Kehidupan yang di alami orang sekitarnya, terutama kakak nya sendiri membuat Harfa tak mau menjalani yang namanya pernikahan.
Apalagi, setelah Biru, membatalkan pernikahan mereka. Membuat hati Harfa begitu dingin akan yang namanya cinta. Mengunci hati hingga sulit di tembus.
Perubahan Harfa membuat kedua orang tuanya merasa sedih. Apalagi usia Harfa tak lagi mudah.
"Nak, menikahlah. Usia kamu sudah matang?"
"Tidak. Aku gak mau menikah, Ummah."
Jawab tegas Harfa membuat hati umma Sinta teriris.
yuk ikuti kisah nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Ternyata aku yang egois
...Kini, kamu hanya sepotong diksi yang tak bisa ku selesaikan dalam lembar kosong itu....
...Pena ku patah tertelan ketidakmampuan ego. Maaf jika asmaraku menyakiti mu....
...*Harfa*...
----------------
Dokter Zahra membiarkan ruang untuk Dokter Harfa dan calon mertuanya yang gagal berbicara.
Dokter Zahra lega setidaknya Dokter Harfa tidak berbuat lebih.
Semua sudah di garis takdirkan. Siapa yang tahu semuanya akan seperti ini.
"Maafkan mama sayang, sungguh Mama minta maaf."
Ucap Mama Bumi menangis memeluk dokter Harfa. Semua karena keegoisan dirinya. Tapi, mau bagaimana lagi, mama Bumi juga tak mau menunggu terlalu lama agar Harfa siap menjadi menantunya.
"Mama jangan minta maaf. Harusnya Harfa yang minta maaf. Maaf jika Harfa menghancurkan harapan mama."
Hubungan dokter Harfa dan Mama Bumi baik-baik saja. Bahkan mereka tak ada saling bermusuhan.
Dokter Harfa sadar jika dirinya juga tak berhak menyalahkan mama Bumi.
"Jangan benci mama, ya."
"Tidak, Ma. Demi Allah Harfa tak membenci mama dan ayah. Yang ada Harfa malu pada kalian."
Dokter Harfa juga sadar jika keadaan ini terjadi karena dirinya sendiri yang menciptakan. Tak seharusnya Mama Bumi dan ayahnya minta maaf pada Harfa.
Suasana yang sangat dramatis itu tak bisa membuat dokter Harfa kuat.
Melihat Bumi baik-baik saja dan bisa tersenyum pada orang lain membuat dokter Harfa sadar jika sudah tak ada tempat lagi bagi dirinya di hati Bumi. Dokter Harfa segera pergi. Harga diri yang sendari tadi tahan runtuh juga.
Dokter Zahra hanya bisa membiarkan punggungnya menjadi tempat tangis dokter Harfa. Membiarkan dokter Harfa menumpahkan segala sedih.
Jika Bumi baik-baik saja harusnya dokter Harfa juga seperti itu. Tapi kenapa hati dokter Harfa sangat sakit hanya melihat Bumi tersenyum pada orang lain walau itu istri Bumi sendiri.
Kenapa?
Apa Bumi secepat itu sudah melupakannya. Kenapa dokter Harfa merasa tak terima.
"Mas Bumi jahat."
"Semua sudah menjadi keputusan kamu. Harusnya kamu kuat."
Tegur dokter Zahra. Sebagai seorang sahabat dokter Zahra tak ingin dokter Harfa hilang kendali. Itu sudah menjadi keputusan dokter Harfa tak seharusnya dokter Harfa menyalahkan Bumi. Andai dokter Harfa bisa mengambil keputusan yang bijak mungkin semua orang tak akan ada yang tersakiti.
Bumi tak akan mengorbankan pengabdian dan cintanya.
Zahira tak akan mengorbankan masa depannya hanya untuk balas Budi. Begitu juga dengan kedua orang tua Bumi tak akan bersikap egois karena ingin segera punya cucu mendesak Bumi menikah dengan Zahira.
"Ternyata aku yang egois."
Gumam Dokter Harfa termenung. Sambil menghapus air matanya. Sudah cukup lama dokter Harfa menangis membasahi pundak dokter Zahra.
"Kamu harus kuat. Allah pisahkan kalian berarti itu bukan yang terbaik untuk kamu. Masih ada laki-laki lain yang Allah siapkan untuk kamu. Kamu harus percaya itu."
Dokter Harfa tak bergeming. Hanya diam saja dengan tatapan kosong. Pikirannya entah kemana.
Seperti nya dokter Harfa lupa akan satu hal yang dia pelajari dari kakak Ifa.
