Aditya Dave Mahendra, di takdirkan menjadi pewaris yang akan memimpin beberapa perusahaan besar milik kedua orang tuanya.
Lahir dari kedua orang tua yang sama-sama menjadi anak tunggal dalam keluarga kaya raya, bisa di bayangkan berapa banyak aset-aset miliknya yang pasti tidak akan habis 7 turunan.
Pria tampan yang memiliki garis wajah tegas itu, menuruni sifat ayahnya. Aditya di kenal sangat tegas dan disiplin dalam segala hal. Dia juga terkenal dingin di perusahaan dan orang-orang sekitar. Kecuali pada keluarganya dan orang yang menurutnya spesial.
Aditya bahkan sangat over protective pada adik perempuannya, Aurelia. Sampai tidak ada laki-laki yang berani mendekati Aurelia meski kini gadis itu sudah berusia 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Sepertinya tempat ini sangat cocok." Komentar Aditya yang sedang mengamati bangunan lantai 2 dengan luas 9 x 13 meter itu. Di design modern dengan sebagian dinding menggunakan kaca.
Tempat itu sudah cukup luas dan menarik untuk di buka sebagai cafe yang menyasar generasi millenial.
"Aku bilang juga apa. Mana mungkin aku bohong." Celetuk Juno. Laki-laki itu sejak tadi memilih duduk di salah satu kursi dan memperhatikan Aditya serta Alex yang tengah mengamati ruangan.
Juno yang memilihkan tempat ini, jadi dia sudah melihat dan mengecek sebelum membawa Alex dan Aditya ke sini.
"Kalau sudah setuju, kita bisa langsung tanda tangani kontrak sewanya." Tutur Juno.
"Pemiliknya meminta sewa 250 juta pertahun." Juno menjelaskan. Tidak salah kalau penawarannya cukup tinggi, karna tempatnya sangat bagus dan kawasan PIK ini sudah sangat terkenal dan selalu ramai. Mereka juga tidak akan rugi jika mengeluarkan dana sewa bangunan sebesar itu.
Aditya menghentikan pengamatannya. Dia memilih duduk di depan Juno untuk membahas hal yang lebih penting lagi.
"Kalau begitu tanda tangani sekarang saja. Aku akan membayar sewanya." Ucap Aditya yakin. Dia langsung tertarik dan merasa sangat cocok dengan tempat ini. Jadi sebelum tempat ini di ambil alih orang lain, dia harus menandatangani kontrak sewanya lebih dulu.
"Biar aku panggilkan marketingnya." Alex beranjak, dia keluar untuk memanggil 2 orang marketing yang sedang menunggu di meja teras cafe.
"Untuk di beberapa sudut ruangan sepertinya perlu di design ulang agar bisa menjadi spot foto." Ucap Aditya pada Juno.
Karna menyasar pada kalangan anak muda, jadi dia harus memutar otak agar tempat itu menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Kebiasaan kaum millenial yang sering mengabadikan foto di cafe, membuat Aditya berfikir untuk membuat spot foto yang unik dan bagus.
"Jangan khawatir Dit, semuanya bisa kita atur."
"Aku juga sudah mencari jasa design interior cafe yang handal." Jawaban Juno membuat Aditya mengacungkan jempol. Juno memang bisa di andalkan. Dia mempersiapkan semuanya dengan baik dan matang.
Setelah menandatangani kontrak sewa, Aditya langsung membayar seluruh biaya sewa tersebut.
Bagi seorang Aditya, mengeluarkan uang sebesar 250 juta tentu sangat mudah.
Sebagai pewaris 2 perusahaan besar dan beberapa properti di kota besar ini, tentu saja Aditya sudah memiliki banyak uang di rekening pribadinya. Bahkan sejak dia masih kecil.
"Selanjutnya apa lagi.? Apa harus memanggil design interior sekarang.?" Tanya Alex.
Kontrak sewa dan pembayaran sudah di lakukan. Mereka juga sudah mendapatkan serah Terima kunci.
Rencananya dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan, cafe mereka akan segera di buka.
Alex yang bertugas mempromosikan cafe itu di sosial media. Bahkan sudah membuat akun media sosial instagram sendiri atas nama cafe mereka.
Dia juga yang merekrut karyawan.
Untuk chef dan barista yang di tugaskan untuk meracik dan membuat kopi sudah di atur oleh Aditya.
"Besok pagi saja. Aku belum membuat janji dengannya." Jawab Juno.
"Sebaiknya kita makan siang, cari cafe yang paling terkenal di sini. Kita bisa sekalian mencari inspirasi di sana." Ajaknya.
Aditya dan Alex tampak setuju. Selain persiapan yang matang, mereka memang perlu mendatangi tempat-tempat di sekitar bangunan yang sudah mereka sewa itu. Jadi mereka bisa tau seperti apa konsep serta menu yang akan menjadi pesaing nantinya.
"Aku dengar cafe itu cukup terkenal disini." Juno menunjuk sebuah cafe yang berjarak sekitar 50 meter dari halaman parkir bangunan sewa tadi.
"Berbagai macam makanan dan jenis kopi ada di sana." Jelasnya lagi.
