Sekuel dari "Anak Tersembunyi Sang Kapten"
Ikuti saya di WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Setelah beberapa kali mendapat tugas di luar negara, Sakala akhirnya kembali pulang ke pangkuan ibu pertiwi.
Kemudian Sakala menjalin kasih dengan seorang perempuan yang berprofesi sebagai Bidan.
Hubungan keduanya telah direstui. Namun, saat acara pernikahan itu akan digelar, pihak perempuan tidak datang. Sakala kecewa, kenapa sang kekasih tidak datang, sementara ijab kabul yang seharusnya digelar, sudah lewat beberapa jam. Penghulu terpaksa harus segera pamit, karena akan menikahkan di tempat lain.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kekasih Sakala tidak datang saat ijab kabul akan digelar? Dan kenapa kekasih Sakala sama sekali tidak memberi kabar? Apa sebenarnya yang terjadi?
Setelah kecewa, apakah Sakala akan kembali pada sang kekasih, atau menemukan tambatan hati lain?
Nantikan kisahnya di "Pengobat Luka Hati Sang Letnan".
Jangan lupa like, komen dan Vote juga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Derita Sakala, Kebahagiaan Seira
"Bagaimana, apakah Mbak Disti mengakui kalau Seira yang menjadi calon mempelai perempuan dalam pernikahan ini adalah Seira anaknya?" Syafana langsung menghampiri Dallas yang baru saja tiba di rumah.
"Si kembar mana?" Dallas malah mempertanyakan Fina dan Alf yang tidak kelihatan batang hidungnya.
"Kembar ikut ke rumah Budenya."
"Saka, di mana dia?" Dallas berjalan menuju tangga, kepalanya mendongak mencari Sakala.
"Dia belum kembali. Tadi masih bersama ketiga temannya. Salah satu temannya bilang untuk tidak mengkhawatirkannya. Mereka akan berusaha menghibur putra kita."
Mendengar penjelasan Syafana, Dallas sedikit lega. Meskipun sejatinya ia khawatir terjadi hal-hal di luar kebiasaan Sakala, gara-gara kecewa oleh Seira. Banyak kejadian seperti itu, gara-gara frustasi, melampiaskan pada minuman keras dan pergi clubing. Dallas tidak mau itu terjadi pada Sakala.
"Papa takut, kekecewaan Sakala membuat dia melakukan hal di luar kebiasaannya." Dallas terlihat sangat risau. Hal ini membuat Syafana semakin sedih, sudah dipoles dan ditanamkan nilai agama yang kuat sejak kecil dalam diri Sakala, kalau pada akhirnya terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak-tidak, sungguh Syafana tidak rela. Dan itu tidak boleh terjadi, Sakala harus tetap jadi Sakala yang tetap menanamkan nilai-nilai agama.
"Huhhhh." Syafana mendesah berat, sungguh dadanya kini terasa sesak. Kesedihannya kembali menghujam dada, bening di sudut mata mendorong-dorong, sepertinya ingin menuruni pipinya yang masih menempel make up sisa tadi siang. Tatapannya kini jauh ke depan, sembari menahan tangis supaya jangan terdengar.
Dallas menoleh ke samping istrinya, menatapnya haru. Betapa pedih dan rapuhnya kini wanita yang selalu tegar dan kuat untuk Sakala. Tapi, kini ketika sebuah kekecewaan menimpa sang putra, Syafana terlihat sangat rapuh dan sedih yang mendalam. Air matanya tidak keluar, akan tetapi sedu sedan isak tangis itu terdengar. Syafana menangis, tapi ditahan.
Dallas menghampiri, lalu memeluk erat bahu wanita yang selalu dicintainya itu. "Maafkan papa, Sayang. Ini semua karena dendam seseorang di masa lalu. Papa tidak menduga kalau dendamnya masih membara dan menjadikan Seira senjata untuk membalas dendam," bujuk Dallas sembari mengusap bahu sang istri dengan kasih sayang.
"Jadi, benar Seira yang ada di dalam kartu undangan itu adalah Seira anaknya Mbak Disti? Mbak Disti, kakak dari Bidan Dista?" Syafana melerai tangan Dallas, ia menatap Dallas dan meminta jawaban.
"Semua itu benar. Walau pada awalnya Mbak Disti berusaha menyangkal."
"Dan Mbak Disti ikut terlibat untuk membalaskan dendam terhadap Papa, melalui Seira?" tuding Syafana.
"Tidak. Sebenarnya Mbak Disti justru tidak tahu apa-apa dengan yang direncanakan Seira. Dia bahkan menganggap kartu undangan itu bohong atau nama mempelai perempuannya kebetulan sama. Seira sudah memiliki kekasih. Mereka akan menikah tahun depan. Seira sengaja ingin mempermalukan kita di depan tamu undangan. Dan semua ini dia lakukan untuk membalaskan dendam Dista. Dista menggunakan Seira sebagai senjata untuk membalas dendam," tutur Dallas.
"Apa? Bidan Dista ingin balas dendam? Kenapa dia lakukan itu? Sungguh tega Bidan Dista melakukan hal sekeji ini," kecamnya seraya meremas ujung hijabnya yang menjuntai.
