Dara anak seorang pembantu di jodohkan dengan seorang pewaris tunggal sebuah perusahaan karena sebuah rahasia yang tertulis dalam surat dari surga.
Dara telah memilih, menerima pernikahannya dengan Windu, menangkup sejumput cinta tanpa berharap balasannya.
Mampukah Dara bertahan dalam pernikahannya yang seperti neraka?
Rahasia apa yang ada di balik pernikahan ini?
Mampukah Dara bertahan dalam kesabaran?
Bisakah Windu belajar mencintai istrinya dengan benar? Benarkah ada pelangi setelah hujan?
Ikuti kisah ini, dalam novel " Di Antara Dua Hati"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 HANYA MEMINJAM RAGA
Dara memejamkan matanya, dia tak bersuara sedikitpun, tapi entah setan apa yang merasukinya sehingga dia membiarkan saja Windu mencumb*nya dengan begitu bersemangat.
Dan saat Windu membuka bagian tersembunyinya, Dara hanya menggigit bibirnya, merasakan sesuatu yang melesak di sana, besertanya sensasi nikm*t yang baru kali ini Dara rasakan.
Sungguh, ini hal yang berbeda dari moment kejam beberapa malam yang lewat, ini terasa sangat berbeda!
Saat ini, Dara merasa, suaminya itu memperlakukannya dengan cara yang tulus dan benar, tak ada rasa sakit dan nyeri seperti di alaminya di malam pertama kali Windu memaksanya.
Meskipun Dara tidak benar-benar berani membalas setiap gerakan Windu tapi dia pasrah dan dalam diamnya dia tak memberikan sedikitpun perlawanan.
Windu benar-benar tak kuasa menahan des*hnya, nafasnya menjadi semakin tak teratur. Windu terus melakukannya, dalam ritme yang semakin cepat.
Dan di puncak pendakian itu, Windu melenguh panjang, sementara Dara hanya menggigit bibirnya dengan mata yang terpejam kuat-kuat.
Sensasi ini sangat indah bahkan Dara tak tahu bagaimana cara menggambarkannya.
"Akh...aku mencintaimu...!" Windu mengakhirinya dengan ucapan itu, sebelum dia menggelepar jatuh di samping badan Dara.
Seulas senyum mengambang di bibirnya tanpa dia sadari, di antara keringat yang membasahi dahinya.
"Aku mencintaimu, Nov..."
Kalimat itu seperti pecut yang memukul wajah Dara dalam seketika.
Senyumnya yang sempat merekah menjadi beku mendadak, tak pernah dia merasakan begitu sakitnya mendengar sebuah kalimat dari bibir Windu, melebihi apa yang di dengarnya barusan.
Bahkan ucapan ini lebih menyakitkan dari hardikan atau cacian.
Windu melakukan semuanya, bukan karena dirinya. Windu melakukannya, hanya karena membayangkan perempuan lain yang ada di fikirannya!
Dua bulir air bening, keluar begitu saja dari sudut matanya, tanpa dia minta.
Sejenak dia terlentang di atas ranjang itu, dengan mata tak berkedip memandang ke arah langit-langit kamar. Hatinya benar-benar terasa sangat sakit, lebih sakit dari sebelumnya.
Di lihatnya ke arah Windu, laki-laki ini terlelap di sampingnya, bahkan tanpa bersuara apa-apa lagi. Desah nafasnya yang semula berpacu cepat tak karuan, sekarang terlihat mulai teratur kembali dengan mata yang terpejam.
Dara perlahan merapihkan dressnya yang melorot tertarik tak karuan, air matanya masih mengalir tak terbendung.
Setengah meringkuk dia bangun, membenahi semua pakaiannya dan beringsut turun dari tempat tidur besar milik Windu.
Hatinya merutuk kebodohannya, begitu saja membiarkan dirinya terbuai semua kebahagiaan palsu itu.
Dia terlalu menyukai Windu hingga terperdaya oleh tipuan perasaannya sendiri.
Sekarang, rasanya dirinya begitu rendah dan memalukan, melempar dirinya dengan sengaja dalam pelukan laki-laki mabuk yang sedang memimpikan orang lain, meminjam raganya untuk di cumb* sementara fikirannya dipenuhi bayangan perempuan lain.
"Ukh..." Dara tersedak sendiri, menahan isak. Dia setengah berlari, bergegas mencampai pintu, keluar segera dari kamar Windu.
Dia berlari menuruni tangga, tak perduli pandangan mbak Parmi dan seorang asisten rumah tangga lain yang sedang berdiri di bawah tangga sepertinya sedang membicarakan sesuatu.
Begitu sampai di kamarnya, lututnya goyah terduduk di lantai, tangannya bertahan pada tepian tempat tidur. Dara menangis sejadi-jadinya, perasaan ini luar biasa menyakitkan.
...***...
