Novel ini merupakan kelanjutan dari cerpen Gara-gara Nolongin Bos Galak versi horor komedih nggak pakai putar.
Rachel nggak akan menyangka kalau pertemuannya dengan bos garang bin gahar malam itu merupakan awal dari segala kesialan dalam hidupnya. Asisten Pribadi yang menjadi jabatan yang paling diincar dan diinginkan para ciwik-ciwik di kantor malah jatuh pada cewek cupu macam Rachel, tapi dengan syarat dia harus mengubah penampilannya. Daaaan atraksinya menyambung rambut di salon malah membuat Rachel terus-terusan di ganggu makhluk halus. Akankah Rachel bisa melepaskan diri dari jeratan teror makhluk tak kasat mata itu? we never know...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina aka dian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Cari Diskonan
Aku tawaf keliling mall, buat nyari setelan kerja sama sepatunya. Aku yang kebiasaan naik motor, pasti milihnya celana panjang, karena kalau pakai rok span, pasti nggak nyaman.
Daaaaan, sekarang bosnya mintanya berbeda sodara-sodara.
"Di kantor staff perempuan kan bejibun. Kenapa nggak milih yang emang biasa pakai-pakaian yang feminim, sih? yang bisa dijadiin asisten pribadi! heran aku tuh orang sekarang kalau kebanyakan duit suka eror gitu ya otaknya!" aku milih baju sambil ngomel
"Otak siapa yang eror?" suara laki-laki persis di belakangku.
"Hah?" aku menelan salivaku susah payah. Aku hafal suara itu, tapi aku nggak begitu yakin. Mungkin aku hanya berhalusinasi.
"Saya tanya siapa yang eror?" suara itu terdengar lagi. Aku mematung sejenak sebelum aku nengok ke belakang, memastikan kehororan itu memang adanya terjadi.
"Eh, P-Pak Raga..." aku meringis kaku.
"K-kok B-bapak bisa ada disini?" aku nanya, sedanfkan pak Raga ngelipet tangannya di depan dada sambil menatap aku dengan tatapan tajam.
"Ya bisa lah! jangankan keluyuran di mall, kamu bersembunyi ke lubang semut pun bisa saya cari dengan mudah!"
"Saya kasih uang banyak bukan untuk kamu nyari baju diskonan seperti ini, taruh dan ikut saya," pak Raga ngambil blazer yang ada di tanganku, dia naruh asal kemudian mengajakku ke toko lain.
"M-maaf ya, Mbaaak?" ucapku pada pegawai toko sebelum pergi dari tempat itu.
"Sudah aku duga, seleramu jelek sekali!" aku bisa denger nih bos bergumam tentang selera fashionku.
Aihhh, mau dibawa kemana nih aku. Emang selera bos nggak bisa ditawar-tawar. Sekarang dia ngajak aku di salah satu tempat mall terbesar, yang ngejualin pakean kantor dengan harga yang bikin aing susah napas.
"Berikan dia koleksi terbaik!" suruh pak Raga.
"Baik, Tuan..." ucap si pelayan.
Nggak lama, dia bawa beberapa pakaian yang emang waktu dicoba enak banget. Nggak gerah, di badan juga ngepas. Emang harga nggak pernah salah ya.
Deg!
Tapi waktu aku berbalik, biasa muter ke kanan ke kiri ngeliatin badan yang lagi pakai baju mehong, aku melihat satu bayangan lain di cermin. Dan itu bukan bayanganku. Sontak aku liat ke belakang, tapi nggak ada siapa-siapa. Di dalem sini cuma ada aku. Ya iyalah, secara ini kan ruang ganti.
"Kok perasaan jadi nggak enak," aku buru-buru keluar tanpa mengganti pakaianku.
"Bagus!" puji pak Raga.
Padahal aku keluar dengan baju ini bukan minta pendapatnya, tapi karena di dalem hawanya udah nggak enak aja.
Dan pak Raga agar semua baju yang dia tunjuk buat dibungkus. Alhasil, tanganku sekarang kerepotan karena bawa barang belanjaan yang luar binasa banyaknya.
"Kita mau kemana sekarang, Pak?"
"Beli baju?!" kara pak Raga.
"Loh, ini kan sudah beli, Pak? tangan saya juga sampai pegel ini bawanya, kebanyakan?!"
Dia berhenti mendadak, aku yang jalan di belakangnya kepentok punggungnya yang selebar sawah di kampung halaman orang. Ya, di kampungnya siapa kek.
"Aduuuuh," aku mau ngusap jidat pun nggak bisa karena tangan penuh belanjaan.
