NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:49
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06. Pendekatan Serafina

Serafina segera menyesal. Berjalan di bawah terik matahari siang bolong tanpa payung adalah sebuah kesalahan. Gaun selututnya yang tanpa lengan menyerap panas, dan kulitnya yang mulai kecokelatan terasa perih. 

Dia menyusuri jalan aspal yang dia kenal, diapit oleh dinding batu tebal yang menopang rumah-rumah warga di sebelah kiri dan pagar pembatas laut di sebelah kanan. Di atas tebing, hamparan padang rumput hijau membentang, sebuah pemandangan indah yang menyejukkan mata meski jaraknya masih jauh. 

Tiang-tiang jemuran pakaian warga berjejer di samping jalan, dan kali ini Serafina hanya meliriknya sekilas—dia sudah mulai terbiasa dengan kehidupan sederhana ini.

Setelah sekitar lima belas menit berjalan, kakinya yang mulai pegal membawanya ke pelabuhan. Dari kejauhan, dia melihat Rafael baru saja masuk ke rumahnya, membawa box ikan seperti yang dia lakukan saat pertama kali mereka bertemu. Jantung Serafina berdebar tidak karuan. Dengan langkah hati-hati, dia mendekat.

Yang keluar dari rumah bukan Rafael, melainkan Mila. Gadis kecil itu tampak fresh dan wangi, baru saja mandi. Bedak masih menempel di hidung dan pipinya yang montok. Rambut pirang lurusnya diikat tinggi, poni rapi menutupi dahinya. Mata hijau keabu-abuannya, ciri khas keluarga De Luca, berbinar penuh rasa ingin tahu.

Serafina berjongkok agar setara dengan tinggi Mila. Gaun Mila ternyata modelnya mirip dengan milik Sera, meski jelas lebih lusuh dan bahannya tidak semewah punya Serafina.

“Rambutmu sangat cantik, Mila,” puji Serafina sambil mengusap lembut rambut pirang itu.

Mila tersenyum malu. Dari tas kecil yang tergantung di lehernya, dia mengeluarkan permen karamel dan menawarkannya kepada Serafina dengan suara kecil. “Untuk Kaka.”

Serafina menerimanya, membuka bungkusnya, dan memakannya. Rasanya manis dan menyenangkan.

“Kenapa Kaka cantik datang ke sini? Kan bau ikan,” tanya Mila polos.

Serafina melirik ke dalam rumah dua lantai itu. “Apa ... Kaka kamu ada di rumah?”

Mila mengangguk antusias. “Kaka Giada lagi jalan sama Kaka Marco. Kaka Rafael mau ke padang rumput lihat domba.” Baru saja dia selesai bicara, Rafael muncul dari dalam rumah.

Dia sudah mengenakan kemeja kotak-kotak merahnya di atas tanktop putihnya, lagi-lagi tanpa dikancingkan, menampilkan potongan tubuhnya yang atletis. Dia mendongak, menyesuaikan mata dengan cahaya terik, dan terkejut melihat Serafina yang masih berjongkok di depan Mila. Tatapannya tertarik pada bibir Serafina yang mengkilap karena lapisan gula dari permen karamel dan sinar matahari.

Serafina berdiri, kepanasan, dan bergeser ke area teras yang lebih teduh.

“Mila mau ikut lihat domba!” seru si kecil.

Rafael menatapnya. “Boleh, asal janji tidak minta naik domba lagi. Baru saja minggu lalu kau terjatuh.”

Mila mengangguk patuh, lalu berjalan mendahului mereka dengan payung kecil warna putihnya yang membuat Serafina memejamkan mata karena silau.

SILAU

Rafael mengambil payung lain yang tersandar di dekat pintu dan menyerahkannya kepada Serafina. “Ayo,” ucapnya singkat, lalu berjalan.

Serafina mengikutinya. Di perjalanan, mata Rafael menangkap bagian bawah tengkuk Serafina yang mulai menghitam terbakar matahari, sebuah kontras dengan kulitnya yang masih pucat di bagian lain. Rafael berjalan dengan langkah biasa yang bagi orang kota seperti Serafina terasa sangat cepat. Sandal kulit Elio yang kebesaran di kaki Serafina meninggalkan bekas merah dan debu di kulit kakinya yang putih.

