Istri Lemah Kesayangan Presdir

"Bagaimana ini, Ma?" tanya Deinara setelah berada di dalam kamarnya, Yessa ikut mengantar sang calon menantu karena itulah dia ada di sini.

"Apanya yang bagaimana? Meskipun Jackson sudah menikah tetap tak akan mengubah fakta bahwa kamu adalah calon istrinya."

"Tapi_"

"Tidak ada tapi-tapian Dei, Mama akan tetap mendukung mu untuk bisa mendapatkan Jackson. Seperti diperjanjikan awal kita dulu."

Deinara hanya mampu menganggukkan kepala, meski hatinya tengah hancur lebur. Cintanya pada Jackson memang hanyalah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Tapi untuk merelakannya begitu saja Deinara merasa tidak rela.

Selama mama Yessa dan yang lainnya masih mendukung maka Deinara akan bertahan di rumah ini, tidak apa-apa meski hanya cinta sendirian.

Yang perlu dia lakukan agar tetap aman berada di rumah ini hanyalah harus patuh pada mama Yessa.

"Sekarang istirahatlah, tidak perlu pikirkan apapun tentang wanita bernama Anne Anne itu. Kita cara membuatnya agar tidak betah tinggal di sini."

"Baik, Ma."

Malam yang kacau akhirnya bergulir menepi, saat pagi menjelang Anne adalah yang pertama kali bangun dibandingkan semua orang. dia sudah membuka kedua matanya ketika waktu masih menunjukkan jam 04.00 pagi.

Dunia di luar sana masih terlihat gelap tapi kedua mata Anne sudah tidak bisa terpejam lagi.

Hari ini adalah hari pertamanya menjadi istri sang Presdir, hati Anne sudah diselimuti kecemasan.

Apa yang harus dia lakukan di awal? harus apa ketika bertemu orang-orang nanti di luar? Apakah Anne harus memperkenalkan diri dengan sopan?

Apakah akan ada sarapan bersama keluarga besar? Atau langsung pergi begitu saja ke kantor.

Tapi bagaimana dengan baju? Sekarang Anne tidak memiliki satupun baju.

Sungguh, Anne cemas sekali. semua hal yang dia pikirkan seperti tidak mendapatkan jawaban apapun, yang ada malah membuatnya seperti dikelilingi ketakutan.

'Kenapa pria itu tidak bangun-bangun juga Sekarang sudah jam 05.00 pagi,' batin Anne, diam-diam sudut matanya melirik ke arah ranjang, tapi tidak benar-benar berani untuk membangunkan.

Anne bahkan takut membuat suara kecil, takut pergerakannya jadi menganggu.

Dia terus diam menunggu dunia berputar.

Hampir jam enam pagi barulah Jackson membuka matanya dengan tenang, sesaat dia melupakan tentang keberadaan Anne di dalam kamar ini.

Apa yang pertama kali teringat dalam benak adalah perdebatannya semalam dengan seluruh keluarga.

Sungguh, Jackson sedikitpun tidak ingin dikendalikan oleh ibu tirinya tersebut. Di matanya nampak jelas bagaimana wanita itu ingin berusaha menguasai seluruh harta keluarga Wu, tapi entah kenapa ayah dan adiknya seolah buta.

Bahkan apapun yang diucapkan oleh wanita itu langsung Mereka percaya begitu saja.

Mulai dari perubahan nama sebagian aset, pengaturan saham di perusahaan dan kendali di dalam rumah ini.

Jika bukan Jackson yang menghentikan langkah wanita itu maka sudah sejak lama keluarga ini hancur.

"Tuan," panggil Anne tiba-tiba.

'Astaga,' kaget Jackson di dalam hati, untuk sepersekian detik Anne terlihat seperti hantu di matanya. Rambut panjang terurai lurus dan baju yang kedodoran.

Tapi Anne terpaksa memanggil karena Jackson tidak kunjung turun dari ranjang meski sudah membuka mata, pria itu malah sibuk melamun entah memikirkan apa.

Sedangkan Anne tidak ingin datang terlambat di hari keduanya bekerja dan dia harus segera keluar dari rumah ini dengan selamat.

Anne tidak bisa keluar sendiri dan berhadapan dengan semua orang, dia butuh perlindungan dari Jackson.

Secara perlahan Jackson akhirnya bangkit dan duduk di tepi ranjang.

"Ma-maafkan saya karena membangunkan anda, Tuan. Tapi, tapi saya harus segera pergi ke kantor sebelum terlambat," ucap Anne.

Huh! Jackson menghela nafasnya dengan kasar, sekarang Anne sudah menjadi istri presiden direktur di tempatnya bekerja. Tapi wanita ini masih saja takut datang terlambat.

Oh! Jackson lupa bahwa mereka memang tidak akan mencampuri kehidupan pribadi satu sama lain. Anne akan tetap menjalani hari-harinya seperti biasa dan begitupun dia.

Belum sempat Jackson menjawab, sudah terdengar suara pintu yang diketuk dari arah luar.

Anne mendadak ketakutan, wajahnya yang tenang langsung berubah jadi gusar.

Padahal yang mengetuk pintu bukanlah salah satu dari keluarga ini, melainkan asisten pribadi Jackson.

