Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Tantrum
"PAPAAAAAAA!" Cherika menangis sejadi-jadinya memeluk Zidan.
Zidan membalas pelukan Cherika. Zidan mengusap punggung Cherika. Cherika terus memanggil papa. Bisa dibayangkan betapa merindunya Cherika pada papanya. Untuk sesaat, Cherika merasa aman.
Cherika terisak. Cherika melihat dua orang pria yang ada di belakang papanya. Mereka melambaikan tangan ke arah Cherika. Cherika mengusap air mata dan melepaskan pelukannya. Cherika menatap orang yang baru saja dipeluknya.
"Maaf, maafkan saya. Anda sangat mirip dengan Papa saya," Cherika menunduk malu. Orang yang dia sangka Arvin ternyata adalah orang yang sangat mirip dengan papanya.
"Apa kamu pernah mengirim surat yang berisi KK dan foto keluarga ke alamat Kakek Alby Luthfi?" tanya Zidan.
"Iya, kok Om tau? Apa jangan-jangan Kakek yang ngirim Om ke sini?" Cherika memperhatikan mereka bertiga.
Zidan memperkenalkan dirinya sebagai kakak kandung dari Arvin. Dokter Erlandi dan Satria juga memperkenalkan diri mereka sebagai anak dari Zidan yang berarti mereka adalah saudara sepupu Cherika.
"Aku punya keluarga, aku punya keluarga. Terima kasih," Cherika kembali terisak.
Zidan, Dokter Erlandi dan Satria meminta maaf karena terlambat datang ke kota Zamrud mencari Cherika dan keluarga.
Empat tahun yang lalu, nenek Cherika yang berada di kota Safir menderita sakit parah. Sejak saat itu mereka berusaha mencari keberadaan Arvin. Zidan membayar sejumlah orang untuk mencari keberadaan Arvin ke seluruh negeri.
Kakek ingin Arvin kembali pulang apapun keadaannya. Kakek menyesal selama ini terlalu keras terhadap Arvin. Mereka tidak menemukan keberadaan Arvin. Dan akhirnya nenek menyerah dengan penyakit kankernya. Nenek dipanggil Yang Maha Kuasa.
Setelah nenek meninggal, kakek juga sakit-sakitan. Kakek masih mengharapkan kehadiran Arvin. Zidan dan anak-anaknya juga sebisa mungkin mencari informasi tentang Arvin. Dan surat yang dikirimkan Cherika, setelah tiga tahun kemudian ditemukan Satria di ruang kerja kakek di bawah meja kerja.
Satria melihat nama pengirim surat adalah Arvin. Satria memberikan surat itu kepada kakek. Kakek yang saat itu sakit, mendengar Arvin mengirimkan surat langsung semangat. Kakek membuka surat itu.
Kakek meneteskan air mata saat membaca surat yang ditulis oleh cucu yang belum pernah dia jumpai. Kakek melihat foto-foto yang dikirimkan Cherika. Foto pernikahan Arvin dan Tamara yang sederhana. Foto Cherika bayi sampai remaja. Cherika juga menulis tentang keinginannya untuk menemui kakek bersama kedua orang tuanya.
Setelah membaca surat itu, kakek menyuruh Zidan dan keluarganya pergi ke kota Zamrud untuk mencari Arvin dan keluarganya.
"Cheri, Om dan Kakak-kakakmu, setahun lebih mencari kalian. Lain kali kalo nulis surat jangan lupa tulis alamat pengirim. Kami bingung mau mencari ke mana dan jangan lupa cantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi," kata Zidan.
Cherika hanya tertunduk malu, Cherika melupakan hal yang sangat penting dalam menulis surat yaitu alamat pengirim dan nomor telepon. Dokter Erlandi dan Satria tertawa melihat tingkah Cherika.
Dokter Erlandi bertanya apa yang sebenarnya terjadi sehingga Cherika mendapatkan luka di wajahnya. Cherika menangis, entah kenapa dia menumpahkan semuanya kepada keluarga yang baru saja ditemuinya. Cherika cerita semuanya.
Zidan, Erlandi dan Satria menahan emosi. Mereka tidak terima Cherika diperlakukan kasar oleh suaminya. Erlandi sebelumnya di ruangan UGD sudah mengambil foto-foto luka di tubuh Cherika dan juga sudah melakukan visum. Zidan menghubungi seseorang untuk meminta rekaman CCTV di aula serbaguna tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Cherika.
Pintu ruang perawatan Cherika diketuk. Rian masuk bersama Cakra, Susi dan juga Laudya.
"Cheri, bagaimana keadaanmu Nak?" Susi terlihat begitu khawatir begitu juga dengan suami dan anak-anaknya.
