Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 07
Setelah sungkem dan menyapa sanak saudara yang datang Andini segera kembali ke kamar untuk berganti pakaian meninggalkan Raihan yang masih mengobrol dengan kedua papah dan Andika.
Bersikap biasa seakan tak terjadi apa-apa walaupun dalam hati ada sedikit yang mengganjal. Apapun alasannya tak mudah untuk Andini menerima ini semua. Apa lagi dengan hubungan Raihan dengan kakaknya yang ia sudah anggap seperti kakak sendiri tapi mendadak menjadi suami.
Andini melirik ke arah pintu yang terbuka saat sedang menghapus riasan. Raihan masuk dengan tas yang berisi pakaian yang tadi sempat ia bawa. Andini kembali fokus dengan kegiatannya menganggap tak saling kenal.
Raihan melihat sekilas apa yang Andini kerjakan kemudian masuk ke kamar mandi tanpa menyapa. Tak ingin kembali berdebat membuatnya cukup menghindar. Melihat Raihan yang cuek justru menjadi angin segar untuk Andini, dirinya tak perlu bersusah payah adu kata cukup diam sudah membuat tenang.
Andini keluar kamar saat ketukan di pintu mulai terdengar. Andika dengan sorot mata menyelidik melihat penampilan adiknya yang sudah berganti pakaian rumahan dengan celana di atas lutut dan t-shirt warna putih.
"Udah mulai?"
"Apanya?"
"Perangnya....masih siang menjelang sore kali."
"Gaje banget sich kak, mau apa?" celetuk Andini.
"Di suruh turun makan sama mamah, yang lain udah pada nungguin." Andika melirik ke dalam kamar membuat Andini merasa tak nyaman.
"Iya nanti aku turun, kakak nich liat apa sich?"
"Raihan mana? lagi ngumpet ya gara-gara gue dateng?" tanya Andika dengan senyum tengilnya.
"Nggak usah ngeselin dech kak, udah kan ngomongnya."
bruk
Andika menyipitkan matanya saat tiba-tiba Andini menutup pintu dengan kasar, "untung nggak kena hidung gue. Dasar adik nggak tau aturan!"
"Ajak Raihan sekalian!" seru Andika kemudian turun ke bawah bergabung dengan yang lain.
Raihan keluar dari kamar mandi melirik Andin yang tiba-tiba membanting pintu kamar. Wajah kesalnya sedikit membuat Raihan gemas, tapi tak ingin bertindak karena wanita yang berstatus istrinya masih dalam mode garang.
"Makan kak, yang lain sudah menunggu di bawah," ucap Andin ketika Raihan berdiri di depan meja rias dengan menyisir rambutnya yang basah.
"Ayo turun!" ajaknya. Andin berpikir sejenak kemudian mengangguk tanda setuju.
"Eh.....celananya ganti dek. Ada orang tuaku di bawah, kurang sopan jika pakai celana begitu."
Raihan menyorot penampilan Andin, jika hanya berdua mungkin nggak masalah, itupun sedikit meresahkan apa lagi hubungan mereka yang tak akan mengulang permainan manis malam itu.
"Reportnya kak, aku biasa begini kan kalo di rumah. Kakak kayak nggak tau aja," keluh Andin tapi tetap mencari celana kulot untuk ia dobel.
"Ini ada mertua kamu, pakai yang wajar aja. Setelahnya terserah.." Raihan kemudian menunggu sejenak memberi kesempatan Andin mendobel celananya kemudian keluar kamar bersama.
Semua yang sudah berkumpul di meja makan tersenyum melihat sepasang pengantin yang begitu harmonis melangkah bersama, padahal yang bersangkutan merasa biasa saja. Hanya tak ingin terlihat beda yang akan menjadi tanda tanya.
Mereka duduk bersebelahan dengan diam, Andin mengambil makan tanpa perduli dengan Raihan yang sejak tadi memperhatikan. Sorot mata tajam mamah pun tak membuat Andin gentar, tapi sejatinya memang ia kurang peka.
"Andin, suaminya di ambilkan dulu makannya baru kamu makan. Ini main makan aja, nggak enak ada mertua sayang!"
Sifa dan Vino hanya tersenyum melihat menantunya, tak beda dengan Sifa diawal pernikahan. Itu membuat mereka tampak biasa saja karena tak perlu ada yang di permasalahkan.
"Nggak apa-apa jeng, masih baru nanti juga terbiasa."
"Iya maaf ya jeng, biasa di manja jadi gini. Ngeri aja nanti malah Raihan yang di suruh melayani. Atuh malah jadi kebalik.." ucap mamah tak enak.
Andin pun dengan segera mengisi piring Raihan dengan nasi lauk dan sayur. Tanpa bertanya hanya menduga-duga sesuai kebiasaan setiap melihat Raihan makan bersama.
"Ini kak, nanti kalo kurang nambah ya."
"Segini cukup."