Jika Allah menjauhkan kita dari sesuatu boleh jadi itu yang terbaik untuk kita. Kenapa kita harus mengeluh pada sesuatu sakit yang kita ciptakan sendiri.
Manusia memang seperti itu. Kadang lupa jika rasa sakit kita yang menciptakan nya sendiri bukan orang lain. Namun, kita menyalahkan orang lain seolah-olah kita yang paling tersakiti.
Yang lebih parah nya, Allah juga yang ikut adil di salahkan. Andai kita melihat kebaikan di balik itu semua kita tak akan mampu bersyukur atas semuanya.
Mungkin semua itu teguran buat dokter Harfa agar tidak menggantungkan sesuatu pada manusia. Dokter Harfa terlalu tergantung pada Bumi. Terlalu percaya pada Bumi. Apa-apa Bumi dan Bumi. Hingga Allah jauhkan dokter Harfa dari Bumi. Allah ingin, dokter Harfa kuat oleh dirinya sendiri bukan orang lain.
Ingin dokter Harfa keluar dari rasa takutnya dengan caranya sendiri hingga pandangan dokter Harfa pada laki-laki tak se-trauma itu.
Sekarang dokter Harfa harus berjuang sendiri melewati setiap rasa takutnya. Dulu Bumi yang akan menjadi genggam ketika Dokter Harfa terjatuh.
Dokter Harfa sadar jika dirinya terlampau jauh dengan sang pencipta. Hingga lupa siapa dirinya sendiri.
Terkadang cinta manusia bisa membutakan cinta sang pencipta.
"Terimakasih atas semuanya. Kamu boleh pergi."
"Hm, Jika sudah tenang kau mengusir ku."
Sindir dokter Zahra sedikit bercanda. Dokter Zahra tahu jika kini dokter Harfa hanya butuh sendiri untuk merenungi apa yang salah pada dirinya. Dokter Zahra meninggalkan dokter Harfa di taman.
Kini, kamu hanya sepotong diksi yang tak bisa ku selesaikan dalam lembar kosong itu.
Pena ku patah tertelan ketidakmampuan ego. Maaf jika asmaraku menyakiti mu.
Batin dokter Harfa tersenyum getir. Ingat pada puisi yang belum ia selesai kan.
Dokter Harfa kini sadar akan puisi yang belum ia selesai kan itu. Harusnya sendari awal dokter Harfa sadar kenapa tangannya menggoreskan kata-kata itu.
Orang yang sedang sakit hati memang selalu lupa siapa dirinya sama seperti dokter Harfa yang sempat lupa siapa dirinya.
"Dulu, tangan kita saling menggenggam erat.
Tapi, ku lepas begitu saja tanpa jeda. Hingga kau benar-benar pergi.
Aku menyesal telah melakukan semuanya tapi aku sendiri tak kuasa menahan ego.
Ketakutan itu menghancurkan harapan ku sendiri.
Maaf jika aku terlalu egois."
Dokter Harfa menurunkan tangannya seolah semua harapan itu runtuh. Meraba dada dan mengeluarkan sebuah kalung yang melingkar indah di leher dokter Harfa. Bukan masalah kalung namun, sebuah cincin yang menjadi liontin kalung tersebut.
Cincin pertunangan dokter Harfa dan Bumi. Masih tersimpan di sana.
"Berhak kah aku masih menyimpannya."
Dokter Harfa memang selama ini tak memakai cincin pertunangan mereka. Karena takut terjatuh atau tergores karena kedua tangannya setiap hari memegang alat-alat medis.
Tapi, cincin itu tersimpan di tempat aman dan selalu menemani dokter Harfa di setiap aktivitas nya.
Dokter Harfa berniat membuang cincin itu. Karena tak ada gunanya lagi ia menyimpannya. Semuanya tak lagi sama dan dokter Harfa tak mau terus menerus memikirkan Bumi.
Dokter Harfa benar-benar membuang cincin itu. Setelah membuang cincin itu dokter Harfa pergi meninggalkan taman tersebut.
Mencoba merelakan semuanya. Berharap hari ini tak terulang lagi dari hidupnya.
Selamat tinggal kenangan, biarlah kamu tersimpan di tempat itu sendiri.
...
Setelah kepergian dokter Harfa dari taman. Sepasang kaki melangkah pelan menuju semak-semak bunga. Langkahnya terhenti, mata itu menatap tajam sekeliling rerumputan seolah sedang mencari sesuatu.
Perlahan tangan itu terulur mengambil cincin yang dokter Harfa buang.
"Dapat."
Gumam orang tersebut sambil tersenyum menatap cincin berlian itu. Cincin yang sangat indah nan cantik.
Bersambung ..
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...