NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 6.Harapan.

Ruang tunggu UGD terasa begitu dingin malam itu. Lampu neon yang putih pucat memantulkan bayangan Clara di lantai yang mengilap. Seragamnya masih basah oleh hujan, rambutnya berantakan, tapi ia tidak peduli. Matanya terus menatap pintu ruang gawat darurat yang sesekali terbuka dan tertutup, berharap ada kabar baik.

Tangan Clara gemetar saat menggenggam erat tas kecil di pangkuannya. Napasnya tak teratur, dada terasa sesak oleh cemas. “Tolong Tuhan, jangan ambil Mama dariku… jangan lagi. Kali ini aku sudah datang tepat waktu… aku harap bisa menolong mama.”suaranya yang lirih sarat akan kecemasan.

Suara langkah kaki tergesa terdengar dari arah pintu masuk rumah sakit. Clara mendongak, matanya membesar begitu melihat sosok yang sangat dikenalnya.

“Clara!” suara berat itu menggema, penuh kuasa.

Seorang pria paruh baya dengan jas abu-abu mahal masuk dengan langkah lebar. Wajahnya tegas, sorot matanya tajam. Dialah Lukman Moestopo, ayah Clara. Seorang pengusaha terpandang, berwibawa, tapi dingin.

“Ayah…” suara Clara pecah, matanya berkaca-kaca. Ia berdiri, berlari kecil menghampiri, lalu memeluk ayahnya erat seakan mencari pegangan.

Namun Lukman hanya menepuk bahu putrinya singkat, tatapannya segera beralih ke pintu UGD. “Bagaimana keadaan mamamu?” tanyanya datar, nyaris tanpa ekspresi.

Clara terdiam, hatinya terasa perih. Dari dulu, ayahnya jarang menunjukkan perasaan. Bahkan saat ibunya jatuh sakit, pria itu lebih sering tenggelam dalam pekerjaannya. Tapi malam ini, Clara tetap berharap ayahnya benar-benar khawatir.

“Mama… masih di dalam. Dokter belum keluar memberi kabar,” jawab Clara pelan, suaranya bergetar.

Lukman mengangguk singkat. “Baiklah. Kita tunggu saja.” Ia duduk di kursi tunggu, merapikan jasnya seolah ingin tetap tampak berwibawa meski di tengah kecemasan.

Lalu mengajak putrinya yang terlihat cemas untuk duduk bersamanya, dan Lukman berusaha menenangkan putrinya.

Mereka berdua duduk bersebelahan, menunggu dengan sabar kabar mengenai keluarga mereka.

Saat Clara menatap ayahnya lama, dadanya sakit. Ingatan dari masa lalunya mulai berkelebat.

Ia ingat jelas… setelah kepergian Mama, hanya butuh satu tahun untuk ayahnya menikah lagi. Yang lebih menusuk hati, wanita itu adalah sahabat Mama sendiri bernama Rosi. Wajah ramahnya dulu berubah menjadi sosok yang merebut tempat Mama di rumah, dan putrinya Desi merebut posisinya sebagai putri kesayangan Lukman.

Clara menggigit bibir, air mata menetes. “Apakah kali ini sejarah akan berulang? Apakah aku akan kembali kehilangan Mama dan melihat Ayah menikah dengan Rosi?”suara lirihnya yang hampir tidak terdengar.

Tangannya mengepal di pangkuan, pikirannya menguatkan bahwa semua itu tidak akan terjadi lagi. Tidak, aku tidak akan membiarkan Rosi dan Desi kembali masuk dalam keluarga ku. walaupun hal buruk terjadi dengan mama, aku tidak akan membiarkan Rosi mendapatkan apa yang ia mau.

Ayahnya menoleh, keningnya sedikit berkerut melihat ekspresi Clara. “Kenapa kau melihat ayah seperti itu?jangan cemas mamamu pasti baik-baik saja. Jangan membuat keributan di sini,sekarang hapus air matamu itu.”

Clara mengusap cepat air matanya, mencoba tersenyum tipis meski hatinya hancur. “Iya, Ayah…”

Pintu UGD tiba-tiba terbuka. Seorang dokter dengan jas putih keluar, wajahnya serius.

“Siapa keluarga Nyonya Luna?” tanyanya tegas.

Clara dan Lukman sama-sama berdiri spontan. “Kami keluarganya,” jawab mereka hampir bersamaan.

Dokter menatap mereka dengan sorot yang sulit ditebak. “Kami sudah melakukan tindakan awal. Saat ini kondisi beliau masih lemah dan harus dipantau ketat di ICU. Untungnya, pertolongan pertama tadi sangat membantu. Siapa yang melakukannya?”

Clara menunduk, lalu menjawab lirih, “Saya, Dok.”

Sang dokter mengangguk kecil, menatap Clara penuh arti. “Bagus sekali. Kalau tidak, nyawa ibumu mungkin tidak sempat tertolong.”

Mata Clara berkaca-kaca lagi. Ia menutup mulutnya, menahan isak. “Syukurlah… mama baik-baik saja.”

Sementara itu, Lukman hanya menepuk pundak Clara sekilas. “Bagus, kau lakukan yang benar.” Ucapannya terdengar lebih seperti penilaian dingin ketimbang ungkapan lega.

Namun bagi Clara, cukup. Ia hanya ingin Mama selamat.

