jari telunjuknya terangkat dengan hati-hati, gemetar sedikit menunjuk titik air yang menggenang di pelupuk mata temannya. Benar, Iyuna tidak menyadari itu.

Iyuna kaget, matanya membulat. Ia lalu mengelap air matanya tergesa-gesa, jemarinya bergerak cepat menyeka sudut matanya. "Ti-tidak, ini hanya kemasukan debu," Ucapnya, berbohong. Bahunya menegang, punggungnya menegak dalam posisi defensif.

"Ba-baiklah, kalau kamu bilang begitu," Ucap Sherin, ia lalu kembali ke bangkunya dengan langkah pelan dan berat, sesekali menoleh ke belakang dengan sorot mata penuh kekhawatiran.

Bu Rheine masuk, menandakan pelajaran telah dimulai. Langkahnya bergema di lantai kelas, tangannya membawa tumpukan buku yang ditata rapi. Setelah 4 jam pelajaran yang diisi dengan goresan pena di atas kertas dan bisikan-bisikan antar siswa....

"Baiklah anak-anak, karena hari ini guru² kalian ada rapat. Jadi, pelajaran selesai lebih cepat," Ucap Bu Rheina, sembari menepuk tangannya. Suara tepukannya renyah memecah keheningan kelas.

Seluruh siswa bersorak, melompat dari kursi mereka dengan wajah berbinar dan tangan terangkat ke udara. Iyuna hanya menatap keluar jendela, jari-jarinya kembali mengetuk pelan permukaan meja. Bu Rheina melangkah keluar kelas, sepatu haknya menciptakan irama staccato di lantai koridor.

"Bagaimana kalau kita manfaatkan ini untuk ke perpustakaan? Ujian pertahanan akan dimulai 3 hari lagi! Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu!" Usul Eid, suaranya meninggi..

"Aku setuju! Karena aku tidak ingin menunda-nunda lagi," Ucap Fyona. Kepalanya mengangguk cepat, rambutnya bergoyang mengikuti gerakannya yang antusias.

"Hm!" Calista mengangguk, gerakan kepalanya tegas dan penuh keyakinan. "Aku juga," Ucapnya, tangannya mengepal di atas meja, menunjukkan tekadnya.

"Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan," Ucap Sherin. Tangannya menepuk sekali, menegaskan keputusan yang telah dibuat bersama.

"Iyuna, kau tentu harus ikut yah! Sherin bilang kalau kau sudah setuju waktu itu," Ucap Eid, menoleh ke Iyuna di sampingnya. Tubuhnya berputar penuh, matanya menatap lurus mencari persetujuan.

Iyuna menatap Eid sejenak, mata mereka bertemu dalam diam, lalu mengangguk perlahan. Gerakan kepalanya nyaris tak terlihat, tapi cukup untuk menjadi jawaban.

Setelah 30 menit istirahat yang dihabiskan dengan mengisi perut dan berbincang ringan, mereka berkumpul di perpustakaan. Kaki mereka melangkah serempak di atas lantai marmer yang mengkilap. Btw, ada 25 siswa dalam 1 kelas.

Mereka, termasuk Iyuna, duduk di belakang meja persegi panjang yang sangat panjang dan lebar. Kursi-kursi berderit pelan saat mereka menariknya. "Baiklah, Eid! Untuk pelajaran pertama, kau yang akan menjadi pembimbing," Ucap Sherin. Jari telunjuknya mengarah pada Eid, matanya bersinar penuh harapan.

Eid hanya tersentak, bahunya menegang seketika. "Ba-baiklah," jawabnya setelah menelan ludah dan menarik napas dalam.

Pembelajaran ekstra ini pun dilakukan. Buku-buku dibuka, pensil bergesekan dengan kertas, suara-suara diskusi mengisi keheningan perpustakaan. Ada beberapa hambatan, seperti beberapa siswa termasuk Ike yang susah diberi pemahaman, keningnya berkerut dalam setiap kali Eid menjelaskan. Dan juga siswa seperti Arga yang sulit dikendalikan karena mudah marah. Tangannya menggebrak meja, matanya melotot. Yah, dia marah karena Sedou yang menumpahkan air di hadapannya, menciptakan genangan yang merembes ke buku-bukunya.