Pak Raga berbalik, "Itu baju kerja," ucapnya gahar.
Dia ngeluarin hape, "Cepat kemari, dia kerepotan?!"
Dan dalam hitungan 1 sampai 2 menit ada tuh oeang suruhannya pak Raga yang dateng dan ngebawain hasil berbelanja bosnya.
"Sekarang udah nggak repot, kan? jadi jalan yang cepat jangan seperti kura-kura letoy!" ucap pak Raga yang kemudian balik badan dan jalan mendahuluiku.
Dia kan tinggi, langkahnya panjang. Nah kalau aku kan pakai sepatu juga ada hak nya. Gimana mau nyamain langkah dia coba, emang bos suka ngecepres seenaknya sendiri. Kalau bukan karena udah dikasih duit banyak, aku mah ogah ngikutin nih orang. Bikin tekanan batiiin.
"Masuk dan coba beberapa baju," suruh pak Raga ke aku.
"Berikan dia koleksi terbaru," ucap pak Raga kali ini sama pelayan butik.
"Baik, Tuan..." ucap salah satu pelayan perempuan. Mereka langsung gercep tuh ngasih beberapa dress yang oke punya. Aku keluar dengan dress warna koneng.
"Bagaimana?" aku minta pendapatnya.
"Norak?! aku benci warna kuning! Ganti!" dia kibasin tangannya.
"Ajegileeee, punya bos gini amaaat ya Allah. Sabaaarrr, sabaaaaarrr?!" aku dalam hati.
Aku ganti lagi dan keluar dengan dress floral.
"Kamu pikir kita mau mantai? pakai motif rame begitu?" Pak Raga ngomel-ngomel.
Lah lita kan cuma babu yang disuruh ganti baju ya udah ganti baju. Kan dia nggak bilang ganti baju yang model dan coraknya gimana, emang kudu sabar banget sama majikan yang satu ini. Karena saking gemesnya, si pelayan butik nggak ada yang bener milihin baju akhirmya dia bangun dan ambilin tuh satu-satu baju atau dress yang menurut dia cucok meong.
Astagaaa, kenapa nggak daritadi aja ya? Kita kan udah capek bolak-balik ke kamar ganti.
"Saya ambil ini semua," kata pak Raga.
"Tapi kan saya belum coba---"
"Nggak perlu, saya yakin semua baju itu pas dengan badan kamu," serobot pak Raga.
Awas aja ya, kalau kekecilan. Aku mah ogah buat make.
"Ini, Tuan..." ucap pelayan setelah pak Raga menggesek kartunya.
Pak Raga nggak jawab, dia main mlengos aja jalan keluar.
"Makasih ya, Mbak...?" aku ambil belanjaan dari pelayan itu dan setengah berlari mengejar bos galak.
"Ya nasib, ya nasib jadi babu?!!" dalam hati.
Sabar sabar aja Rachel, demi duit yang banyak dan hidup yang berkecukupan. Jadi asisten bos kayak gini mah cukup pasang muka tembok dan kuping yang tebel aja. Kalau aku ada duit, aku bisa bantu mbak Gita. Biar dia jangan susah-susah amat, aku kasian liatnya. Terutama Nayla, aku nggak mau Nayla sampai kekurangan.
Udah banyak belanja kayak gini masih aja nyuruh cari sepatu, aku sampai nggak paham lagi harus ngimbangin seleranya pak Raga. Ini dia cari asisten plus pacar boongan aja modalnya gede banget kayak gini.
Yakin seyakin-yakinnya kalau cuma jadi asisten pribadi dan pacar pura-pura, diluar sana banyak banget perempuan yang mau dengan sukarela. Kenapa mesti aku yang harus susah payah mengubah penampilan segala demi jadi apa yang dia mau, coba?
Lagi-lagi orang suruhannya datang dan mengambil barang belanjaan yang udah overload.
"Uang cash yang aku kasih anggap saja honor yang kamu terima dimuka, mulai besok berpenampilanlah yang baik. Jangan malu-maluin. Dan jangan naik motor ke kantor, bisa cemong semua muka kamu kena asap knalpot?! mengerti?" ucap pak Raga saat kita ada di parkiran.
"Mengerti, Pak..." ucapku.
"Antar dia pulang," ucap pak Raga pada orang suruhannya yang kebetulan perempuan.
"Mari, Nona..." perempuan ini mengajakku masuk ke dalam mobil.
Sedangkan pak Raga, secepat kilat udah melesat dengan mobil sport-nya.