Tiba-tiba, Serafina mengangkat payungnya lebih tinggi, menaungi Rafael juga. Rafael menoleh, merasa area di sekitarnya tiba-tiba gelap.

“Kau tidak perlu memayungiku,” ujarnya, suaranya datar.

“Sangat panas. Kau tidak kepanasan?” tanya Sera, matanya menyipit.

“Sudah biasa.”

Mereka terus berjalan, melewati sebuah gapura batu kecil yang menandai awal jalan menanjak ke tebing. Dan di atas sana, terbentanglah surga hijau—padang rumput luas tempat domba-domba putih berkelompok, ada yang tenang merumput, ada yang berlarian dengan riang.

Serafina ingin sekali membahas ciuman itu. Tapi di dekat Rafael, dengan ketenangan dan kepercayaan dirinya, keberaniannya menguap. Alih-alih, Rafael yang memecah kebisuan.

“Kenapa kau datang ke rumahku? Apa Nonna Livia butuh bantuan?”

Serafina menggeleng. “Aku yang butuh bantuan untuk memberanikan diri,” batinnya.

Rafael meliriknya. Dia bisa melihat kegugupan yang terpancar dari Sera.

“Dengarkan,” mulainya, suaranya lebih rendah. “Tentang ... kejadian di dapur malam itu. Itu tidak disengaja. Jadi, lupakan saja. Aku tidak marah. Kau tidak perlu canggung atau menghindariku.”

Serafina menatap profilnya, lalu tersenyum kikuk. Sebuah rasa lega yang aneh bercampur sedikit kekecewaan yang tak bisa dijelaskan. Dia tidak bisa berkata-kata, jadi dia hanya mengangguk dan berjalan sedikit lebih cepat, mendahului Rafael.

“Kau tidak capek?” tanya Rafael dari belakang. “Pasti di kota jarang jalan kaki sejauh ini.”

“Di Roma, untuk pergi ke rumah paman di seberang istana saja aku naik kereta mini,” batinnya. Tapi yang diucapkannya adalah, “di kota memang sibuk. Semua harus cepat. Tidak ada waktu untuk sekadar berjalan kaki menikmati pemandangan.”

Mereka akhirnya tiba di tanah lapang yang luas. Rafael bertanya lagi, “kapan kau berencana pulang ke kota?”

Serafina terdiam sejenak. “Aku tidak akan kembali. Mereka telah membuangku,” batinnya.

“Aku … belum tahu. Mungkin saat aku sudah bosan,” jawabnya akhirnya, berusaha santai.

“Kau tidak kuliah?”

“Sedang bingung memilih jurusan,” jawab Serafina sambil menepuk-nepuk seekor domba yang mendekat dengan ujung jarinya. “Dan kau? Tidak kuliah?”

“Aku lulusan Senior High School saja sudah cukup. Tidak perlu kuliah untuk bekerja di laut.” Jawabannya praktis, tanpa penyesalan.

Tiba-tiba, teriakan Mila memecah percakapan. Gadis kecil itu, yang tadi sudah berlari ke kerumunan domba, terlihat tersandung dan jatuh. Rafael segera bergegas menghampirinya.

Serafina mengikutinya dengan cemas. “Apa dia baik-baik saja?”

Ternyata, Mila sudah duduk dan tersenyum lebar. Tidak ada air mata. Malah, dia berseru dengan mata berbinar. “Mila mau naik domba!”

Rafael mendelik, tangan di pinggang. “Bukannya tadi sudah janji tidak akan minta naik domba lagi, huh?”

Mila hanya tersenyum lebih lebar, tahu bahwa kakak lelakinya yang terlihat galak itu sebenarnya sangat lunak padanya. Serafina tidak bisa menahan senyum kecil melihat interaksi mereka, lupa sejenak tentang kegelisahan hatinya sendiri.

...🌊🌊🌊...

Rafael mengamati wajahnya sejenak sebelum bergumam, “kalau aku usap rambutmu nanti … amis.”

Serafina mengerling ke arahnya, kali ini berani. “Coba saja.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!