Pembelajaran itu pun berakhir tanpa masalah, tepat pukul 02.30 PM. Jam dinding perpustakaan berdentang lembut. Iyuna pun bersiap dengan menenteng tas ke bahunya untuk bersiap kembali ke asrama. Jemarinya merapikan kertas-kertas yang berserakan di hadapannya, memasukkannya satu per satu ke dalam tas.

Di perjalanan pulang, kakinya melangkah ringan menyusuri jalan. "Ouch," Ia terjatuh setelah menabrak Rakha yang terburu-buru. Tubuhnya terhuyung ke belakang, tasnya terlepas dari genggaman dan mendarat di lantai dengan suara gedebuk pelan.

Rakha mengulurkan tangannya, jemarinya terbuka menawarkan bantuan. "Kau tidak apa-apa?" Ucapnya khawatir. Alisnya bertaut, matanya menyiratkan penyesalan.

Iyuna cuek, ia bangkit dengan kedua tangannya, mendorong tubuhnya sendiri dari tanah yang dingin. "Tidak apa-apa," Ucapnya datar, "maaf karena tidak berhati-hati," Ucap Iyuna menunduk. Rambutnya jatuh menutupi sebagian wajahnya, menyembunyikan ekspresinya.

"Ti-tidak, aku yang seharusnya minta maaf," Ucap Rakha. Tangannya menggaruk belakang kepalanya, gestur canggung yang selalu dilakukannya saat merasa bersalah.

"Baiklah, aku sedang buru-buru, sampai jumpa!" Ucap Rakha, ia lalu berlari ke arah berlawanan. Langkahnya cepat dan lebar, meninggalkan gema di koridor yang kosong.

Iyuna pun sampai ke kamar asramanya, membuka pintu dengan gerakan lambat. Ia langsung melempar pelan tasnya ke meja dan menjatuhkan dirinya ke kasur dengan lelah. Pegas kasur berdecit pelan menerima bobot tubuhnya yang terhempas.

"Huh," dia menghembuskan napas. Dadanya naik turun seiring hembusan napasnya yang berat. Ia lalu meraih guling yang tak jauh darinya, jemarinya mencengkeram kain pembungkus guling, lalu memeluk erat guling itu. Wajahnya tenggelam dalam empuknya guling. "Hiks... Hiks.." matanya mengeluarkan air mata, membasahi kain guling yang dipeluknya. Ia pun menangis karena kata-kata yang masih terngiang-ngiang di kepalanya, isakannya teredam oleh guling, tapi cukup keras untuk mengisi kesunyian kamar.

Sementara itu, di sekolah... Lebih tepatnya di ruang OSIS... Lampu-lampu neon berpendar terang, menciptakan bayangan tajam di setiap sudut ruangan.

"Jadi? Kau akan mencalonkan dirimu sebagai ketua OSIS selanjutnya?" Tanya Rakha, matanya berkilat menatap lelaki yang ada di hadapannya, duduk di belakang meja. Tangannya bertumpu pada pinggiran meja, condong ke depan dalam posisi intimidasi.

"Tentu," Ucap lelaki itu sembari tersenyum tipis. Jari-jarinya saling bertaut di atas meja, posturnya tenang dan penuh percaya diri. Namanya adalah Wiley Zentarou, ia adalah siswa sekaligus ketua kelas dari kelas 11B.

"Apa visi mu untuk sekolah ini?" Tanya Rakha dengan nada serius, tatapannya tajam, menusuk seperti belati. Bahunya menegang, menunggu jawaban.

Wiley menyeringai, bibirnya terangkat membentuk senyuman yang tidak mencapai matanya. "Aku akan mengurangi sampah yang memenuhi sekolah ini!" Ucapnya. Tangannya mengepal di atas meja, buku-buku jarinya memutih menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan.

1
Jumpri Cry
lanjut
SukiDenial
Mcnya keren. Dan ada banyak fanservicenya😍. Iyuna itu waifu ku banget titik🤬
Dimas Saputra
lanjut thor, dan Saling suport
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!