Willy masuk ke dalam kamar itu dengan membawa seluruh barang milik Anne, mulai dari baju lamanya dan juga baju baru yang Jackson persiapan.

Semalam Willy sudah mendapatkan kunci rumah Anne untuk mengambil semua barang tersebut.

Dengan bantuan banyak pelayan hanya butuh waktu 10 menit sampai semua barang itu tersusun rapi di dalam kamar milik Jackson.

Di saat semua orang sibuk, Anne menepi sampai ke dekat dinding. Persis seperti cicak yang sedang menempel, dia di sana sebab tidak ingin mengganggu semua orang yang sedang bekerja.

Setelah semua orang keluar barulah Anne bisa menghela nafas lega.

"Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Jackson.

Anne langsung gelagapan. "Ma-maaf Tuan."

"Mandi dan siap-siap lah, sebelum jam 7 kita turun untuk sarapan."

"Ma-maaf Tuan, bisakah kita tidak usah sarapan? Maksud saya, silahkan jika anda ingin sarapan, tapi, tapi izinkan saya pergi lebih dulu," pinta Anne lirih.

Terkadang bicaranya pun terdengar berlibet juga.

Bukan tanpa alasan kenapa Anne meminta hal seperti ini, selain merasa tak nyaman berkumpul di tengah-tengah keluarga Wu. Anne juga ingat betul jika perumahan ini jauh dari jalan raya, Anne tak berani memasan taksi online untuk datang ke sini, jadi dia harus berlari keluar area perumahan untuk mendapatkan ojek.

Perjalanannya masih terasa jauh untuk tiba di perusahaan dan Anne sungguh tidak ingin datang terlambat.

"Baiklah, kita hanya akan menyapa mereka. lalu setelahnya pergi ke kantor."

"Terima kasih Tuan, maafkan Saya."

"Kenapa meminta maaf lagi?"

"Ka-karena saya pasti sudah merepotkan Anda."

Jackson menggeleng kecil, malah merasa pusing sendiri karena terlalu banyak mendengar kata maaf. "Bersiaplah."

"Baik, Tuan."

"Satu lagi," ucap Jackson tiba-tiba, sampai menghentikan langkah kaki Anne yang hendak menuju kamar mandi.

"Jika di hadapan keluargaku jangan memanggil Tuan, setidaknya panggil aku Kakak."

Anne tak langsung menjawab, dia menggigit bibir bawahnya karena merasa tak kuasa untuk mengucapkan panggilan tersebut. terlalu berat rasanya. "Baik, Tuan," jawab Anne singkat.

Setelah tidak mendengar ucapan apapun lagi akhirnya Anne mulai bersiap-siap.

Sebelum pukul tujuh Anne dan Jackson keluar dari dalam kamar tersebut, mereka tidak saling menggandeng. Tapi berjalan beriringan dekat sekali, Jackson yang berjalan seperti biasa dengan langkah kakinya yang lebar dan Anne yang terlihat sedikit berlari demi mengimbangi langkah pria tersebut.

Tiba di meja makan semua orang langsung menatap mereka dengan tatapan tak suka. Tidak, bukan menatap Jackson, tapi hanya menatap Anne dengan sorot mata sinis.

Namun tatapan itu percuma saja, sebab Anne tak melihatnya. Anne hanya terus menunduk dan menatap tubuh Jackson yang ada di sampingnya.

"Kami tidak ikut sarapan, aku dan Anne akan langsung pergi ke kantor," ucap Jackson.

"Kantor? dengan penampilan seperti itu?" tanya Sebastian, pertanyaan ini dia tunjukkan untuk menantunya. Penampilan Anne terlihat sangat kampungan, hanya menggunakan kaos lusuh dan juga celana jeans.

Sebastian bahkan tidak bisa percaya jika Anne juga bekerja di perusahaan keluarga mereka.

Fakta ini sangat mengejutkan semua orang.

"Benar, Anne adalah salah satu office girl di kantor," jawab Jackson tanpa ragu sedikitpun.

"Astaga," gumam semua orang, di pikiran mereka Jackson seolah asal memungut seorang wanita untuk dinikahi hanya demi membatalkan pertunangannya dengan Deinara.

"Ayo pergi," ajak Jackson dan Anne menurut. Meninggalkan semua orang yang masih tak mampu berkata-kata saking terkejutnya dengan informasi baru yang mereka dapat tentang Anne.

Ternyata wanita itu adalah wanita miskin dan tak berpendidikan, entah dari keluarga seperti apa.

Tiba di luar rumah mobil Jackson sudah terparkir di halaman. Willy juga sudah siap-siap untuk membuka pintu.

"Saya permisi Tuan, sampai jumpa," ucap Anne tiba-tiba, dia menundukkan kepalanya dalam lalu tanpa aba-aba berlari pergi begitu saja.

Yang terkejut bukan hanya Jackson saja, tapi Willy juga.

'Astaga, Apa yang dilakukan wanita itu? Padahal tuan Jackson ingin mengajaknya pergi ke kantor bersama,' batin Willy.

Sedangkan Jackson hanya sedikit menganga mulutnya, tak mampu berkata-kata.