Erlandi mengenalkan dirinya sebagai dokter yang memeriksa Cherika. Dia juga memberitahu keadaan Cherika yang terluka parah. Wajahnya bengkak sampai mata kanannya susah dibuka. Cherika sedikit mengalami gangguan dalam penglihatan dan sakit saat membuka mulutnya. Kaki Cherika juga mengalami bengkak karena bekas tendangan yang kuat.
"Apa pelakunya adalah suami Cheri?" tanya Zidan.
"I ... iya. Terjadi kesalahpahaman," jawab Cakra.
"Saya tidak terima Cherika diperlakukan seperti ini!" Zidan sedikit berteriak.
"Maaf, Anda siapa?" Susi memperhatikan Zidan.
"Saya adalah Abang dari Arvin, saya Omnya Cheri," jawab Zidan.
Cakra, Susi, Laudya dan Rian saling berpandangan. Mereka tidak tahu Arvin mempunyai saudara karena Arvin memang tidak pernah cerita.
"Mas Zidan, saya Susi, Tantenya Cheri, Kakaknya Tamara istri dari Arvin."
Zidan ingin menuntut suami Cheri ke jalur hukum. Cakra dan Susi menenangkan Zidan. Mereka terus mengatakan semua itu hanyalah kesalahpahaman. Mereka lebih memilih menyelesaikan masalah dengan jalan kekeluargaan.
Kembali terdengar bunyi ketukan pintu. Ravi dan Dhika juga datang mengunjungi Cherika. Dhika menghampiri Cherika.
"Sayang, kamu kenapa? Kamu sakit?" Dhika ingin menyentuh wajah Cherika.
Saat melihat Dhika, Cherika histeris berteriak. Cherika menolak kehadiran Dhika. Cherika mengusir Dhika. Rian menarik Dhika agar menjauh dari Cherika. Dokter Erlandi dan Satria berdiri di depan Dhika.
"Sayang ini aku. Kamu kenapa?" Dhika berusaha mendekati Cherika.
"Dhika! Aku mau kita cerai sekarang juga!" Teriak Cherika.
"APAAAAAAAAAAA!"
Bak petir menyambar, seketika aliran listrik menjalar di kepala Dhika. Cherika meminta perceraian. Dhika kembali teringat, tadi siang ada seorang anak kecil yang memanggil Cherika dengan sebutan mama. Ternyata Cherika sudah mempunyai anak. Cherika selingkuh.
Dhika mengamuk. Dhika menggigit lengan Rian. Dhika menendang Satria. Cherika bersembunyi di balik selimutnya. Dokter Erlandi menahan Dhika yang tantrum. Dokter Erlandi meminta Satria keluar menemui perawat di luar dan minta obat penenang.
Ravi mencoba menenangkan Dhika seperti biasa, tapi kali ini Dhika tidak bisa ditenangkan. Karena tidak bisa mendekati Cherika, Dhika mulai menyakiti dirinya sendiri. Suasana di dalam ruangan Cherika gaduh.
"Ma, apa Dhika gila?" bisik Laudya.
"Kayaknya iya, ayo kita keluar," Susi dan Laudya bergegas keluar dari ruangan Cherika.
Tidak berapa lama, Satria masuk bersama dua orang perawat yang membawa kursi roda dan juga obat yang diminta Dokter Erlandi. Dokter Erlandi menyuntikkan obat penenang kepada Dhika.
Dhika langsung tertidur. Dhika didudukkan di atas kursi roda. Dokter Erlandi dan perawat membawa Dhika ke ruangan lain. Ravi, Cakra dan Zidan menyusul di belakang.
Rian dan Satria menemani Cherika di dalam ruangan. Rian bertanya kepada Cherika, apakah Cherika serius ingin bercerai.
"Iya Kak. Pernikahan ini karena terpaksa. Semua karena Om dan Tante. Aku gak mau menikah dengan orang gila!" Cherika teriak sambil memegangi wajahnya yang sakit.
"Cheri, maafin Mama dan Papa. Sebagai anak mereka, aku malu. Aku akan bersaksi untukmu. Dhika telah melakukan kekerasan di hari pernikahan kalian di hadapan tamu undangan," kata Rian.
"Rian, kami baru saja mendapatkan informasi. Tamu-tamu undangan tidak akan memberikan kesaksian mereka untuk Cherika. Termasuk kedua orang tua kamu," ujar Satria.
"Tidak mungkin, mereka juga orang tua Cherika," bela Rian.
"Orang tua yang menjual anak karena kalah taruhan!"
"APAAAAAAAAAAA!" Urat syaraf Cherika tiba-tiba saja menegang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...