"Lalu, apa keputusan yang Papa ambil? Kenapa tidak Papa jebloskan ke penjara saja?" tekan Syafana tidak sabar.
Akhirnya Dallas menceritakan semua pembicaraannya tadi dengan Disti dan suaminya. Termasuk negosiasi yang sempat ditawarkan Disti yang ditolak Dallas, karena ia mau Seira mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
"Papa menolak negosiasi itu. Tapi Mbak Disti memohon dan bersimpuh di kaki papa untuk tidak membawa kasus ini ke jalur hukum. Mbak Disti mengungkit kebaikannya di masa lalu agar papa tidak menjebloskan Seira ke dalam penjara. Akhirnya dengan berat hati papa menerima permohonannya," tutur Dallas. Syafana tersentak, kenapa Dallas justru termakan omongan manis Disti, yang tentu saja tujuannya untuk melindungi anaknya.
"Kenapa Papa justru termakan omongannya Mbak Disti? Papa tidak merasakan betapa dipermalukannya kita di hadapan para tamu undangan oleh gadis itu? Tapi, kenapa Papa justru tidak mau menjebloskan gadis itu ke penjara?" sentak Syafana kecewa.
"Mama tenang dulu. Ada yang lebih penting daripada sekedar dimasukkan ke penjara. Papa justru memilih melaporkan Seira ke Dewan Kehormatan nakes. Dengan begitu, Seira akan mendapatkan sangsi dari kedinasan dan sangsi sosial," terang Dallas mencoba meredam emosi Syafana yang tadi menggebu.
"Sangsi sosial dan kedinasan? Apakah Seira akan dipecat dari nakes?" Syafana masih menyimpan rasa penasaran yang besar.
"Iya. Paling parah dicopot dari jabatan sekaligus dipecat, sehingga Seira tidak bisa mengamalkan ilmu kebidanannya di mana saja. Karena ijin tenaga medisnya sudah dicabut," jelas Dallas.
Syafana tertegun mendengar penjelasan Dallas. Sebenarnya ia merasa miris mendengar sangsi yang akan menimpa Seira, apabila dia dipecat dari tenaga medis, karena sudah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan pada keluarganya terutama Sakala.
***
Di tempat yang berbeda, di kediaman Bidan Dista. Wanita paruh baya itu kembali menerima sebuah panggilan yang ternyata dari Seira sang keponakan. Ini panggilan yang kedua kalinya setelah tadi memberitahu kabar ter up date dari pernikahan Sakala yang gagal.
"Ya, Sei. Kamu pasti sedang senang-senang dengan keluarga calon mertuamu? Bersenang-senanglah, sekaligus merayakan atas keberhasilan kita karena sudah berhasil membalaskan dendam pada keluarga lelaki itu. Mereka pantas dipermalukan di depan orang-orang. Syukur-syukur anaknya itu frustasi dan gila," ucap Dista yang tidak sadar kalau semua ucapannya sudah ada yang mendengar oleh seseorang.
"Siapa yang kamu maksud frustasi dan gila itu, Ma?" Sebuah pertanyaan yang membuat Dista membalikkan badan dengan wajah terkejut dan pias.
"Mas Re~Refan? Ka~kamu sudah kembali?" gugupnya sembari menatap suaminya yang sudah berada di hadapannya.
"Katakan siapa yang kamu maksud? Lalu, dengan siapa kamu barusan berbicara, sepertinya sangat akrab? Jangan katakan kalian sedang bersekongkol dalam sebuah kejahatan. Jika itu terjadi, maka jangan pernah bawa-bawa namaku atau libatkan aku," dengus Refan yang merupakan seorang tenaga kesehatan juga, yakni seorang dokter.
"Tidak, Pa. Barusan mama hanya berbicara dengan teman mama. Dan apa yang Papa dengar, itu hanya bagian dari sebuah candaan?" sangkal Dista dengan gestur serba salah.
"Kamu tidak jujur. Katakan, kamu melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap orang lain, bukan? Apakah ini ada hubungannya dengan orang yang berada di masa lalu kamu?" tuding dokter Refan penuh curiga. Bukan sekali sang istri memperlihatkan gelagat yang mencurigakan. Dulu, sempat ia pergoki diam-diam, Dista ngamuk dan membakar gaun muslimah yang masih bagus dan baru. Usut punya usut, ternyata Dista membakar baju itu karena membeli dari istri dari mantan suaminya, yaitu Dallas.
Dokter Refan menyimpulkan kalau Dista ternyata sampai saat ini masih belum move on dari Dallas.
"Aku tahu, kamu masih belum move on dari mantan suamimu itu. Tapi, kenapa kamu masih menaruh dendam dan sakit hati? Bukankah kamu sudah menikah denganku, yang bahkan sudah menerima kamu apa adanya? Jika seperti ini terus, lebih baik kita bubaran saja," pungkas dokter Refan sembari bergegas. Dista tersentak mendengar ucapan suaminya. Bukan hanya dia saja yang tersentak, ternyata saat perdebatannya tadi dengan suaminya, di sana sudah ada Disti dan Anggara, mereka tentu saja mendengar perdebatan antara keduanya.
kalo bikin cerita ga pernah gagal....ga banyak konflik yg berat dan ga monoton jg ceritanya..... pokoknya author the best laaah❤️