Mereka makan dengan khidmat, Andika yang terbiasa merusuh tetapi beda pada saat makan, dia anteng dan tenang. Setelah selesai makan mereka lanjut mengobrol sebentar.
Niat Raihan sekalian meminta ijin untuk memboyong istrinya ke rumah yang sudah tersedia. Agar hilang sikap manja dan lebih mandiri serta nyaman menjalani rumah tangga yang hanya terpaksa.
"Aku ingin ijin sekalian besok untuk membawa serta Andin kerumah ku Tan.... eh mah Pah."
Semua orang menyimak tapi tidak dengan Andini yang sudah memprediksi ini akan terjadi. Tak ingin debat tapi akan membuat perhitungan di kamar. Sekarang yang ia lakukan memasang muka tenang agar mertua tak salah paham.
"Terserah nak Rai, Andini sudah menjadi tanggung jawab kamu. Mau di bawa kemanapun asal penuh kasih dan aman papah dan mamah pasti setuju."
"Iya nak Rai, tapi sering-sering bawa Andin menginap di sini ya, mamah pasti sangat merindukan putri nakal mamah ini. Walaupun kelakuannya kadang ngeselin tapi dia ngangenin Rai."
Andin cukup terharu mendengar penuturan mamah, dengan wajah sendu beliau kuat melepas putri satu-satunya. "Mamah...."
"Nggak apa-apa nak, mamah maklum akan keinginan Rai, agar kamu juga bisa belajar." Mamah mencoba tersenyum, dia tak ingin putrinya menolak niat baik suaminya. Karna ini pun untuk kepentingan mereka dan masa depan rumah tangga yang baru terjalin.
"Nanti jangan lupa ke rumah mamah Sifa juga ya, pasti seru kalo kita bisa masak bersama," ujar Sifa menambahi.
"Tapi yang sabar ya jeng, putriku ini jarang masuk dapur. Tapi kalo cuma di suruh masak mie instan mah jagonya."
"Melar perut si Rai kalo tiap hari di kasih mie mah!" celetuk Andika yang membuat semua tertawa.
Setelah kedua mertuanya pamit pulang, kini semua masuk kamar untuk beristirahat termasuk kedua pengantin baru yang sudah lebih dulu kembali.
"Jangan berisik loe berdua, gue di kamar sebelah. Kalo sampe berisik gue gedor pintu loe!"
"Kakak yang berisik!" ketus Andini kemudian masuk kamar lebih dulu. Raihan cukup kalem mengekor di belakang.
"Bismillah dulu Rai, biar cepet jadi ponakan gue. Aduh bahagianya si Otong mulai terjamah kembali."
"Udah sana masuk kamar, sabun loe udah menanti tuh!"
"Sial!" Andika segera masuk dan membanting pintu. Raihan tersenyum melihat tingkah kakak iparnya yang sama bar-bar dengan istrinya.
Masuk ke kamar langsung di suguhkan paha yang membuat Raihan menelan saliva. Ujian hidupnya bertambah mulai malam ini, Andini dengan santai bertukar chat dengan temannya dengan badan tengkurap di ranjang. Sadar akan Rai yang masuk segera dia mengubah posisi duduk.
"Kunci pintunya kak!" titah Andin tanpa menoleh ke arah Rai.
"Untuk apa?" Rai dengan muka polosnya tetapi perintah Andin segera di kerjakan.
"Kak Dika suka reseh kalo nggak di kunci, main nyelonong aja masuk. Tapi bukan juga jadi kesempatan buat kakak merusuh, aku nggak niat mengulang masa itu!"
Raihan mendekat dan duduk di pinggir ranjang, cukup mengusik hati ucapan sang istri. Menatap dalam penuh ketegasan, "jika aku ingin gimana?"
"Pernikahan ini kan nggak semestinya, kemarin juga karena nafsu belaka bukan cinta tulus yang merekah. Aku nggak mau resiko kak, cukup sulit buatku menerima ini. Jadi tetap jaga jarak dan jangan membuat semakin susah."
"Pernikahan itu bukan untuk permainan Andin, mungkin kali ini kau diam, tapi patut di coba. Besok kita pindah, aku nggak akan menuntutmu untuk melayaniku karena aku tau itu berat buat kamu. Tapi tetap jaga batasan karena walau bagaimanapun kamu tetap istriku. Meskipun orang di luar sana tak ada yang tau!"
Raihan mendekati Andini membuat gadis itu waspada menatapnya, semakin dekat semakin jantung tak aman. Tubuh Andin mundur kerena wajah Rai yang hampir menyentuh hidungnya. Diam tak ada pergerakan dari keduanya, sebenarnya cukup lucu melihat wajah Andin yang tampak bersemu.
Tangannya mulai terjulur kebelakang saat Andin semakin mundur. " aku pinjam bantal!" tangan Raihan meraih bantal yang ada di belakang tubuh Andin membuat tubuhnya yang sejak tadi mundur seketika terjengkang ke belakang.
"KAK RAIHAN..........."
"WOY BERISIIIKK!"
mkasih bnyak thorr🫰