Dalam hati, ia berjanji aku tidak akan membiarkan sejarah terulang. Aku sudah kembali maka aku akan sebisa mungkin,untuk mencegah takdir buruk terjadi padaku lagi.

Clara yang hari itu menghadapi ketegangan dalam hidupnya, berbeda dengan Arman yang menikmati kencan pertamanya dengan Loly.

Di tempat lain, jauh dari ruang tunggu rumah sakit yang dingin, suasana kafe modern di kawasan elit Jakarta justru penuh tawa dan cahaya hangat. Musik akustik mengalun lembut, lampu kuning temaram menciptakan suasana romantis yang nyaman.

Arman duduk berhadapan dengan Loly di meja dekat jendela besar. Hujan yang baru saja reda meninggalkan kaca berembun, membuat suasana terasa semakin intim.

“Tempat ini indah sekali, Loly,” ucap Arman sambil tersenyum tipis. Matanya tak lepas dari wajah gadis itu, seolah dunia hanya berputar di sekeliling mereka berdua.

Loly tersipu, jemarinya memainkan sendok kecil di cangkir kopinya. “Ini kafe favoritku. Dari dulu aku sering ke sini kalau lagi penat. Aku… nggak nyangka bisa ke sini lagi, tapi kali ini bareng kamu.”

Arman mengangguk pelan, senyum hangatnya terlihat tulus. “Aku senang kamu mau berbagi tempat spesialmu denganku. Rasanya… kayak mimpi bisa duduk di sini bersamamu sebagai pasangan.”

Wajah Loly memerah, hatinya berdebar tak karuan. Ia menunduk, lalu tersenyum lebar. “Aku juga merasa begitu, Arman. Semoga ini awal dari banyak kenangan kita ke depan.”

Obrolan mereka penuh canda ringan. Sesekali Arman membuat Loly tertawa dengan komentar kocaknya, sementara Loly membalas dengan senyum manis yang membuat hati Arman terasa hangat. Mereka benar-benar tampak seperti pasangan muda yang baru saja menemukan kebahagiaan.

Namun suasana itu sedikit terusik ketika pintu kaca kafe terbuka. Masuklah tiga pria dengan gaya parlente khas anak orang kaya Jakarta dengan jaket kulit, sepatu mahal, dan tatapan percaya diri.

“Loly!” seru salah satunya dengan suara lantang.

Loly spontan menoleh, dan wajahnya langsung berubah. Ia mengenal sosok itu yaitu Finn, teman sekolahnya sekaligus putra salah satu pengusaha besar di Jakarta. Di sampingnya ada Satria dan Dery, dua sahabat dekat yang juga sama-sama bergaul di lingkaran elite.

“Finn…” suara Loly agak canggung, tapi ia berusaha tersenyum. “Sudah lama nggak ketemu. Kalian berdua apa kabar?”

Finn melangkah lebih dekat, senyum percaya dirinya makin lebar. “Baik, dong. Nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Sama siapa?” Tatapannya kemudian bergeser, jatuh pada Arman.

Arman hanya mengangguk singkat, wajahnya tetap tenang meski sorot matanya waspada. Ia bisa merasakan tatapan Finn yang menilai dirinya dari atas ke bawah.

Satria ikut tersenyum tipis sambil menyikut bahu Finn. “Eh, ternyata Loly udah punya teman kencan, nih. Kita ganggu, nggak ya?”

Dery menambahkan dengan nada bercanda tapi terasa menusuk, “Hati-hati, Finn. Kayaknya lo keduluan.”

“Kalian ini ngomong apa sih? aku dan Loly tidak ada hubungan istimewa, kami murni teman dekat. Dan aku juga tidak perduli dengan siapa dirinya dekat! ”Finn seakan mempertegas hubungan dirinya dengan Loly dimata temannya.

Loly tersenyum kaku, jelas merasa tidak nyaman dengan situasi itu. “Ini Arman… pacarku.” Ucapannya tegas, seolah ingin menegaskan posisi Arman di hadapan mereka bertiga.

Finn terdiam sejenak, lalu tersenyum miring. “Oh begitu ya? Wah, selamat deh, Loly. Nggak nyangka kamu bisa jatuh ke pelukan orang… sederhana.” Kata “sederhana” itu keluar dengan penekanan halus, membuat atmosfer meja mendadak dingin.

Arman mengencangkan rahangnya, menatap Finn tanpa kehilangan ketenangan. Sementara Loly, hatinya bergetar penuh kecemasan karena ia tahu, pertemuan ini bisa membuka babak baru yang rumit antara masa lalunya dengan lingkaran pergaulan elite dan masa kini bersama Arman.

“Sudah sana pergi!, kalian ganggu saja acara kami. ”ucap kesal Loly.

“Iya.., maaf. ”ucap Finn sambil tersenyum tipis dengan menepuk pundak Arman berulang kali.

Arman menahan rasa rendah dirinya didepan kumpulan orang elit, Loly melihat pacarnya yang tertunduk. lalu menggenggam tangannya, dan melemparkan senyum manis pada Arman.

“Bagaimana kalau kita pindah saja?, aku kurang nyaman disini”

“Terserah kamu saja”jawabnya sambil tersenyum.

Akhirnya mereka berdua pergi, Finn yang bersama kedua teman nya yang masih didalam cafe itu.

Ia memandangi sosok Arman, dia merasa pernah bertemu dengan Arman.

1
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!