Aditya mendengarkan dengan seksama sembari memikirkan strategi terbaik untuk cafe yang akan mereka kelola. Karna sepertinya saingan mereka akan berat.
Walaupun dia sudah merekrut chef dan barista yang pernah bekerja di restoran ternama, tapi tetap saja harus mengupayakan dengan maksimal agar cafe miliknya dan dua sahabat itu lebih sukses dan terkenal.
"Kalau begitu kita kesana sekarang." Ucap Aditya. Dia mulai melangkahkan kakinya. Mobil miliknya dia biarkan terparkir di pelataran bangunan yang baru saja dia sewa.
...****...
Setelah Mauren dan Viona pamit dengan pacar mereka masing-masing, kini tinggal Elia dan Rexy di cafe tersebut.
Awalnya Elia kesal pada dua sahabatnya yang meninggalkannya begitu saja dengan Rexy.
Tapi saat di bisikkan sesuatu oleh Mauren, gadis polos itu kini gelisah.
Pikirannya di buat travelling kemana-mana.
Rupanya hubungan kedua sahabatnya itu dengan kekasihnya sudah sangat jauh.
Elia sampai bergidik membayangkannya lantaran merasa khawatir.
Dia mengkhawatirkan jika seandainya kedua sahabatnya itu tiba-tiba harus menikah secara mendadak akibat perbuatan mereka dengan sang pacar.
"Kamu tidak mau nonton.? Atau pergi ke suatu tempat favoritmu.?" Tawar Rexy. Laki-laki berusia 20 tahun itu tampak sudah bosan berlama-lama di cafe.
"Aku tidak di ijinkan pulang terlalu sore." Jawab Elia yang secara tidak langsung sudah menolak ajakan Rexy.
Gadis itu lalu menatap arloji di tangannya yang baru menunjukan pukul 1 lewat 15.
"1 jam lagi aku harus pulang." Ucapnya dengan berat hati. Sejujurnya dia ingin mengenal Rexy lebih dekat lagi. Tapi dia juga tidak mungkin melanggar aturan orang tuanya.
"Kamu benar-benar berbeda." Lagi-lagi Rexy mengomentari Elia yang di nilai sangat polos dan penurut itu. Laki-laki blasteran Jerman Indo itu bahkan baru pertama kali mengenal wanita seperti Elia.
Di saat banyak remaja di bawah umur sudah memiliki kekasih bahkan melakukan se ks bebas dengan kekasihnya. Elia yang sudah berusia 18 tahun justru belum pernah berpacaran sekalipun.
"Berbeda dalam arti apa.?" Elia menatap wajah tampan Rexy.
"Apa aku aneh karna belum pernah pacaran dan tidak di bolehkan dekat dengan laki-laki.?" Tanyanya.
"Itu salah satunya." Jawab Rexy seraya mengukir senyum tipis.
"Lalu apa yang kedua.?" Tanya Elia lagi. Raut wajah dan tatapan matanya yang polos membuat Rexy reflek menyentuh pucuk kepala Elia dan mengacaknya lembut. Elia benar-benar menggemaskan dan menarik. Rexy bahkan mulai mengakui jika dirinya menginginkan Elia untuk menjadi wanitanya.
Dimana lagi dia bisa menemukan gadis seperti Elia di jaman sekarang ini.?
Bahkan Rexy rela memutuskan kekasihnya yang berada di Sidney jika Elia mau menjadi kekasihnya.
"El.!" Terdengar suara bariton yang tak asing bagi Elia. Gadis itu reflek menoleh. Dia membelalakan mata melihat sang Kakak sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan tajam.
"Ka,,kak Adit." Ucap Elia gugup. Dia tersenyum kaku, perlahan bergeser ke kursi kosong di sampingnya untuk membuat jarak dengan Rexy.
Elia yakin kakaknya itu pasti melihat saat Rexy mengacak gemas pucuk kepalanya. Setelah ini laki-laki bertubuh tinggi itu pasti akan memarahinya habis-habisan.
"Pulang.!" Tegasnya dengan nada bicara yang membuat Elia ketakutan. Namun tatapan Aditya mengarah pada Rexy.
"Kak, ini tidak seperti yang kakak Adit pikirkan,"
"Aku datang dengan Mauren dan Viona. Tapi pacar mereka datang bersama Rexy, jadi aku berkenalan dengannya." Elia berusaha untuk memberikan pembelaan agar Aditya tak terlalu marah padanya.
"Tidak perlu di jelaskan El. Aku bisa melihat cctv di sini kalau mau." Jawaban Aditya sontak membuat Elia menelan ludah dengan susah payah. Dia akan ketahuan berbohong kalau kakaknya itu meminta karyawan cafe untuk memutar rekaman cctv.
"Pulang sekarang atau aku akan memberitahu Mama dan Papa soal ini." Aditya mengancam. Kedua mata Elia seketika memerah menahan tangis. Entah kenapa dia semakin merasa tertekan semua peraturan ini.
Dengan berderai air mata, Elia berlari meninggalkan cafe itu tanpa mengatakan apapun. Membawa kekecewaan pada sang Kakak yang masih saja mengekangnya.
Untung Elia polos orangnya,gak cerdik,kalo cerdik dia yg akan meninggalkan kamu..