Dara terbangun saat fajar sudah terbit. Pagi datang merangkak seolah begitu cepat. Sepanjang malam, dia menangis hingga tertidur. Dia tak ingat kapan dia menutup matanya, tapi sudah tertidur saat air matanya telah mengering.
Jiwa dan raganya terasa lelah, kejadian bersama Windu malam tadi sepertinya masih melekat di kepalanya, terbayang-bayang.
Keindahan palsu itu sempat dirasakannya bahkan nyaris begitu dinikmati olehnya, tapi di babak akhir kemudian menghempaskannya ke bebatuan curam.
Saat tersadar hari telah menjelang pagi, Dara segera beranjak bangun dan menuju ke kamar mandi.
Wajahnya yang sedikit pucat tampak di kaca wastafel, Dara merasa badannya tidak enak, kepalanya terasa pusing.
Ditempelnya punggung tangannya pada dahinya. Terasa hangat.
"Apakah aku sakit?" Dara membatin, sedikit cemas.
Di ambilnya sebuah pil penurun panas dari kotak obat dan meminumnya.
Mungkin karena fisik bahkan psikologis menerima tempaan yang begitu berat beberapa hari ini, menguras energi dan kesehatan raganya.
Hanya dengan membersihkan badan seperlunya, tidak perlu waktu lama dia telah siap dengan pakaian sederhananya, dress floral warna biru tua.
Dara keluar dari kamar, rencananya dia hanya menemui mbak Parmi saja, meminta kepala asisten rumah tangga itu untuk menyiapkan makan pagi untuk Tuan Danuar, mertuanya dan Windu.
"Mbak...tolong layani makan pagi tuan besar dan tuan muda. Aku sedang tidak enak badan."
"Nyonya tidak ikut makan?"
"Aku sedang tidak berselera makan, mbak. Sepertinya aku akan beriatirahat dalam kamar saja."
"Baiklah. Jika Tuan besar menanyakan nyonya saya akan mengatakan nyonya muda sedang tidak enak badan."
Dara menganggukkan kepalanya dan berjalan mencari asisten yang mengurus binatu. Memastikan semua urusan baju dan pakaian mertua serta suaminya itu sudah beres, pakaian kotor dan semua hal sudah di ambil dan di letakkan pada tempatnya.
Melewati ruang keluarga, Dara berpapasan dengan Windu yang baru keluar dari kamar, dia hanya menggunakan celana pendek dan sebuah baju kaos. Dara seketika menegang, bayangan saat Windu bersamanya tadi malam, seketika berputar di pelupuk matanya membuat wajahnya memerah.
Dia bersiap mendengar cercaan dan celaan yang mungkin akan di keluarkan Windu.
Tapi, laki-laki itu diam tak bersuara seolah tidak terjadi apa-apa.
Sama sekali tak tampak kalau pernah terjadi sesuatu antara mereka malam tadi.
Parasnya dingin, seakan tak melihat kehadiran Dara.
Dengan menghela nafas kecil, Dara melewatinya, dia pun sedang tidak berminat untuk mendengarkan ocehan apapun yang keluar dari mulut Windu.
Tiba-tiba pergelangan Dara di cengkeram Windu saat mereka sudah saling membelakangi, membuat Dara terkejut setengah mati.
"Kamu harus ikut aku ke atas...!" Nada perintah itu tanpa menunggu persetujuan lagi, di detik berikutnya Dara telah di tarik Windu menaiki tangga, setengah menyeretnya.
"Ada apa? aku harus di bawa kemana?" Dara bertanya dengan bingung dan sedikit takut.
Windu tidak menyahut, dia terus saja berjalan membawa Dara supaya mengikutinya. Tangannya Dara tak dilepaskannya sama sekali.
Ketika sampai kamar Windu, laki-laki berwajah dingin ini menutup pintu dengan keras, menimbulkan bunyi berdebam dan menguncinya.
Lalu di saat berikutnya, Dara di dorongnya ke tempat tidur sampai terduduk di sana.
"Apa yang kamu lakukan?" Dara bertanya dengan gemetar, raut wajahnya pucat pasi menatap Windu yang menatapnya tajam tanpa ekspresi.
Tak ada kehangatan dan kelembutan yang di terimanya tadi malam, yang ada hanya orang yang sama dengan pias sebeku es.
"Aku harusnya yang bertanya padamu, apa yang kamu lakukan padaku?" Windu memicingkan matanya pada Dara, menyiratkan ketidak sukaan yang luar biasa.
...Terimakasih sudah membaca novel ini❤️...
...VOTE, LIKE dan KOMEN kalian selalu author nantikan😊...
...I love you all❤️...
Terimakasih
Rangkaian katanya indah tapi mudah dimengerti.
Karakternya tokoh2nya kuat,
Alurnya jelas, jadi tidak melewatkan 1 kalimatpun,
Sekali lagi Terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
author pandai merangkai kata.
tapi tak pandai memilih visual windu, ga cocok tor sama dara haha maap ya tor 🙏